Cara Menghafal Alquran – Setiap orang memiliki cara atau metode sendiri dalam menghafal. Meski demikian, yang paling banyak digunakan adalah yang cocok dan menyenangkan bagi tiap individu. Jika diteliti, kebanyakan metode yang cocok bagi setiap orang diperoleh melalui beberapa kali percobaan. Oleh karena itu, cobalah semua metode dari metode-metode yang akan dijelaskan berikut ini sambil membandingkan manakah di antara metode-metode tersebut yang bisa membuat kita tekun menghafal dan manakah metode yang menghabiskan waktu paling sedikit!
Mari kita simak metode-metode menghafal Alquran berikut ini.
Cara Menghafal Alquran: Menghafal Beberapa Ayat atau 1 Ayat
Praktiknya, seorang penghafal membaca satu ayat dengan bacaan yang benar sebanyak 2 atau 3 kali. Kemudian, memperdengarkan ayat itu kepada orang lain. Setelah itu diteruskan dengan menghafal ayat kedua dengan cara seperti sebelumnya. Setelah itu, memperdengarkan ayat pertama dan kedua.
Metode yang sama dilakukan untuk menghafal ayat ketiga, yakni menghafalnya kemudian memperdengarkan ayat-ayat tersebut satu per satu, dari ayat pertama sampai ayat ketiga. Kemudian, dilanjutkan dengan ayat keempat, demikian seterusnya hingga ayat terakhir dari halaman yang sedang dihafal.
Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam metode ini kita akan menemukan bahwa ayat pertama lebih banyak diucapkan sehingga tidak perlu diadakan pengulangan. Ketika sebagian orang telah hafal sampai ½ halaman (dengan metode ini) mereka berkata, “Setengah halaman yang pertama ini telah dihafal dengan mantap sehingga tidak perlu dibacakan ulang ketika menghafal ayat-ayat pada setengah halaman berikutnya.” Jika demikian, hendaknya ayat-ayat yang dihafalkan selanjutnya itu pembacaannya dimulai dari ½ halaman kedua hingga sempurnalah 1 halaman penuh.
Jika sudah dihafal 1 halaman, hendaknya ia memperdengarkan hafalannya ini pada orang lain, 1 halaman lengkap sebanyak 3 kali.
Biasanya, ini merupakan metode yang paling lambat karena bisa menghabiskan waktu sekitar 15 menit karena banyak dilakukan pengulangan.
Selain itu, ini juga merupakan metode yang paling lemah. Karena jika seorang penghafal tidak menyambung ayat yang satu dengan ayat berikutnya, maka ia akan kesulitan untuk meneruskan pada sebagian ayat. Kemudian, terpaksa ia harus membuka mushaf dan melihat lagi pada ayat manakah ia berhenti. Setelah itu, ia menutup mushafnya dan meneruskan lagi hafalannya. Akan tetapi, ia kembali berhenti untuk kedua dan ketiga kalinya. Setelah beberapa waktu, ia akan mendapati kesulitan untuk menghubungkan semua ayat menjadi 1 halaman penuh.
Cara Menghafal Alquran: Membagi 1 Halaman Menjadi 3 Bagian
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan membagi 1 halaman menjadi 3 bagian. Dengan metode ini, 1 halaman dibagi menjadi 3 bagian. Kemudian, ayat yang terdapat di tiap bagian dibaca berulang kali sampai hafal. Jika ketiga bagian itu telah dihafal, ketiga bagian itu disambung satu sama lainnya (sehingga menjadi 1 halaman).
Dengan metode itu, hubungan ayat yang satu dengan ayat lainnya akan sempurna, dengan cara yang lebih baik. Selain itu, kita akan menyingkat waktu yang kita habiskan untuk mengulang-ulang setiap ayat.
Menghafal 1 Halaman Sekaligus
Cara menghafal alquran berikutnya dengan menghafal 1 halaman sekaligus. Ini mirip dengan metode sebelumnya, tetapi targetnya adalah 1 halaman penuh. Maksudnya, seorang yang ingin menghafal membaca 1 halaman secara sempurna dari awal sampai akhir dengan bacaan yang pelan dan benar sebanyak 3 atau 5 kali menurut kecepatan dan kemampuan tiap orang dalam menghafal.
Dengan demikian, jika ia membaca 1 halaman penuh sebanyak 3 atau 5 kali dengan bacaan yang diiringi kehadiran hati serta pemusatan pikiran dan akal—bukan semata bacaan lisan, ia akan dapat menghimpun hati dan pikirannya. Sebab, tujuan dari membaca seperti itu adalah untuk menghafal.
Jika salah satu di antara kita menyangka bahwa seseorang tidak akan pernah bisa sempurna atau tidak akan dapat menghafal hanya dengan membaca sebanyak 3 atau 5 kali, penulis katakan, “Ya. Anda benar.”
Kemungkinan seseorang dapat hafal ayat-ayat dari halaman yang dibacanya itu. Namun, ketika ia bermaksud memperdengarkan halaman yang ia hafal itu, ia akan berhenti pada satu ayat (karena lupa). Kemudian, ia buka mushafnya dan melihat ayat apa yang ia lupa. Ketika ia teringat, ia tutup mushafnya lagi. Kemudian, ketika ia kembali lagi memperdengarkan halaman yang dihafalnya, ia akan berhenti lagi untuk kedua dan ketiga kalinya.
Lantas, apa yang terjadi? Ia tidak akan berhenti untuk kedua kalinya pada letak ayat yang sebelumnya ia berhenti padanya. Sebab, letak itu telah terpatri di dalam memorinya. Dengan begitu, lupa saat mengulang hafalan bisa diminimalisir.
Biasanya ia baru bisa menghafal 1 halaman secara mantap dan sempurna setelah ia memperdengarkan hafalannya sampai 3 kali. Jadi, secara keseluruhan ia membaca 1 halaman sampai 8 kali: 3 atau 5 kali pada langkah pertama (menghafal) dan 3 kali lainnya pada langkah kedua (ketika ia memperdengarkan halaman yang ia hafal ini pada orang lain).
Apa yang seharusnya dilakukan pada langkah ketiga? Hendaknya ia mengulang-ulang tasmi‘ (memperdengarkan hafalan) yang benar yang telah disempurnakan terakhir kali, kira-kira sebanyak 3 kali. Dengan demikian, jumlah keseluruhan bacaan dari 1 halaman yang ia hafal adalah 9 atau 11 kali.
Ia membaca 1 halaman dengan bacaan yang dikonsentrasikan pada keakuratan dan kebenarannya sebanyak 3 atau 5 kali. Kemudian, ia memperdengarkannya sebanyak 3 kali percobaan. Setelah itu, ia memantapkannya dengan 3 tasmi‘. Alhasil, 1 halaman akan terhafal dengan baik, kuat, dan mantap, insya Allah.
Apa kelebihan menghafal dengan metode ini? Kelebihannya adalah kita tidak akan terbata-bata dan berhenti untuk melanjutkan sambungan halaman selanjutnya. Berbeda dengan metode lainnya—sebagaimana telah penulis sebutkan, di mana 1 halaman dihafal dengan menghafal ayat per ayat secara terpisah. (Baca juga: Etika Membaca Alquran)
Ketahuilah, sesungguhnya halaman itu bagaikan sebuah papan yang terdapat di dalam hati penghafalnya. Ia melukis imajinasinya pada papan itu dan membuat gambar dari ujung atas sampai ujung bawah. Jadi, ia dapat mengetahui berapa jumlah ayatnya. Ada 1 halaman yang hanya berisi 1 ayat sempurna. Ada halaman yang isinya 2 ayat saja. Ada halaman yang isinya 3 ayat. Ada juga halaman yang isinya banyak ayat. Ia juga dapat mengetahui di mana halaman itu berada, apakah di bagian kanan ataukah di bagian kiri. Kata apa yang mengawali halaman itu dan kata apa yang mengakhirinya. Dengan demikian, ia dapat menghafal seakurat mungkin, insya Allah.
