Muslim Muda Era Rasulullah, Apa Peran Mereka? – Tidaklah layak suatu urusan diserahkan kepada mereka yang tidak berhak untuk memikulnya karena ketimpangan akan menghampiri di segala sisi. Nah, pada sejarah kenabian, kita mendapati para pemuda mendapatkan tugas dan tanggungan yang sebegitu berat.
Jika ditelisik, umur mereka seharusnya belum mampu untuk menanggung segala beban amanah yang terpikulkan. Tapi sepertinya, madrasah kenabian telah memberikan energi kecakapan kepemimpinan yang sebegitu matangnya.
Alasan-alasan pemilihan yang dilakukan oleh Nabi kepada para pemuda ini, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy dalam Syabâb Ash-Shahâbah-nya, adalah:
Pertama, kepercayaan Rasulullah kepada para sahabatnya dan keterlatihan mereka untuk menjaga kepercayaan yang diembankan ini.
Kedua, karena kaum muda memiliki banyak kecakapan serta ketersiapan mereka untuk memikul tugas yang tidak ringan.
Ketiga, memperlihatkan kecakapan, kesungguhan, dan kesiapan generasi muda sahabat untuk melakukan urusan-urusan besar.
Lalu, berbentuk apa sajakah urusan-urusan besar yang terpikulkan kepada generasi muda sahabat tersebut? Mari menelisik bersama. Inilah di antara bentuk-bentuk peran serta generasi muda yang termahkotakan kecemerlangan itu.
1 – Pada Imamah dan Kepemimpinan.
Ketika Nabi hendak mengangkat imam shalat untuk kaum yang datang kepada beliau, maka beliau menerapkan tolak ukur syariat. Beliau bertanya kepada mereka, siapa di antara mereka yang paling banyak menghafal Al-Qur’an. Dan, ternyata ia adalah Amru bin Salimah Al-Jarmi. Beliau pun mengangkatnya sebagai imam untuk mereka. Padahal ia masih muda. Dan selanjutnya terus berada di pundak Amru. Maka, seperti yang dikatakan oleh Amru sendiri, “Tidak sekalipun aku menyaksikan sekumpulan orang, kecuali akulah yang menjadi imam mereka. Aku juga menshalatkan jenazah mereka hingga hari ini.”
Engkau mungkin tidak menyadari nilai tanggung jawab ini, kecuali setelah ada informasi tambahan bahwa Amru adalah imam muda pertama bagi kaumnya di dalam Islam. Ia memimpin shalat seluruh anggota kaumnya tanpa terkecuali. Bukan sekadar imam di salah satu masjid dari sekian banyak masjid yang ada di satu wilayah. Terlebih yang memuliakan dirinya dengan tanggung jawab ini adalah nabi sendiri. Tentu semua itu menjadikan tanggung jawab ini berbeda dari berbagai bentuk tanggung jawab yang lain.
Pelajaran yang bisa diambil dari masalah ini adalah bahwa generasi muda tersebut mempunyai beberapa karakter yang membuat mereka layak mendapatkan beban tugas. Akan tetapi, bila si pemuda kurang berpengetahuan, tidak berpengalaman, tidak luas cakrawala berpikirnya, maka tidak diperkenankan baginya menangani urusan kaum muslimin yang tidak sanggup ia lakukan.
2 – Mengetahui Rahasia Kaum Muslimin.
Ketika Rasulullah datang ke kota Madinah, Zaid bin Tsabit adalah salah seorang generasi muda sahabat yang paling terdepan menuntut ilmu. Ia melibas anak-anak sebayanya dan mengungguli mereka dalam hal keilmuan.
Diriwayatkan dari Kharijah bin Zaid, ia menuturkan bahwasanya ayahnya, Zaid, bercerita kepadanya: Ketika Nabi tiba di kota Madinah, orang-orang membawaku menghadap beliau. Beliau takjub kepadaku. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah salah seorang anak dari kalangan bani An-Najjar. Ia telah menghafal belasan surat Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu.”
Baca juga: Atsar dan Peran Kita di Bumi-Nya
Beliau merasa takjub mendengarnya, lalu bersabda, “Wahai Zaid, pelajarilah kitab kaum Yahudi untukku. Sungguh demi Allah, aku tidak percaya dengan orang Yahudi untuk (mengurusi) suratku.”
