Al-Qur’an, setiap ayat-ayat dalam setiap surat selalu memiliki korelasi yang teramat kuat. Setiap surat yang tertera selalu memiliki pula tema dan tujuan tertentu. Bahkan, terkadang setiap ayat dalam satu surat terlihat tak memiliki kaitan dengan ayat yang lainnya. Akan tetapi, bila dicermati lebih mendalam akan tercipta kesadaran bahwa terdapat kaitan yang sangat erat nan menakjubkan.
Begitulah, seluruh surat yang terdapat dalam Al-Qur’an senantiasa memiliki satu tujuan yang jelas. Tak hanya itu, seluruh surat senantiasa memiliki keterkaitan, bahkan dengan surat yang tertera di sebelum dan sebegitu pula sesudahnya.
Hal ini menandakan bahwa ayat-ayat yang berkaitan di dalam surat, dan surat-surat yang berkaitan dengan surat-surat yang lainnya, menggambarkan keterkaitan yang sangat erat di keseluruhan Al-Qur’an.
Al-Qur’an, dengannya kita harus ikhlas dalam membacanya dan dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah. Bukan untuk selainnya.
Saat membacanya, rasakanlah diri seakan-akan berdialog dengan-Nya dan menekuri kitab-Nya. Membacanya seakan-akan Dia sedang melihat kita. Walaupun kita belum bisa melakukannya, sungguh Dia benar-benar sedang memerhatikan kita. Bacalah Al-Qur’an dengan penuh kekhusyukan. Tadabburilah ia. Penuhilah diri dengan rasa ketawadhu’an. Maka, di saat diri membacanya, hati akan terasa lapang dan penuh denan sinar-Nya. Jiwa akan terasa tenteram.
Lebih dalam lagi, berusahalah untuk menangis, karena menangis saat membaca Al-Qur’an adalah kebiasaan ahli ilmu dan orang-orang shalih.
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra [17]: 109)
Jangan lupa pula untuk memperbagus suara saat melantunkannya. Akan tetapi, jangan sampai keluar dari kaidah cara baca yang benar. Yang seharusnya panjang tetap dipanjangkan. Begitu pula yang seharusnya pendek, tetap dipendekkan.
Al-Qur’an, ia adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad secara mutawattir, dan membacanya adalah ibadah. Bukanlah Al-Qur’an itu makhluk, seperti prasangka pembela Mu’tazilah, ataulah ia perkataan Muhammad sendiri seperti kira para orientalis. Akan tetapi, sungguh, ia benar-benar firman Allah. Diturunkan kepada Rasulullah Muhammad dengan lewat wahyu yang jelas, dibawa turun seorang utusan dari jenis malaikat, yaitu Jibril, kepada seorang utusan dari jenis manusia. Disusunnya ayat-ayat Al-Qur’an dengan rapi dan dijelaskan secara terperinci, berisi nilai-nilai kebenaran.
Al-Qur’an, mukjizat bagi Rasulullah Muhammad. Setiap Nabi, yang diturunkan Allah memiliki mukjizat sebagai tanda kenabiannya sesuai dengan zaman dan kebutuhan masyarakat waktu itu.
Allah selalu menantang setiap kaum dengan sesuatu yang mereka kuasai dan mereka banggakan. Mukjizat ini ada yang bersifat empirik dan ada yang bersifat aqliah. Kebanyakan mukjizat Bani Israel bersifat empirik, dan mukjizat nabi umat Muhammad bersifat aqliah.
Sebagaimana mukjizat Nabi Musa adalah tongkat yang bisa berubah menjadi ular, karena penduduk mesir dan Fir’aun penguasa mereka, sangat mengagung-agungkan sihir.
Sedangkan syariat Islam bersifat abadi dan universal, maka mukjizatnya pun bersifat aqliah dan abadi agar dapat disaksikan oleh orang-orang yang mempunyai pikiran.
Terbukti ribuan tahun setelah turunnya Al-Qur’an, mukjizat itu tidak berubah. Umat manusia sekarang semakin menghargai budaya intelektual, mencintai ilmu pengetahuan. Semua ini semakin memberi bukti kekekalan mukjizat Al-Qur’an yang berlaku sepanjang masa. Kekalnya mukjizat, kata Al-Ghazali, yaitu adanya kontinuitas ketidakmampuan manusia untuk membuat hal serupa.
Perhatikanlah bagaimana serasinya tiap-tiap jalinan huruf-huruf dalam Al-Qur’an. Indahnya ungkapan-ungkapannya. Manisnya gaya bahasanya. Teraturnya ayat-ayatnya.
Al-Qur’an telah mencapai puncak tertinggi yang tidak sanggup kemampuan bahasa manusia untuk menghadapinya. Al-Qur’an memuat segala bentuk susunan bahasa yang terbaik. Di saat yang sama, kita tentu tak bisa menyebutnya sebagai syair atau sajak, karena tentu ia lebih tinggi dari itu semua. Dan ia hanya bisa disebut sebagai kalamullah.
Al-Qur’an, ia akan menyucikan jiwa kita dengan tauhid. Membebaskan diri dari penghambaan selain Allah menuju hanya kepada Allah saja. Dengan perintah shalat, puasa, zakat dan haji, semuanya merupakan latihan untuk mengasah jiwa dan mengendalikan hawa nafsu.
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ruhul Amin (Jibril), ke dalam hati-hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syuara: 192-195)
Al-Qur’an, ia adalah kitabun naba wal akhbar (kitab berita dan kabar). Tentu, di dalamnya kita mendapati sekian banyak kabar berita tentang masa depan, yaitu hari akhirat dan juga kisah-kisah masa lampau, seperti para Nabi dan Rasul serta orang-orang shalih dan juga kaum-kaum yang mengingkari keesaan-Nya. Kisah-kisah masa lalu berfungsi sebagai kisah untuk diambil pelajaran, sedangkan kisah masa depan sebagai persiapan dan peringatan serta mendorong diri ini untuk lebih giat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Al-Qur’an, ia adalah kitabul hukmi was syari’at (kitab hukum syariat). Di dalamnya kita bisa menyelami hukum-hukum syariat yang harus dijalankan untuk mewujudkan kemashalatan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Baca Juga: Al-Qur’an: Mukjizat Penenteram Hati
Al-Qur’an, ia adalah kitabut tarbiyah (kitab tarbiyah). Al-Qur’an mendidik jiwa-jiwa manusia menjadi jiwa-jiwa yang mempunyai kemuliaan diri, mandiri, bebas dari penghambaan sesama makhluk, bermasyarakat, beradab dan tahu nilai-nilai murni sebagai manusia yang berperan sebagai khairu ummah.
Al-Qur’an, ia adalah minhajul hayah (pedoman hidup). Allah memerintahkan agar kita menerima Al-Qur’an dengan tidak ragu-ragu dan meyakini kebenarannya, sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Al-Qur’an adalah petunjuk, cahaya, tuntunan hidup manusia, yang akan mengantarkan setiap manusia dari kegelapan menuju terang, dari kejahiliyahan menuju cahaya iman.
Saat wahyu turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu dan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an. Beliau ingin agar Al-Qur’an dan hadits tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk serta kekeliruan.
Jadi, sudahkah kita menikmati hidup dengan mengakrabi Al-Qur’an?
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!