Sesungguhnya ini adalah metode menghafal yang paling cepat. 1 halaman selesai dihafalkan kira-kira 10 menit. Bahkan, ada seseorang mengatakan bahwa ia dapat menghafalkan 1 halaman kurang dari 10 menit. Saya katakan 10 menit, jika ia memiliki niat yang kuat untuk menghafal. Namun, jika ia termasuk orang yang senang bersantai, sekalipun ia tidak akan dapat menghafal apa pun, walau dalam waktu 100 menit dan tidak pula 10 hari.
Hafal Alquran 1 Halaman dalam 10 Menit dengan Metode 12 T
Dalam kaset yang berjudul “Wasail Ibdaiyyah fi hifzhil Qur’an” Syekh Dr. Yahya Abdurrazaq al-Ghoutsani menyebutkan metode agar dapat hafal 1 halaman Alquran dalam 10 menit. Itu adalah metode 10 T. Di dalam buku ini penulis menambahkannya agar lebih aplikatif menjadi metode 12 T. Insya Allah, dengan metode ini kita dapat menghafalkan 1 halaman Alquran dalam 10 menit. Ke-12 T tersebut adalah:
1. Tahyiah Nafsiyah (Mempersiapkan Diri)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan mempersiapkan diri. Hendaknya kita menyiapkan diri untuk menghafal Alquran, baik menyiapkan jasmani maupun rohani. Sebelum mulai menghafal Alquran, berwudhulah terlebih dahulu, lalu menghadaplah ke arah kiblat. Kemudian, kita berdoa kepada Allah agar diberikan kemudahan dan taufik-Nya. Pilih tempat yang tidak ada apa pun dan seorang pun yang mengganggu proses hafalanmu atau tempat yang dirasa nyaman untuk menghafal.
2. Taskhin (Pemanasan)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan pemanasan. Sebagaimana kendaraan saat akan digunakan, ia perlu dipanaskan terlebih dahulu sebelum dikendarai. Begitu pula halnya saat kita menghafal Alquran, otak kita memerlukan proses pemanasan selama beberapa menit dengan mengulang-ulang hafalan yang pernah dihafal. Dengan melakukan pemanasan ini akan timbul keinginan dan kerinduan untuk menambah hafalan yang baru. Jika kita langsung melakukan menghafal hafalan baru, otak akan cepat lelah dan jenuh.
3. Takhayal (Membayangkan)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan membayangkan. Bayangkan dalam waktu beberapa menit ke depan dapat menghafal Alquran dengan mudah dan menyenangkan. Bayangkan dalam waktu beberapa menit ke depan kita mampu mencapai target yang telah ditentukan.
4. Tadabbur dan Tafakkur (Mentadaburri dan Menghayati)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan tadabbur dan tafakkur. Letakkan mushaf di hadapan kita, bacalah ayat yang ingin kita hafal tanpa mengucapkannya. Fahami dan renungi sebisa mungkin maksud dan arti ayat. Kemudian, gambarkan isi ayat di dalam pikiran kita. Jika ayat menceritakan tentang surga, bayangkan dalam benak kita kenikmatan surga sesuai dengan yang digambarkan ayat itu. Adapun jika ayat menceritakan tentang neraka, bayangkan dalam benak kengerian neraka sesuai dengan yang digambarkan ayat itu.
5. Tarkiz (Fokus dan Konsentrasi)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan fokus dan konsentrasi. Fokuskan pandangan kita kepada ayat yang ingin kita hafal, seakan-akan kedua mata kita adalah lensa kamera. Potretlah ayat yang ingin kita hafal. Perhatikan awal hingga akhir kata yang terdapat dalam ayat itu. Jangan sampai terjadi kesalahan dalam menghafal, baik lafal maupun hukum membaca. Sekarang kita dapat memanfaatkan alat bantu seperti Mp3 player atau lainnya untuk mendengar bacaan ayat yang ingin kita hafalkan dari bacaan seorang syekh atau ustadz yang kita senangi.
6. Tanafus (Mengambil Napas Dalam-Dalam)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan mengambil napas dalam-dalam. Setelah pandangan kita fokus kepada ayat yang ingin kita hafal, ambillah napas dalam-dalam.
7. Tartil, Tajwid, dan Tan-ghim (Membaca dengan Tartil dan Suara yang Indah sesuai Tajwid)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan tartil, tajwid, dan suara yang indah. Setelah mengambil napas dalam-dalam, bacalah ayat yang ingin kita hafal dengan bacaan tartil sesuai tajwid dan suara seindah mungkin sambil menghayati kandungan ayat. Kita dapat meniru bacaan siapa pun yang memiliki suara yang indah dan sesuai tajwid dengan mendengarkan muratal. Dengan bacaan yang sesuai tajwid dan indah, bukan hanya orang lain, kita pun dapat menikmati bacaan Alquran itu.
8. Tikrar (Mengulang-ulang Ayat yang Ingin kita Hafal Beberapa Kali)
Setelah membacanya sesuai tajwid dan suara seindah mungkin yang kita mampu, ulangilah beberapa kali ayat tersebut sehingga kita mampu menghafalnya.
9. Tahfizh (Menghafal)
Setelah membaca ayat yang kita hafal berulang-ulang dengan suara bagus dan sesuai tajwid, mulailah menghafalnya dengan menghayati kandungan ayat tanpa melihat mushaf. Ulangi terus proses menghafal sampai kita mampu membaca ayat yang kita hafal tanpa melihat mushaf benar dan lancar. Setelah ayat yang dihafal benar dan lancar, lanjutkan menghafal ayat selanjutnya dengan cara yang sama.
10. Tarabuth (Menggabungkan)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan menggabungkan. Gabungkan ayat pertama dengan ayat kedua hingga semua ayat yang ada di halaman tersebut mampu digabungkan sehingga satu halaman penuh dapat dibaca tanpa melihat mushaf dengan benar dan lancar. Kemudian, gabungkan halaman satu dan halaman yang lain, begitu selanjutnya.
11. Tatsbith dan Muroja’ah (Memantapkan Hafalan)
Cara menghafal alquran berikutnya adalah dengan memantapkan hafalan. Setelah melakukan penggabungan antara ayat dan ayat hingga menjadi satu halaman, mantapkan hafalan kita dengan banyak melakukan murajaah. Begitu pula jika kita dapat menggabungkan antara satu halaman dan halaman lainnya sehingga menjadi satu lembar, mantapkan dengan melakukan banyak murajaah. Jika kita dapat menggabungkan satu lembar dan lembaran lain hingga menjadi satu juz, mantapkan dengan melakukan banyak murajaah.
12. Tawakal
Setelah kita melakukan semua proses menghafal, bertawakallah kepada Allah. Sebab, barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.
Cara Menghafal Alquran dengan Mudah dan Cepat
Barang siapa ingin mempertahankan hafalan Alquran dalam waktu yang lama, hendaknya ia mengikuti apa yang diajarkan oleh para pengajar tahfizh di Turki. Caranya, pada hari pertama menghafal halaman pertama dari Juz 1. Pada hari kedua menghafal halaman pertama dari Juz 2. Begitulah seterusnya, sampai sempurna semua halaman pertama dari semua juz.
