Strategi Politik Rasulullah – Para sejarawan membagi periode awal Islam menjadi periode Mekah dan periode Madinah. Periode Mekah merupakan peletakan dasar-dasar agama tauhid dan pembentukan akhlak yang mulia. Sementara periode Madinah menandai kemunculan Islam sebagai sebuah entitas sosial dan politik. Semenjak itu Rasulullah saw tidak hanya berperan sebagai pemimpin keagamaan tetapi juga pemimpin dalam bidang sosial dan politik.
Kemecerlangan Rasulullah saw dalam memimpin entitas sosial dan politik umat Islam tidak lagi diragukan. Beliau berhasil meletakkan dasar-dasar berdirinya sebuah masyarakat berperadaban yang kemudian memberi pengaruh signifikan bagi sejarah dunia. Keberhasilan beliau tidak terlepas dari langkah-langkah brilian yang diambil dalam menyikapi setiap kondisi sosial dan perpolitikan.
Langkah Politik Rasulullah saw
Ada beberapa langkah politik yang diambil Muhammad saw dalam upayanya membentuk masyarakat muslim yang kuat dan berperadaban semenjak beliau berhijrah ke Madinah. Setiap langkah disesuaikan dengan kondisi sosial yang ada sehingga memberikan hasil yang memuaskan.
1. Mencari wilayah politik yang kondusif
Sangat tidak mungkin membangun sebuah masyarakat islami di kota Mekah. Kondisi sosial dan struktur politik yang ada tidak memberi ruang bagi Rasulullah saw untuk melakukan perubahan baik secara struktural maupun radikal. Sebab itu Rasulullah saw memerlukan sebuah wilayah baru yang lebih kondusif bagi pembentukan masyarakat Islam.
Beliau pernah mendatangi Thaif untuk melakukkannya, tetapi berbuah kegagalan lantaran penolakan penduduknya. Jalan mulai terbuka tatkala dua kali kedatangan jamaah haji dari Yatsrib membuahkan komitmen mereka untuk memeluk dan membela Islam. Benih masyarakat muslim mulai tersemai begitu Rasulullah saw mengirim Mush‘ab ibn Umair ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam pada penduduknya. Namun Rasulullah saw masih tetap tinggal di Madinah menunggu keputusan Allah.
Baca juga: Strategi Copywriting Terbaik
Hingga akhirnya Allah memberi izin bagi Rasulullah saw untuk berhijrah ke Yatsrib, menyusul beberapa sahabat yang sudah lebih dahulu berhijrah ke sana. Banyak penduduk Yatsrib sudah masuk Islam melalui dakwah Mush‘ab ibn Umair. Sehingga hijrah Rasulullah saw ke sana disambut dengan sangat baik. Di wilayah yang baru inilah Rasulullah saw mulai membangun sebuah masyarakat dan melakukan kebijakan-kebijakan politik.
2. Visi pembentukan kota berperadaban
Sesampainya Rasulullah saw di Yatsrib, peta perpolitikan mulai mengalami pergeseran. Di sana Rasulullah saw memiliki ruang untuk membangun masyarakat. Maka visi membentuk kota dan pemerintahan yang berperadaban pun mulai dicanangkan. Penggantian nama Yatsrib menjadi Madinah yang dilakukan oleh Rasulullah saw menandai hal ini.
Madinah Munawwarah secara harfiah artinya “kota yang bercahaya”. Madinah memiliki akar kata “din” yang artinya agama dan ketundukan. Ini merupakan maklumat bahwa kota tersebut dengan namanya yang baru dibangun atas dasar agama tauhid dan ketundukan pada Allah swt. Madinah juga mempunyai keterkaitan dengan kata “tamaddun” yang berarti peradaban. Dengan demikian kota tersebut merupakan pusat peradaban sebuah masyarakat yang beradab.
3. Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Strategi politik Rasulullah berikutnya adalah tentang ukhuwah. Dalam upayanya membangun sebuah masyarakat baru yang berperadaban, yang dilakukan oleh Muhammad saw pertama kali adalah mengikat tali persaudaraan antara umat muslim yang datang dari Mekah (Muhajirin) dengan umat muslim yang merupakan penduduk Madinah (Anshar). Ikatan persaudaraan ini penting adanya karena dua kaum tersebut akan bersama-sama menjalani kehidupan di Madinah serta bersama pula membela Islam. Maka, kesolidan langkah mereka yang didasari oleh ikatan persaudaraan adalah keniscayaan.