“Maka aku pun mempelajari kitab mereka,” kata Zaid, “tidak berselang lima belas malam, hingga aku kemudian berhasil menguasainya. Akulah yang membacakan surat-surat kaum Yahudi yang dikirimkan kepada beliau. Dan aku juga yang membalasnya untuk beliau.”
Sungguh, tugas penting lagi berat dipikulkan kepada Zaid. Dengan itu, ia menjadi tahu apa saja jawaban Nabi untuk surat kaum Yahudi. Begitu juga sebaliknya, isi surat kaum Yahudi untuk beliau. Semuanya adalah rahasia-rahasia penting dalam sejarah kehidupan kaum muslimin. Zaid mengetahui semuanya ketika usianya belum genap dua puluh tahun. Rasulullah percaya akan sikap amanah dan kemampuan Zaid untuk menerjemahkan sabda beliau kepada kaum Yahudi dan menerjemahkan ucapan mereka kepada beliau sebagaimana aslinya. Benar-benar luar biasa.
3 – Penulisan Wahyu.
Tidak berhenti sampai di situ tugas yang diemban oleh Zaid bin Tsabit. Akan tetapi, lebih jauh lagi. Ia memasuki wilayah tugas yang lebih berat. Rasulullah memberinya amanah tugas yang lebih penting dari semuanya. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan segenap kaum muslimin, tidak hanya kehidupan manusia di zamannya saja, tapi kehidupan setelahnya, setelahnya, dan setelahnya lagi. Abu Bakar berkata kepada Zaid, “Wahai Zaid, kamu adalah pemuda yang cerdas. Kami tidak menaruh kecurigaan sedikit pun kepadamu. Kamu dulu menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Maka, telusurilah Al-Qur’an yang berserakan itu, dan kumpulkanlah menjadi satu.”
Seketika itu juga, Zaid merasakan beban tanggung jawab yang begitu berat, ia berkata, “Demi Allah, sekiranya aku dibebankan untuk memindahkan salah satu gunung, itu lebih ringan bagiku daripada perintah Abu Bakar bagiku untuk mengumpulkan Al-Qur’an.”
4 – Memimpin Pasukan.
Salah satu sikap agung yang memperjelas masalah ini adalah penunjukan Usamah bin Zaid sebagai panglima pasukan. Tugas berat nan agung yang barangkali tidak sanggup dipikul para senior mereka, apalagi anak muda yang masih hijau. Rasulullah mengutus Usamah untuk memimpin pasukan menyerang kabilah Huraqah dari kalangan suku Juhainah. Setelah itu, nabi juga mengirimkan pasukan lagi di bawah kepemimpinan usamah. Para sahabat yang lain sempat protes dengan pilihan Nabi ini. Tapi, Sang Nabi justru memberikan sanggahannya, “Jika kalian mencela kepemimpinannya, maka kalian juga mencela kepemimpinan ayahnya sebelumnya. Dan demi Allah, ayahnya sangat layak untuk memimpin. Ia adalah salah seorang yang paling aku cintai. Dan Usamah, adalah salah seorang yang paling aku cintai sesudah ayahnya.”
Rasululullah juga mengangkat Ali bin Abi Thalib untuk memimpin pasukan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imran bin Hushain, ia berkata, “Rasulullah mengirim pasukan. Beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpinnya. Lalu, Ali berangkat bersama pasukan perang tersebut.”
5 – Memimpin Pasukan Perang dan Membawa Panji.
Pada peristiwa Fathu Makkah, panji-panji perang dibawa oleh salah seorang pemuda paling pemberani, Ma‘qil bin Sinan Al-Asyja‘i. Salah seorang yang membawa panji-panji suku Juhainah pada waktu Fathu Makkah adalah juga seorang pemuda, yaitu Ma‘bad bin Khalid Al-Juhani. Pada perang Badar juga seorang pemuda yang membawa panji perang, yaitu Ali bin Thalib. Beliau juga mengutus seorang pemuda, yaitu Hamzah bin Amru Al-Aslami. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya.