Ketika halaman pertama telah dihafal semua, kemudian menghafal halaman kedua dari Juz 1. Pada hari berikutnya menghafal halaman kedua dari Juz 2. Begitulah seterusnya sampai kita mengkhatamkan hafalan Alquran kita.
Ketika kita telah selesai menghafalnya, seyogianya kita menyambung halaman satu dengan lainnya dengan cara mengulang-ulang akhir ayat dari halaman pertama dan awal ayat dari halaman kedua.
Metode ini berfungsi untuk membantu seorang pelajar agar beristirahat dan melanjutkan hafalannya. Sebab, tabiat jiwa manusia menyukai adanya variasi. Oleh karena itu, berpindah-pindah antara Surah Madaniyah dan Surah Makkiyah, begitu pun sebaliknya, bisa menghadirkan variasi perenungan (terhadap kandungan) surah. Misalnya, pertama kali seseorang membaca surah yang bertutur tentang kisah, kemudian yang kedua membaca surah yang berbicara tentang hukum, lantas yang ketiga membaca surah yang menyinggung hal-hal yang dapat membuat rasa takut (dari berbuat maksiat), dan yang keempat membaca surah yang membahas tentang hal-hal yang dapat menimbulkan rasa cinta (untuk melakukan ketaatan). Dengan cara berpindah-pindah itulah, ia menikmati perjalanannya yang mengasyikkan dalam menghafal Alquran.
Metode Efektif Cara Menghafal Alquran
Metode efektif lain yang perlu kami paparkan di sini adalah metode yang dipakai oleh seorang akhwat hingga ia mampu mengkhatamkan hafalannya. Ketika ditanya tentang apa rahasia kesuksesannya dan bagaimana ia menekunkan dirinya serta bagaimana ia bisa meluangkan waktu yang cukup untuk melakukan banyak murajaah, ia pun memberikan jawaban yang amat mengagumkan dan menakjubkan. Ia menggambarkan bahwa setiap surah Alquran seperti seorang manusia. Berarti, rahasia kesuksesannya adalah penggambaran yang benar.
Sungguh, saat ia membaca sebuah surah, pada saat itu pula ia dapat merenungi maknanya dan memahami apa yang dibicarakan oleh surah tersebut. Ia pun bisa memahami hal-hal yang secara khusus menyinggungnya serta hal-hal lain berupa nasihat, kisah, dan pelajaran. Seakan-akan secara akurat ia mengenal pribadi seseorang sejak pertama kali bertemu.
Jika ia telah selesai menghafal Alquran, ia sibuk untuk melakukan murajaah dengan keseriusan yang sempurna dan keakuratan hafalan yang mendalam. Oleh karena itu, ia dapat menghimpun semua ayat dari awal sampai akhir dan menghafalnya dengan hafalan yang baik. Subhanallah, ia melewati malam dengan surah yang sangat disenangi hatinya.
Ia menuturkan bahwa setiap hari ia dapat menyelesaikan satu surah dengan rasa rindu untuk memahami kandungan surah selanjutnya. Sungguh, ketika suatu saat ia melewati sehari tanpa menghafal, ia merasa sangat sesak. Hatinya diliputi penyesalan karena merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.
Ketika ia ditanya tentang rahasia bagaimana ia dapat berkonsentrasi terhadap ayat dan bagaimana ia tidak menyia-nyiakan waktu menghafalsehingga hampir setiap hari ia menghafal Alquran—maka ia menjawab bahwa setiap kali mendapati sesuatu yang menyenangkan untuk didengar dan disimak, ia berkata pada diri sendiri, “Wahai fulanah—dengan menyebut nama dirinya, sesungguhnya Alquran lebih utama dan lebih penting (daripada hal ini).” Demikianlah, ketika terlintas dalam pikirannya sesuatu (selain Alquran) di sela-sela menghafal, ia kembali berkata seperti itu.
Jika setan berhasil mengalahkannya (hingga ia tersibukkan pada selain Alquran), ia pun berkata kepada dirinya sendiri, “Aku berjanji kepada diriku sendiri! Aku tak akan bangun dari tempat dudukku dan tidak akan memikirkan apa pun hingga aku dapat menyempurnakan hafalan sekian ayat!” Dengan begitu, ia berhasil meraih apa yang ia impikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Menurut peenulis, setiap orang yang berkeinginan untuk hafal Alquran hendaknya berpikir seperti apa yang dipikirkan oleh saudari kita itu. Dengan izin Allah, Dia akan memudahkannya untuk untuk menghafal Alquran. Oleh karena itu, Alquran pun menjadi sumber kebahagiaan dan ketenteraman baginya. Dengan begitu, ia akan meraih kesuksesan sebagaimana akhwat yang diceritakan tersebut, dengan izin Allah.
Cara Menghafal Alquran yang Optimal (Tak Mudah Lupa)
Agar semua metode yang telah disebutkan sebelumnya itu dapat dipraktikkan, kita harus memenuhi sejumlah syarat berikut ini.
1. Membaca dengan Teliti
Kebanyakan orang yang bertekad dan berencana untuk menghafal melakukan kesalahan, kemudian menghafal dengan cara yang keliru. Sebelum kita menghafal, hendaknya kita memastikan bahwa apa yang kita hafal itu benar. Jika sudah demikian, hendaknya kita mempraktikkan berbagai metode menghafal yang telah penulis sebutkan sebelumnya.
Jika kita telah mempelajari ilmu tajwid dan bagaimana membaca dengan benar, berarti teori dan praktik membaca Alquran kita baik. Tidak ada salahnya jika kita mulai menghafal dengan metode pertama, kedua, atau ketiga. Tentu dengan syarat kita harus mahir membaca dan memahami Alquran dan kita harus terbiasa membacanya. Sebab, jika itu telah diwujudkan maka ketiga metode itu akan membuat kita menghafal dengan akurat.
Jika semua persyaratan itu belum kita penuhi, hendaknya kita banyak mendengarkan rekaman tilawah yang tersedia di internet atau berbagai toko kaset karena hal itu akan membantu kita. Perbanyaklah mendengar bacaan tersebut karena kita dapat mengetahui cara mengucapkan kata dari ayat secara benar.
Demikianlah syarat pertama yang harus dipenuhi agar kita dapat menyempurnakan cara menghafal yang benar.
2. Menghafal dengan Kuat
Hafalan yang baru haruslah menjadi hafalan yang kuat, artinya tidak ada kesalahan di dalamnya, tidak berhenti (karena lupa), dan tidak membaca dengan terbata-bata.
Apabila kita ingin menghafal halaman baru, sedang kita belum memiliki hafalan (sebelumnya) yang lebih kuat dari hafalan kita terhadap Surah al-Fatihah, jangan pernah mengklaim diri bahwa kita telah menghafalnya! Mengapa? Sebab, hafalan yang baru itu ibarat fondasi atau asas. Jika kita datang membawa bahan dasar bangunan dan kita menggarapnya lebih cepat dari yang telah disepakati, pada suatu hari “bangunan” itu akan berdiri. Ya, hafalan itu akan tertanam dalam otak kita.
Jika kita menolerir satu atau dua kesalahan, terbata-bata atau terhenti di tengah membaca, kita seperti orang yang membangun harapan di tepi jurang dalam. Maksudnya, seakan-akan kita memiliki keinginan yang saling bertentangan (ambivalen). Jadi, jika kita telah bersikap ambivalen di awal, bagaimana bisa kita melanjutkan pembangunan? Bagaimana bisa kita menghafal halaman demi halaman berikutnya? Tidak mungkin.