4. Memprakarsai piagam Madinah
Strategi politik Rasulullah berikutnya adalah tentang piagam Madinah. Setelah mempersaudarakan antar sesama muslim, Rasulullah saw memandang perlu menciptakan suasana kota Madinah yang aman, damai, dan tenteram. Berhubung di dalam kota Madinah terdapat pula kaum Yahudi dan beberapa kelompok lain yang belum menyatakan masuk Islam, diperlukan adanya suatu kesepakatan tertulis yang menjamin setiap kelompok tinggal di dalam kota tersebut dengan aman. Maka Rasulullah saw mencetuskan piagam Madinah.
Piagam ini melibatkan semua pimpinan suku di dalam kota Madinah, tak terkecuali suku Yahudi, untuk menandatanganinya. Piagam ini mengatur bahwa semua kelompok memiliki hak dan kewajiban serta bersama-sama musti berkomitmen untuk menciptakan perdamaian di kota Madinah. Dalam piagam ini juga disebutkan sanksi yang akan diterima oleh pihak yang melanggar isi kesepakatan. Belakangan suku Yahudi melanggar isi piagam Madinah sehingga meletuslah beberapa perang.
5. Diplomasi politik perjanjian Hudaibiyah
Selain berhasil menata urusan dalam negeri, Rasulullah saw juga membuat langkah bagus dalam politik luar negerinya. Kaum musyrik Quraisy adalah ancaman luar nomor satu bagi keamanan masyarakat muslim di Madinah. Dalam meladeni ancaman musyrik Quraisy, meletus beberapa perang yang menguras banyak energi, dana, dan tentunya sumber daya manusia. Sebab itu diperlukan sebuah pendekatan yang lebih efektif guna menghentikan ancaman Quraisy tanpa mengorbankan jumlah nyawa yang lebih banyak lagi.
Atas pertimbangan tersebut dicobalah sebuah gencatan senjata melalui perjanjian Hudaibiyah. Awalnya tidak mudah membawa Quraisy ke meja perundingan. Rasulullah saw harus terlebih dahulu mengajak sebanyak-banyaknya umat muslim Madinah berumrah ke Mekah. Sementara di pihak Quraisy, mereka bersikeras agar umat muslim tidak boleh masuk kota Mekah. Namun untuk menghalangi masuknya umat muslim ke kota Mekah dengan cara kekerasan fisik tidak berani dilakukan Quraisy karena jumlah yang banyak tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan Quraisy terpaksa masuk juga ke meja perundingan. Beberapa isi perjanjian yang disepakati sekilas tampak lebih berpihak kepada Quraisy. Namun kesan ini ternyata berkebalikan pada faktanya, karena sejumlah kesepakatan yang sekilas menguntungkan Quraisy itu malah menjadi bumerang bagi mereka. Popularitas kaum muslim semakin meningkat dan semakin mendapatkan banyak dukungan bahkan dari banyak penduduk Mekah sendiri. Perjanjian Hudaibiyah ini menjadi sebuah kemenangan diplomasi politik Rasulullah saw.
6. Pengiriman surat diplomatik
Strategi politik Rasulullah berikutnya adalah pengiriman surat diplomatik. Langkah politik luar negeri Rasulullah saw tidak berhenti hanya pada perjanjian Hudaibiyah. Setelah itu beliau mengirim utusan-utusan kepada sejumlah pemimpin di Romawi, Persia, Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia. Utusan-utusan tersebut dibelaki dengan surat resmi kenegaraan dari Rasulullah saw, yang berisi ajakan untuk masuk Islam.
Beberapa pemimpin menyambut baik surat Rasulullah saw, seperti raja Najasyi di Abisinia dan al-Mundzir di Bahrain. Namun ada juga yang menolak dengan kasar, seperti Kisra di Persia dan penguasa Oman. Apapun respon yang diberikan oleh para pemimpin tersebut, langkah diplomatik ini memberikan manfaat yang signifikan dimana keberadaan Madinah mulai diakui dan disegani di kawasan tersebut. Daya tawar politik Muhammad saw sendiri juga semakin diperhitungkan. []
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!