Hamzah menuturkan bahwasanya Rasul mengangkat Hamzah sebagai pemimpin ekspedisi perang. Ia berkata, “Aku pun keluar bersama ekspedisi ini. Nabi berpesan, ‘Jika kamu bertemu dengan si fulan, maka bakarlah ia dengan api.’ Aku pun beranjak. Kemudian, beliau memanggilku. Aku kembali menghadap beliau. Beliau bersabda, ‘Jika kamu bertemu si fulan, maka bunuhlah ia dan jangan kamu bakar. Sebab, tidak boleh ada yang menyiksa dengan api, kecuali Dia Dzat Pemilik Api.’ Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengikuti manhaj dan metode dakwah ini. Pada pertempuran Yarmuk, ketika kaum muslimin bertemu musuh terberat mereka, yaitu kerajaan Romawi, maka Habib bin Maslamah salah seorang generasi sahabat termuda tampil sebagai pemimpin pasukan. Pada saat perang Tabuk, usianya baru sebelas tahun. Ia dikenal garang di kalangan musuh. Ia biasa dipanggil Habib Ar-Rum, karena seringnya masuk wilayah Romawi untuk menyerangnya.”
6 – Mengurus Harta.
Terkadang tanggung jawab itu berupa mengibarkan panji di pertempuran, atau memimpin ekspedisi perang. Itu adalah tanggung jawab yang tidak boleh dipikul, kecuali oleh orang yang benar-benar berhak menerimanya. Tetapi, terkadang tanggung jawab tidak berkaitan dengan kemiliteran, misalnya mengurus harta, yaitu dengan menjaga dan mendistribusikan harta tersebut. Tanggung jawab ini tidak lebih ringan dari yang sebelumnya. Dan, selama generasi muda sahabat layak menerima tanggung jawab ini, maka tak ada salahnya untuk membebani mereka dengan tugas ini. Karena itu, kaum muslimin menugaskan Zaid bin Tsabit untuk membagi harta rampasan perang (ghanimah) hasil dari peperangan Yarmuk.
Baca juga: Mudamu untuk Kejayaan Agamamu
Abu Bakar sendiri mengangkat salah seorang pemuda untuk menangani zakat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tusamamah bin Abdullah bin Anas, bahwasanya Anas pernah bercerita kepadanya, bahwasanya Abu Bakar pernah menulis surat untuknya ketika ia mengirimnya ke Bahrain: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah kewajiban shadaqah (zakat) yang diwajibkan oleh Rasulullah atas kaum muslimin.
7 – Memegang Jabatan Hisbah.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, ia mengangkat salah seorang pemuda untuk menduduki jabatan Hisbah (pengawasan) di pasar Madinah, yaitu As-Sa’ib bin Yazid. Ia dibantu oleh Sulaiman bin Abi Khaitsamah dan Abdullah bin Utbah bin Mas‘ud.
Prestasi-prestasi di atas membawa beberapa pesan. Pertama, generasi muda mempunyai kemampuan untuk mengemban tanggung jawab dan tugas berat, berbeda dengan yang kita persepsikan dengan keadaan para pemuda sekarang ini. Kedua, generasi muda sahabat memiliki sifat amanah, kualitas pendidikan dan kemampuan, sehingga mendorong kaum muslimin untuk membebani mereka dengan tanggung jawab yang sedemikian besar. Sedangkan Nabi dan para sahabat tidak mungkin gegabah dalam membebankan tugas kepada orang yang sekiranya tidak mampu. Ketiga, tanggung jawab. Selain membiasakan kepercayaan dan sikap amanah, ia juga membiasakan prestasi kerja dan energi luar biasa yang dimiliki oleh generasi muda sahabat tersebut. Tanggung jawab itu berimbas pada adanya perasaan akan beban dan keharusan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan. Dari beberapa penuturan tersebut, kita harus mengerti, bahwa memberikan kesempatan kepada para pemuda adalah dalam rangka untuk menghadirkan pelatihan-pelatihan kepemimpinan bagi mereka, serta mensinambungkan tongkat kebangkitan yang bernama kaderisasi. Di jalan pewaris nabi, terrangkailah kebangkitan dengan banyaknya kuncup-kuncup baru yang segar dan berdaya tegar tinggi. Dan kita menamainya dengan kalimat: kader dakwah.[]
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!