Tidak pantas kita menganggap remeh upaya mencermati dengan sungguh-sungguh hafalan yang baru. Kendati untuk itu kita harus menghabiskan waktu lebih dari 10 menit—sebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya, bahkan hingga 20, 30, atau 40 menit. Yang penting, jangan sampai kita berpindah dari hafalan pertama hingga kita menguasainya dengan baik, lebih dari penguasaan kita terhadap Surah al-Fatihah.
Seandainya seseorang menyuruh kita, “Bacalah Surah al-Fatihah sekarang juga!” Niscaya kita akan membacanya dengan mudah. Bahkan, seandainya kita tertidur dan mengigau dengan membaca Surah al-Fatihah, sekali-kali kita tidak akan melakukan kesalahan dalam membaca satu ayat pun. Mengapa? Sebab, al-Fatihah adalah surah yang biasa kita baca dan orang yang menghafalnya lebih baik daripada orang yang menghafal namanya. Oleh karena itu, hafalan yang pertama harus seperti itu. Sebagaimana telah penulis katakan, “Tanpa kesalahan dan ketergesaan.”
Dari sini kita akan yakin bahwa kita bisa memperdengarkan kepada orang lain sebagian halaman untuk pertama kalinya tanpa satu kesalahan pun dan tanpa berhenti. Apabila satu halaman telah sempurna maka kita dapat berpindah ke halaman yang lain sampai kita benar-benar hafal halaman tersebut.
3. Memperdengarkan Hafalan kepada Orang Lain
Hal inilah yang akan menyingkap berbagai kesalahan yang telah penulis sebutkan. Sebagian orang menghafal dan memperdengarkan (kepada diri sendiri) 1 halaman tanpa henti. Kemudian, mereka beranjak pergi dengan keadaan tenang, lapang dada, lagi bergembira karena mereka merasa telah berhasil menghafal halaman tersebut.
Jika sebagian dari kesalahan yang telah penulis singgung sebelumnya itu ada dan terjadi pada hafalan mereka, bagaimanakah mereka menyingkapnya? Sungguh, itu tak akan bisa disingkap. Jika mereka mengulang hafalan dan memperdengarkannya (kepada diri mereka sendiri) untuk kedua kalinya pada hari berikutnya, kesalahan itu tidak akan ditemukan. Sebab, mereka yakin bahwa mereka telah hafal dengan hafalan yang benar. Adapun yang dapat menyingkap kesalahan tersebut adalah dengan memperdengarkannya kepada orang lain.
Dengan demikian, jika kita memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan cepat hafal, kita harus memperdengarkan hafalan kita kepada orang lain. Cara memperdengarkan hafalan kita itu dengan meneyrahkan sebuah mushaf kepadanya agar ia bisa memakainya untuk menyimak bacaan kita. Hal ini tidak boleh tidak, harus dilakukan.
Jika kita telah hafal 1 sampai 3 halaman, sedangkan kita belum mendapatkan orang yang mau menyimak hafalan kita, tidaklah mengapa. Namun, ketika jumlah hafalan kita telah terkumpul 5 atau 10 halaman, kita harus memperdengarkannya kepada orang lain sambil terus mengadakan perbaikan.
Dengan demikian, jika kita telah hafal lebih dari 10 juz dan ketika kita memperdengarkannya kepada orang lain masih banyak terdapat kesalahan, hal itu tidak bisa ditolerir.
4. Mengulang-ulang dalam Waktu Berdekatan
Seandainya hafalan demi hafalan kita telah benar, akurat, dan kuat; dan seandainya kita telah membaca dan memperdengarkannya kepada orang lain, semua itu belumlah sempurna hingga kita mengulang-ulangnya dalam waktu berdekatan.
Apa yang dimaksud dengan waktu berdekatan? Untuk memahaminya, silakan simak paparan berikut! Jika kita telah hafal 1 halaman pada waktu fajar, kemudian kita membiarkan hafalan itu hingga waktu fajar pada hari berikutnya, kita akan merasakan ketidaklancaran saat kita mengulang hafalan tersebut. Daya ingat kita terhadap hafalan tersebut lemah, sering berhenti, dan ragu-ragu. Padahal, sebelumnya kita telah hafal ayat-ayat tersebut. Ketika kita merasakannya, sebaiknya kita mengulang-ulang hafalan kita sampai mantap kembali.
Pada hari tersebut, sebaiknya kita menghafal 1 halaman baru setelah kita melakukan tasmi‘ sebanyak 3—5 kali. Penulis akan menjelaskan bagaimana cara agar dapat mempraktikkan hal itu tanpa merasakan lelah dan berat. Sebab, ada sebagian orang yang berkata, “Hal itu menuntut kita untuk duduk dalam masjid setelah shalat Shubuh sampai Magrib atau kita harus meninggalkan segala kesibukan kita.”
Sungguh, hafalan yang kita tinggalkan dan tidak kita ulang kembali dapat terlepas dengan cepat dari ingatan kita. Perlu penulis sebutkan contohnya, dalam kitab Tarjamah Ibni Hâtim, Ibnu Hatim menuturkan bahwa ia pernah membaca sebuah buku yang ingin ia hafal. Ia membaca buku itu dengan suara keras dan mengulang-ulang bacaannya. Padahal, saat itu di rumahnya ada seorang wanita tua renta. Ia tetap mengulang-ulang kitab I, II, III, hingga XI. Ketika wanita tua itu bosan, ia pun berkata pada Ibnu Hatim, “Wahai putra Hatim, apa yang engkau lakukan?” Ia menjawab, “Aku ingin menghafalnya.” Wanita tua itu pun menimpali, “Betapa payah dan ruginya engkau ini! Seandainya engkau benar-benar tulus dan bertekad menghafalnya, tentulah engkau bisa. Perlu engkau ketahui bahwa aku telah menghafalnya.” Ia pun menantang, “Kalau benar, coba buktikan kepadaku!” Wanita tua renta itu pun memperdengarkan kitab yang dihafalnya hanya dengan mendengar (apa yang dibaca oleh Ibnu Hatim). Menyaksikan hal itu, Ibnu Hatim pun bertanya, “Bagaimana mungkin (hal ini terjadi), sedangkan aku saja tidak dapat menghafalnya sehingga aku pun mengulang-ulangnya sebanyak 70 kali baru aku bisa menghafalnya.”
Setahun berlalu setelah peristiwa itu, Ibnu Hatim pun mendatangi wanita tua renta tersebut, lantas meminta padanya, “Tolong bacakanlah apa yang telah engkau hafalkan dari kitab tersebut!” Dan setelah itu, Ibnu Hatim mempersaksikan, “Wanita renta itu tidak dapat membacakan sesuatu pun dari apa yang pernah ia hafal, sedangkan aku tidak melupakan sedikitpun dari apa yang telah aku hafal.”
Jadi, jangan pernah melihat waktu menghafal yang singkat, tetapi lihatlah masa hafalan yang dapat bertahan lama. Itu jika kita ingin menghafal sesuatu dengan harapan kita tidak melupakannya, dengan izin Allah Ta‘ala.
5. Menggabungkan Halaman yang Baru Dihafal dengan Halaman Sebelumnya
Halaman-halaman mushaf itu ibarat kamar-kamar di dalam apartemen. Maksudnya, tidak mungkin jika Alquran itu hanya 1 halaman. Kita harus menyambung antara halaman sebelumnya dan sesudahnya.
Agar semua metode yang telah disebutkan sebelumnya itu dapat dipraktikkan, kita harus memenuhi sejumlah syarat berikut ini.
