Hajar aswad, sesuai penjelasan dari riwayat Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hajar aswad adalah janji Allah, barang siapa mengusapnya maka ia telah berbaiat kepada Allah SWT.” (HR Dailami)
Dari Akramah dijelaskan bahwa sesungguhnya hajar adalah janji Allah di bumi, barang siapa tidak menjumpai baiat kepada Nabi saw. lalu ia mengusap rukun maka sama dengan berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pengertian Hajar Aswad
Hasan al-Bashri lebih lanjut menjelaskan bahwa rukun adalah janji Allah di bumi, orang yang mengusapnya sama dengan mengusap kepada orang lain, barang siapa tidak menjumpai baiat Rasulullah saw., tetapi mengusap hajar maka sama dengan telah berbaiat kepada Allah SWT.
Rasulullah saw. bersabda, “Hajar aswad adalah janji Allah di bumi, barang siapa mengusapnya maka ia telah berbaiat kepada Allah dan tidak akan bermaksiat kepada-Nya.”
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya mengusap hajar aswad dan rukun akan menghapus kesalahan.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban)
Keutamaan Hajar Aswad
Dari Abu Sa’id berkata bahwa ketika berhaji bersama Umar bin Khaththab ketika thawaf menghadap hajar aswad ia berkata, “Sungguh, aku tahu kamu adalah batu tidak memberi madharat dan manfaat, seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah saw. menciummu maka aku tidak akan melakukannya.” Kemudian, ia menciumnya.
Ali r.a. pun berkata kepada Umar r.a., “Wahai Amirul Mukminin, sungguh ia memberi madharat dan manfaat.”
Umar bertanya, “Bagaimana?”
Ali r.a. menjawab, “Ada penjelasannya di dalam Al-Qur’an.”
Umar bertanya lagi, “Ayat yang mana?”
Ali menjawab, “Firman Allah SWT,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami) …’ (QS al-A‘rāf [7]: 172), Allah telah menciptakan Adam a.s., mengusap punggungnya. Memastikan bahwa Allah adalah Tuhannya dan mereka adalah hamba-Nya sehingga Allah mengambil janji dan menulis di kertas halus. Hajar aswad itu memiliki dua mata dan satu lidah, lalu Allah berfirman kepadanya, ‘Buka mulutmu!’ Lalu, hajar aswad membukanya dan menelannya. Allahlalu berfirman, ‘Bersaksilah bagi yang memenuhi janjinya pada hari Kiamat!
Sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Akan diberikan pada hari Kiamat hajar aswad, ia memiliki lidah yang fasih yang bersaksi atas orang mukmin yang mengusapnya. Wahai Amirul Mukminin, ia itu memberi madharat dan manfaat.”
Lalu, Umar r.a. berkata, “Aku berlindung kepada Allah hidup di tengah kaum, sedangkan engkau tidak ada di sana, wahai Abu Hasan.” (HR al-Azraqi dan Hakim)
Dari Abis bin Rabiah dari Umar bahwa dia datang mencium hajar aswad lalu menciumnya dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu kamu adalah batu tidak memberi madharat dan manfaat, seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu maka aku tidak akan melakukannya.”
Keajaiban Hajar Aswad
Dalam sebagian kisah, Umar r.a. membaca firman Allah SWT, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ….” (QS al-Ahzāb [33]: 21), kemudian Ubai bin Ka’b berkata kepadanya, “Sesungguhnya batu itu memberi madharat dan manfaat, ia akan datang pada hari Kiamat memiliki lidah yang fasih yang bersaksi terhadap orang yang menciumnya dan mengusapnya. Itulah manfaatnya.”
Sekarang jelas bahwa tujuan mencium hajar aswad adalah janji Allah di bumi, barang siapa tidak menjumpai Rasulullah lalu ia mengusapnya maka sama dengan telah berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal itu laksana prajurit bersalaman kepada rajanya, rakyat mencium tangan raja, ia menjadi saksi atas kesetiaan seorang mukmin, dan saksi atas kekafiran orang kafir.
Oleh karena itu, para ulama menjelaskan alasan orang-orang ketika mengusap hajar aswad berkata, “Ya Allah ini karena percaya kepada-Mu, percaya pada kitab-Mu, dan setia pada janji kepada-Mu.”
Dari Husain bin Ali r.a. diriwayatkan bahwa ketika Allah mengambil janji-Nya, Dia berikan janji itu pada hajar aswad. Bagi orang yang mengusapnya berarti ia telah melaksanakan ungkapan janji setia.”
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah, bahwa Allah akan membangkitkan hajar aswad pada hari Kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat, lidah yang dapat berbicara, bersaksi atas orang mengusapnya yang dilakukannya dengan hak.”