6. Membaca dengan Teliti
Kebanyakan orang yang bertekad dan berencana untuk menghafal melakukan kesalahan, kemudian menghafal dengan cara yang keliru. Sebelum kita menghafal, hendaknya kita memastikan bahwa apa yang kita hafal itu benar. Jika sudah demikian, hendaknya kita mempraktikkan berbagai metode menghafal yang telah penulis sebutkan sebelumnya.
Jika kita telah mempelajari ilmu tajwid dan bagaimana membaca dengan benar, berarti teori dan praktik membaca Alquran kita baik. Tidak ada salahnya jika kita mulai menghafal dengan metode pertama, kedua, atau ketiga. Tentu dengan syarat kita harus mahir membaca dan memahami Alquran dan kita harus terbiasa membacanya. Sebab, jika itu telah diwujudkan maka ketiga metode itu akan membuat kita menghafal dengan akurat.
Jika semua persyaratan itu belum kita penuhi, hendaknya kita banyak mendengarkan rekaman tilawah yang tersedia di internet atau berbagai toko kaset karena hal itu akan membantu kita. Perbanyaklah mendengar bacaan tersebut karena kita dapat mengetahui cara mengucapkan kata dari ayat secara benar.
Demikianlah syarat pertama yang harus dipenuhi agar kita dapat menyempurnakan cara menghafal yang benar.
7. Menghafal dengan Kuat
Hafalan yang baru haruslah menjadi hafalan yang kuat, artinya tidak ada kesalahan di dalamnya, tidak berhenti (karena lupa), dan tidak membaca dengan terbata-bata.
Apabila kita ingin menghafal halaman baru, sedang kita belum memiliki hafalan (sebelumnya) yang lebih kuat dari hafalan kita terhadap Surah al-Fatihah, jangan pernah mengklaim diri bahwa kita telah menghafalnya! Mengapa? Sebab, hafalan yang baru itu ibarat fondasi atau asas. Jika kita datang membawa bahan dasar bangunan dan kita menggarapnya lebih cepat dari yang telah disepakati, pada suatu hari “bangunan” itu akan berdiri. Ya, hafalan itu akan tertanam dalam otak kita.
Jika kita menolerir satu atau dua kesalahan, terbata-bata atau terhenti di tengah membaca, kita seperti orang yang membangun harapan di tepi jurang dalam. Maksudnya, seakan-akan kita memiliki keinginan yang saling bertentangan (ambivalen). Jadi, jika kita telah bersikap ambivalen di awal, bagaimana bisa kita melanjutkan pembangunan? Bagaimana bisa kita menghafal halaman demi halaman berikutnya? Tidak mungkin.
Tidak pantas kita menganggap remeh upaya mencermati dengan sungguh-sungguh hafalan yang baru. Kendati untuk itu kita harus menghabiskan waktu lebih dari 10 menit—sebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya, bahkan hingga 20, 30, atau 40 menit. Yang penting, jangan sampai kita berpindah dari hafalan pertama hingga kita menguasainya dengan baik, lebih dari penguasaan kita terhadap Surah al-Fatihah.
Seandainya seseorang menyuruh kita, “Bacalah Surah al-Fatihah sekarang juga!” Niscaya kita akan membacanya dengan mudah. Bahkan, seandainya kita tertidur dan mengigau dengan membaca Surah al-Fatihah, sekali-kali kita tidak akan melakukan kesalahan dalam membaca satu ayat pun. Mengapa? Sebab, al-Fatihah adalah surah yang biasa kita baca dan orang yang menghafalnya lebih baik daripada orang yang menghafal namanya. Oleh karena itu, hafalan yang pertama harus seperti itu. Sebagaimana telah penulis katakan, “Tanpa kesalahan dan ketergesaan.”
Dari sini kita akan yakin bahwa kita bisa memperdengarkan kepada orang lain sebagian halaman untuk pertama kalinya tanpa satu kesalahan pun dan tanpa berhenti. Apabila satu halaman telah sempurna maka kita dapat berpindah ke halaman yang lain sampai kita benar-benar hafal halaman tersebut.
8. Memperdengarkan Hafalan kepada Orang Lain
Hal inilah yang akan menyingkap berbagai kesalahan yang telah penulis sebutkan. Sebagian orang menghafal dan memperdengarkan (kepada diri sendiri) 1 halaman tanpa henti. Kemudian, mereka beranjak pergi dengan keadaan tenang, lapang dada, lagi bergembira karena mereka merasa telah berhasil menghafal halaman tersebut.
Jika sebagian dari kesalahan yang telah penulis singgung sebelumnya itu ada dan terjadi pada hafalan mereka, bagaimanakah mereka menyingkapnya? Sungguh, itu tak akan bisa disingkap. Jika mereka mengulang hafalan dan memperdengarkannya (kepada diri mereka sendiri) untuk kedua kalinya pada hari berikutnya, kesalahan itu tidak akan ditemukan. Sebab, mereka yakin bahwa mereka telah hafal dengan hafalan yang benar. Adapun yang dapat menyingkap kesalahan tersebut adalah dengan memperdengarkannya kepada orang lain.
Dengan demikian, jika kita memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan cepat hafal, kita harus memperdengarkan hafalan kita kepada orang lain. Cara memperdengarkan hafalan kita itu dengan meneyrahkan sebuah mushaf kepadanya agar ia bisa memakainya untuk menyimak bacaan kita. Hal ini tidak boleh tidak, harus dilakukan.
Jika kita telah hafal 1 sampai 3 halaman, sedangkan kita belum mendapatkan orang yang mau menyimak hafalan kita, tidaklah mengapa. Namun, ketika jumlah hafalan kita telah terkumpul 5 atau 10 halaman, kita harus memperdengarkannya kepada orang lain sambil terus mengadakan perbaikan.
Dengan demikian, jika kita telah hafal lebih dari 10 juz dan ketika kita memperdengarkannya kepada orang lain masih banyak terdapat kesalahan, hal itu tidak bisa ditolerir.
9. Mengulang-ulang dalam Waktu Berdekatan
Seandainya hafalan demi hafalan kita telah benar, akurat, dan kuat; dan seandainya kita telah membaca dan memperdengarkannya kepada orang lain, semua itu belumlah sempurna hingga kita mengulang-ulangnya dalam waktu berdekatan.
Apa yang dimaksud dengan waktu berdekatan? Untuk memahaminya, silakan simak paparan berikut! Jika kita telah hafal 1 halaman pada waktu fajar, kemudian kita membiarkan hafalan itu hingga waktu fajar pada hari berikutnya, kita akan merasakan ketidaklancaran saat kita mengulang hafalan tersebut. Daya ingat kita terhadap hafalan tersebut lemah, sering berhenti, dan ragu-ragu. Padahal, sebelumnya kita telah hafal ayat-ayat tersebut. Ketika kita merasakannya, sebaiknya kita mengulang-ulang hafalan kita sampai mantap kembali.
Baca juga: Keutamaan Surat-Surat dalam Alquran
Pada hari tersebut, sebaiknya kita menghafal 1 halaman baru setelah kita melakukan tasmi‘ sebanyak 3—5 kali. Penulis akan menjelaskan bagaimana cara agar dapat mempraktikkan hal itu tanpa merasakan lelah dan berat. Sebab, ada sebagian orang yang berkata, “Hal itu menuntut kita untuk duduk dalam masjid setelah shalat Shubuh sampai Magrib atau kita harus meninggalkan segala kesibukan kita.”
Sungguh, hafalan yang kita tinggalkan dan tidak kita ulang kembali dapat terlepas dengan cepat dari ingatan kita. Perlu penulis sebutkan contohnya, dalam kitab Tarjamah Ibni Hâtim, Ibnu Hatim menuturkan bahwa ia pernah membaca sebuah buku yang ingin ia hafal. Ia membaca buku itu dengan suara keras dan mengulang-ulang bacaannya. Padahal, saat itu di rumahnya ada seorang wanita tua renta. Ia tetap mengulang-ulang kitab I, II, III, hingga XI. Ketika wanita tua itu bosan, ia pun berkata pada Ibnu Hatim, “Wahai putra Hatim, apa yang engkau lakukan?” Ia menjawab, “Aku ingin menghafalnya.” Wanita tua itu pun menimpali, “Betapa payah dan ruginya engkau ini! Seandainya engkau benar-benar tulus dan bertekad menghafalnya, tentulah engkau bisa. Perlu engkau ketahui bahwa aku telah menghafalnya.” Ia pun menantang, “Kalau benar, coba buktikan kepadaku!” Wanita tua renta itu pun memperdengarkan kitab yang dihafalnya hanya dengan mendengar (apa yang dibaca oleh Ibnu Hatim). Menyaksikan hal itu, Ibnu Hatim pun bertanya, “Bagaimana mungkin (hal ini terjadi), sedangkan aku saja tidak dapat menghafalnya sehingga aku pun mengulang-ulangnya sebanyak 70 kali baru aku bisa menghafalnya.”
Setahun berlalu setelah peristiwa itu, Ibnu Hatim pun mendatangi wanita tua renta tersebut, lantas meminta padanya, “Tolong bacakanlah apa yang telah engkau hafalkan dari kitab tersebut!” Dan setelah itu, Ibnu Hatim mempersaksikan, “Wanita renta itu tidak dapat membacakan sesuatu pun dari apa yang pernah ia hafal, sedangkan aku tidak melupakan sedikitpun dari apa yang telah aku hafal.”
Jadi, jangan pernah melihat waktu menghafal yang singkat, tetapi lihatlah masa hafalan yang dapat bertahan lama. Itu jika kita ingin menghafal sesuatu dengan harapan kita tidak melupakannya, dengan izin Allah Ta‘ala.
10. Menggabungkan Halaman yang Baru Dihafal dengan Halaman Sebelumnya
Halaman-halaman mushaf itu ibarat kamar-kamar di dalam apartemen. Maksudnya, tidak mungkin jika Alquran itu hanya 1 halaman. Kita harus menyambung antara halaman sebelumnya dan sesudahnya.
6 Syarat Penting dalam Menghafal Alquran
Membaca dan menghafalkan Alquran itu memiliki keutamaan yang besar. Pembaca dan penghafal Alquran memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT serta memperoleh pahala yang besar. Selain itu, Alquran juga akan memberikan syafaat baginya di akhirat nanti. (Baca juga: 36 Hadits tentang Keutamaan Alquran)
1. Memperbaiki Bacaan di Bawah Bimbingan Guru atau Pembimbing (Mursyid)
Membaca Alquran sesuai dengan kaidah tajwid wajib hukumnya. Setiap orang yang menghafalkan Alquran haruslah terlebih dahulu meluruskan dan memperbaiki bacaannya, sehingga sesuai dengan kaidah tajwid. Jika seseorang memaksakan diri menghafal Alquran, sedangkan bacaannya belum benar, maka ia akan sulit sekali untuk keluar dari hafalannya yang sudah telanjur keliru. Maka, jangan menghafal sebelum bacaan benar.
Tentu saja cara memperbaiki dan meluruskan bacaan ini mesti dilakukan di hadapan seorang guru atau pembimbing yang mengerti tentang ilmu tajwid dan qirā’ah. Istilahnya adalah melalui talaqqi (menerima, mengambil, belajar) dari guru, bukannya belajar sendiri. Nabi sendiri talaqqi kepada Jibril, sedangkan para sahabat talaqqi kepada Nabi. Begitu seterusnya hingga sampai kepada kita dan generasi yang akan datang.
Talaqqi yang dipraktikkan ada dua macam.
Pertama, guru membacakan Alquran, sedangkan murid menyimak lalu mengikutinya persis seperti yang dibacakan/diajarkan olehnya.
Kedua, murid membacakan Alquran di hadapan guru, sedangkan sang guru memperhatikan bacaannya dan meluruskannya sehingga sesuai dengan kaidah yang benar.
Kedua macam talaqqi tersebut bisa dikombinasikan, atau diselang-seling.
Seorang guru tahfizh tentu tidak akan merekomendasi sang murid menghafal sebelum bacaannya benar. Yang lazim, seorang murid menyetor bacaan terlebih dahulu (bin nazhr) kepada guru tahfizh sebelum menyetorkan hafalan (bil ghaib). Bahkan, sebagian pesantren tahfizh memberlakukan setoran bacaan terlebih dahulu kepada guru sampai khatam (30 juz), sebelum mulai menghafal. Dia baru diperkenankan menghafal ketika bacaannya sudah benar.
Perlu kami tambahkan bahwa belajar Alquran, berikut tajwidnya, tidak bisa dilakukan hanya melalui buku atau kaset, tapi harus melalui pendampingan seorang guru terlebih dahulu dengan mendengar dan memperdengarkan bacaan Alquran. Setelah itu baru bisa dibantu dengan sarana penunjang lainnya, berupa buku, compact disk, maupun program komputer Alquran dan sebagainya. (Baca juga: Keserasian Sains dengan Alquran)
2. Menghafal dengan Penuh Kecintaan, Konsentrasi serta Pemahaman
Niat yang ikhlas serta tekad bulat yang sebelumnya sudah ditanamkan di dalam hati harus terus dijaga, sehingga lahir kecintaan yang mendalam ketika sedang menjalani proses menghafal Alquran.
Cinta memiliki pengaruh dan peran yang luar biasa bagi keberhasilan seseorang di dalam mewujudkan impian; apalagi berkenaan dengan cita-cita luhur ingin menjadi bagian dari para hafizh Alquran, para “penjaga wahyu” yang merupakan “keluarga Allah dan orang-orang istimewa-Nya”.
Cinta semacam itulah yang akan membantu kita di dalam menghadapi “virus” stagnasi (futūr) dan kejenuhan di dalam menjalani proses menghafal Alquran.
Konsentrasi merupakan sesuatu yang sangat penting, terlebih dalam proses menghafalkan Alquran. Hanya saja konsentrasi masing-masing orang itu biasanya berbeda-beda, baik berkenaan waktu maupun tempat.
Upayakanlah untuk selalu menghafal dalam keadaan berkonsentrasi, karena hasilnya akan lebih optimal. Waktu yang singkat namun penuh dengan konsentrasi, akan lebih baik daripada waktu lama namun tidak dengan konsentrasi.
Buatlah suasana senyaman mungkin dan hindarkan diri dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi, misalnya tempat yang bising, pengap, panas dan semisalnya. Hindari juga posisi yang mudah mengundang kantuk, seperti menghafal sambil bersandar, apalagi sambil tiduran.
Konsentrasi pun akan lebih optimal manakala kita dapat memahami dan merenungi setiap ayat yang sedang kita hafalkan. Hasil hafalan yang dibarengi dengan pemahaman dan renungan itu tentu lebih kuat, lebih melekat dan lebih menancap. Ia tidak mudah pudar dan hilang.