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa hajar aswad adalah permata dari surga, hitam karena dosa orang-orang musyrik, akan dibangkitkan pada hari Kiamat sebesar Gunung Uhud, akan menjadi saksi terhadap orang yang mengusap dan menciumnya.
Dari Aisyah r.a. saksikan bahwa hajar aswad adalah batu mulia, akan datang sebagai pemberi syafaat, yang lisan dan dua bibirnya bersaksi atas orang yang mengusapnya. (HR Thabrani)
Dari Anas r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hajar aswad adalah batu dari surga.“ (HR Ibnu Jauzi dan Thabrani)
Dari Ibnu Abbas r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hajar aswad berasal dari surga, lebih putih dari salju, menghitam karena dosa-dosa orang musyrik.”
Dari Ali bin Abu Thalib r.a. saat thawaf bersama Rasulullah saw. ia berkata, “Demi engkau, bapak, dan ibuku, wahai Rasulullah, apakah sebetulnya batu ini? Nabi saw. menjawab, “Itu adalah batu dari surga yang Allah turunkan di bumi. Bersinar seperti sinarnya matahari, tetapi kemudian menghitam karena disentuh oleh orang-orang musyrik.”
Dari Ibnu Abbas r.a. Nabi saw. bersabda, “Hajar aswad turun dari surga yang sangat putih warnanya, tapi kemudian menghitam karena dosa-dosa bani Adam.” (HR Turmudzi)
Ada orang yang bertanya, “Andai saja batu itu menghitam karena dosa orang-orang musyrik, bukankah harusnya keimanan orang-orang mukmin dapat memutihkan?”
Ibnu Qutaibah menjawab pertanyaan itu. Andai Allah berkehendak tentu iya. Tidakkah engkau tahu bahwa warna hitam itu mewarnai, sedangkan warna putih diwarnai. Lebih lanjut Ibnu Jauzi menjelaskan bahwa bekas dan pengaruh dosa warna hitam itu lebih membekas untuk dijadikan pelajaran, seperti membekasnya warna hitam di batu maka pengaruhnya akan lebih kuat. Dengan demikian seseorang akan berusaha untuk menjauhinya.
Pertanyaan selanjutnya, “Mengapa yang menghitam adalah hajar aswad, bukan meliputi benda-benda yang lain?”
Sesungguhnya fitrah manusia, adalah fitrah percaya dan iman kepada keesaan Allah SWT. Setiap yang terlahir dalam keadaan fitrah berwarna putih. Ia menghitam karena dosa. Demikian juga batu, ia menghitam karena dosa manusia.
Baca Juga: Keajaiban Air Zam Zam
Sebagian yang lain menjawab bahwa batu itu menghitam karena pernah terbakar dua kali, sebelum masa kedatangan Islam dan sesudahnya. Diriwayatkan bahwa dulunya sebelum terbakar batu berwarna putih.
Pendapat yang lain seperti dari Naufal bin Muawiyah ad-Dilami menyatakan bahwa ia menyaksikan batu itu pada masa Abdul Muthalib dulu berwarna putih.
Melihat berbagai versi riwayat kiranya perlu menggabungkan di antara hadits-hadits tersebut guna mendapatkan makna yang sesuai. Jadi, bisa disimpulkan bahwa batu itu ketika diturunkan Allah SWT dari surga hilang sinarnya. Artinya, dulu sinarnya mengitari antara langit dan bumi, tetapi kemudian menghitam warnanya karena dosa manusia. Bertambah hitam lagi selepas terjadi kebakaran, sebagaimana diterangkan dalam buku Bahrul Amiq. Kebakaran terjadi pada masa pra-Islam atau jahiliah dan masa Islam. Pertama, pra-Islam terjadi ketika Ka‘bah diharumi dengan dupa oleh seorang perempuan dan tiba-tiba api mengenai satir Ka‘bah hingga akhirnya membakar sudut, yaitu sudut hajar aswad itu berada. Kedua, pada masa Islam, yaitu pada era Ibnu Zubair.
Ada tambahan penjelasan lain terkait beberap versi riwayat yang mengatakan bahwa ‘hajar aswad’ berasal dari permata dari surga, riwayat yang lain mengatakan berasal dari batu surga, dan yang lain berasal dari batu api. Jawabannya, riwayat-riwayat tersebut bisa dipadukan bahwa hajar aswad itu berasal dari permata surga, sedangkan batu api berasal dari permata juga.
Referensi:
- Kerinduan Melangkah ke Tanah Suci, kitab karya Imam Zainul Abidin Mar’i bin Yusuf
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!