Orang yang paham terhadap makna-makna ayat yang dibacanya tentu akan lebih mudah baginya untuk menghafalnya. Untuk membantu pemahaman ini, seseorang bisa terlebih dahulu membaca terjemahan Alquran, jika belum paham bahasa Arab, serta membaca kitab-kitab tafsir.
Demikian juga, bila semakin baik pemahaman seseorang terhadap bahasa Arab baku (fusha), maka akan semakin mudah baginya dalam menghafalkan setiap ayat dan surat yang dilaluinya, serta semakin ringan pula. Sebab, ia sudah mengetahui harakat setiap kalimat Alquran sehingga tinggal menghafal susunannya; tidak lagi menghafal harakat-harakatnya, karena sudah maklum baginya. (Baca juga: Menikmati Hidup dengan Mengakrabi Alquran)
3. Perencaan Matang, Disiplin, dan Konsisten dengan Target
Kesuksesan dalam hidup ini memerlukan perencanaan yang matang, apalagi untuk sebuah proyek “menghafal Alquran”. Jika seseorang hanya asal menghafal begitu saja tanpa perencanaan dan target, tidak akan diketahui keberhasilan atau kegagalannya.
Perencanaan yang baik tentu harus sesuai dengan kondisi dan kapasitas masing-masing orang. Ada yang memang memiliki daya ingat yang tinggi dan mudah hafal, namun ada yang tidak demikian. Begitu juga kesibukan masing-masing orang haruslah menjadi pertimbangan. Ia sendiri yang lebih tahu tentang kondisi dan kapasitas dirinya.
Seseorang yang benar-benar bertekad menghafal Alquran, hendaklah membuat target waktu yang akan digunakan untuk menghafal hingga selesai secara sempurna, 30 juz. Terserah, apakah target penyelesaianya adalah dua, tiga, lima atau sekian tahun, atau bahkan tidak sampai setahun.
Jika seseorang mampu menghafal sehari satu halaman, berarti waktu yang dibutuhkan untuk menghafal sekitar 1 tahun delapan bulan. Jika sehari dua halaman, berarti hafalan Alqurannya akan selesai hanya dalam waktu sekitar 10 bulan. Maka, jika target ini sudah ditentukan, ia harus berusaha untuk disiplin dalam menjalankan perencanaan ini serta konsisten, agar target yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam menentukan target ini, seseorang haruslah melihat kepasitas dirinya serta kesibukan dan kondisi yang dialaminya. Jangan terlalu muluk-muluk, namun akhirnya tidak mampu mencapai apa-apa, karena barangkali target yang ditetapkan bisa dikatakan tidak realistis.
Misalnya, seorang yang sudah sibuk dengan berbagai kegiatan dan pekerjaan, namun ia menargetkan hafal Alquran dalam satu tahun, padahal waktu yang dimilikinya untuk menghafal sangat terbatas. Belum lagi kemampuan hafalannya terbilang pas-pasan.
Mungkin sebaiknya ia menargetkan waktu yang panjang, misalnya 10 hingga 15 tahun, atau bahkan hingga hampir 18 tahun, karena ia mempraktikkan target menghafal sehari satu ayat. (Baca juga: Mari Tertakjub dengan Kisah-Kisah dalam Alquran)
4. Jangan Menambah Hafalan Sebelum Benar-Benar Hafal
Seorang yang menghafal Alquran hendaklah mematangkan hafalannya dulu sebelum menambah hafalan baru. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kebingungan dengan adanya hafalan baru, lebih-lebih jika terdapat kemiripan antara ayat-ayat yang sedang dihafal dengan ayat-ayat yang sudah dihafal sebelumnya.
Biasanya, semangat yang membara untuk segera merampungkan hafalan mendorong seseorang untuk lebih cepat lagi menambah hafalan baru tanpa menguatkan hafalan lama yang sudah ada. Orang yang tidak mau bersusah-susah dalam menghafal, maka ingatan yang tersisa di benaknya hanya sedikit. Artinya, tidak benar-benar hafal. Oleh karena itu, jangan berpindah hafalan sebelum benar-benar hafal. Jika seseorang sudah yakin betul dengan hafalannya, silakan menambah hafalan baru.
5. Istiqamah Menjaga Hafalan (Murāja’ah)
Sering terdengar di telinga kita bahwa “menghafal” itu lebih mudah daripada “menjaga hafalan”. Banyak orang yang sudah pernah menghafal Alquran, namun hafalannya tidak keruan.
Kenyataan seperti itu di antaranya disebabkan karena memang hafalannya belum matang, atau karena tidak istiqamah dalam menjaga hafalan. Kurang muraja’ah. Mengulang-ulang hafalan (murāja’ah) yang sudah ada merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi siapa saja yang memiliki hafalan, baik bagi yang baru memiliki hafalan sebagian saja, apalagi bagi yang sudah memiliki hafalan secara sempurna.
Para sahabat Rasulullah biasa mengkhatamkan Alquran dalam sepekan. Bahkan, sebagian dari mereka menyelesaikannya dalam waktu tiga hari. Dengan kata lain, setiap hari membaca atau murāja’ah hingga sepuluh juz. Maka, setidaknya seseorang itu mengkhatamkan Alquran setiap bulan sekali, atau sehari satu juz. Idealnya lima juz per hari bagi huffazh, seperti yang disarankan Syekh Muhammad Kurayyim Rajih, syekhnya para qari’ di Syam. (Baca juga: Keajaiban Kisah dalam Alquran)
Di samping untuk menjaga hafalan, banyaknya pengulangan juga merupakan investasi ibadah yang memiliki pahala yang besar. Jika ada yang bertanya bagaimana agar memiliki hafalan yang kuat, jawabannya adalah banyak melakukan murāja’ah. Banyaknya pengulangan akan semakin menguatkan hafalan.
Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
“Sesungguhnya perumpamaan penghafal Al-Quran itu seperti pemilik seekor unta yang ditambatkan. Jika orang itu mengikatnya, ia tidak akan lepas dan pergi. Namun, jika orang itu melepas ikatannya, ia akan pergi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Selain melakukan murāja’ah, seseorang juga diseyogiakan untuk banyak mendengarkan tilawah, baik dari orang lain secara langsung, atau pun melalui kaset rekaman.
Mendengarkan tilawah melalui kaset dapat dilakukan di sela-sela melakukan kesibukan sekalipun; di kantor, dalam perjalanan, dan seterusnya. Meskipun tidak sebagaimana pengaruh murāja’ah, namun bagaimanapun juga tetap memiliki dampak untuk menguatkan hafalan, atau mengingatkan ayat atau kalimat tertentu yang masih agak kurang kuat bobot hafalannya.
Akan lebih afdhal lagi jika murāja’ah itu dilakukan dalam shalat-shalat sunnah, khususnya shalat malam (tahajud). Dalam shalat malam ini, seseorang bisa leluasa mengulang bacaan ayat-ayat/surat yang telah dihafal. Rasulullah saw. sendiri biasa berlama-lama dalam berdiri mengerjakan shalat malam dengan membaca sekian banyak ayat Alquran.
Pernah dalam satu rakaat, beliau membaca surat al-Baqarah (286 ayat) sampai selesai, dilanjutkan dengan surat Āli Imrān (200 ayat) sampai selesai, dan masih ditambah lagi dengan surat an-Nisā’ (176 ayat) sampai selesai, baru rukuk. Kalau kita hitung, sekali berdiri (satu rakaat), beliau membaca 5¼ juz Alquran. Maka, bacalah ayat-ayat yang baru saja dihafal, kemudian ditambah dengan ayat-ayat lain yang sudah dihafal sebelumnya. Hal ini akan lebih menguatkan hafalan.
6. Hindari Dosa dan Kemaksiatan
Hati itu jika dihinggapi oleh kecintaan kepada kemaksiatan, maka ia tidak bisa memahami Alquran secara benar. Setiap kali seseorang itu melakukan perbuatan dosa, maka hal itu akan mempengaruhi hatinya sehingga kemampuannya untuk menghafal Kitab Allah yang suci itu semakin melemah. Nabi menyatakan bahwa setiap kali seorang hamba itu berbuat dosa, maka muncullah bintik noda di dalam hatinya. Jika ia segera beristighfar, hatinya menjadi bersih kembali. Namun jika tidak, hatinya akan penuh dengan noda dosa.
Adh-Dhahak bin Muzahim berkata, “Tidak ada seorang pun yang belajar Alquran kemudian ia lupa, melainkan disebabkan oleh dosa yang diperbuatnya. Sebab, Allah SWT mengatakan, ‘Bencana apa pun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perilaku kalian sendiri.’ (QS asy-Syurā [42]: 30) Sedangkan lupa terhadap Alquran merupakan salah satu bentuk bencana yang terbesar.”
Imam Syafi’i adalah seorang alim besar yang terkenal memiliki kecepatan dan kualitas hafalan yang luar biasa. Bahkan hanya dengan sekali melihat teks saja, sudah langsung hafal. Namun, suatu ketika ia tidak meliki ingatan seperti biasanya. Ia pun mengadu kepada gurunya, Syekh Waki’ tentang persoalan melemahnya hafalan.
Sang guru berkata, “Sesungguhnya yang demikian itu disebabkan karena engkau telah melakukan perbuatan dosa, sehingga hal itu berdampak pada menurunnya kekuatan hafalanmu.” Imam Syafi’i segera melakukan introspeksi diri. Beliau pun akhirnya mendapati kesalahannya. Yaitu bahwa suatu kali mata beliau menatap betis seorang wanita yang tersingkap karena bajunya diterpa oleh angin. Itulah gerangan yang mengganggu kualitas hafalan beliau. (Baca juga: Doa Agar Mudah Menghafal Alquran)
Demikian pembahasan mengenai cara menghafal alquran. Semoga bisa bermanfaat. Referensi utama yang digunakan dalam penulisan konten ini adalah dari buku:
- Hafal Alquran dalam 60 Hari, karya Saiful Aziz.
- Balita pun Hafal Alquran, karya Salafudin AS.
REFERENSI TAMBAHAN:
- Ad-Darimi, Abdullah bin Abdurrahman Abu Muhammad. 1407 H. Sunan ad-Dārimi. Tahqiq: Fawwaz Ahmad Zamarli. Beirut: Darul Kitab Arabi.
- Ahmad, bin Hanbal. 1420 H/1999 M. Musnadul Imām Ahmad bin Hanbal. Tahqiq: Syu’aib Al-Arna’uth et. al. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin al-Husain. 1410 H. Syu’abul Īmān. Tahqiq: Muhammad Sa’id Basyuni Zaghlul. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah.
- al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Ju’fi. 1409 H/1989 M. al-Adabul Mufrad. Tahqiq: Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Beirut: Darul Basya’ir al-Islamiyah.
- _______. 1407 H/1987 M. Shahīh al-Bukhārī (al-Jāmi’ ash-Shahīh al-Mukhtashar). Tahqiq: Mushthafa Dieb al-Bugha. Beirut: Dar Ibni Katsir.
- al-Hajiri, Hamdan Hamud. 1428 H/2007 M. Aulādunā Kaifa Yahfazhūnal Qur’ān. Riyadh: Dar ash-Shumai’i.
- al-Hakim, Muhammad bin Abdillah an-Naisaburi. 1411 H./ 1990 M. al-Mustadrak ’Alash-Shahīhain. Tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha. Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah.
- al-Mulhim, Dr. Abdullah. 1428 H/2007 M. Haqqiq Hilmaka fī Hifzhil Qur’ān. Kuwait: al-Ibda’ al-Fikri.
- al-Mundziri, Abu Muhammad Abdul Azhim bin Abdul Qawiy. 1417 H. at-Targhīb wat Tarhīb minal Hadīts asy-Syarīf. Tahqiq: Ibrahim Syamsuddin. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah.
- al-Qazwaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdillah. Tt. Sunan Ibni Mājah. Tahqiq: Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Beirut: Darul Fikr.
- Amir, Usamah. 1428 H/2007 M. Halaqāt Tahfīzhil Qur’ān Ru’yah Manhajiyyah. Gizah (Mesir): Markazul I’lam al-Arabi.
- an-Nasa’i, Ahmad bin Syu’aib Abu Abdirrahman. 1406 H/1986 M. Sunan An-Nasā’ī (al-Mujtabā minas Sunan). Tahqiq: Abdul Fatthah Abu Ghuddah. Halb: Maktabul Mathbu’at al-Islamiyyah.
- _______. 1411 H/1991 M. as-Sunan al-Kubrā. Tahqiq: Dr. Abdul Ghaffar Sulaiman Al-Bandari. Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah.
- an-Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syarf. 1392 H. al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim bin al-Hajjāj. Beirut: Dar Ihya’it Turats al-Arabi.
- ath-Thabrani, Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub. 1404 H/1983 M. al-Mu’jam al-Kabīr. Tahqiq: Hamdi bin Abdul Majid as-Salafi. Mosul: Maktabatul Ulum wal Hikam.
- _______. 1415 H. al-Mu’jamul Awsath. Tahqiq: Thariq bin Iwadhullah dan Abdul Muhsin al-Husaini. Kairo: Darul Haramain.
- at-Turmudzi, Abu Isa Muhmmad bin Isa as-Sulami. Tt. Sunan at-Tirmidzī. Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir. Beirut: Dar Ihya’it Turats Al-Arabi.
- Bugis, Ammar. 2102 M. Qāhirul Mustahīl (Penakluk Kemustahilan), terjemahan Fuad Syaifudin Nur. Jakarta: Republika Penerbit.
- Mushhaful Madinah an-Nabawiyyah. 1421 H. al-Qur’ānul Karīm. Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd li-Thiba’atil Mushhaf Asy-Syarif.
- Muslim, bin al-Hajjaj Abul Husain al-Qusyairi an-Naisaburi. Tt. Shahīh Muslim (al-Jāmi’ ash-Shahīh). Beirut: Darul Jail.
- Nashr, Muhmmad Musa, Dr. 1423 H. Fadhā’ilul Qur’ān wa Hamalatihī fis Sunnah al-Muthahharah. Dammam (Saudi Arabia): Dar Ibnil Jauzi.
- Nuwabuddin, Abdurrabb, Dr. 1422 H/2001 M. Kaifa Tahfazhul Qur’ān. Riyadh: Dar Thuwaiq.
- Reyadh, Saad, Dr. 1428 H/2007 M. Kaifa Nuhabbibul Qur’āna li Abnā’inā. Kairo: Mu’assasah Iqra’.
- Sulaiman, Abu Daud bin Asy’ats as-Sijistani al-Azdi. Tt. Sunan Abī Dāwūd. Tahqiq: Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid. Beirut: Darul Fikr.
- Ulaiwah, Muna Sa’id. 2011 M. Kisahku dalam Menghafal Al-Qur’an (Qishshatī fī Hifzhil Qur’ān). Alih bahasa: Abdurrahman Kasdi, Lc. dan Abdullah MAZ Fuqoha. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
- Yaqub, Ali Musthafa. 1417 H/1996 M. Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!