Story Selling – Beberapa malam terakhir dengan membaca beberapa karya Russel Brunson. Selain trilogi Secrets-nya, saya kemudian melahap juga beberapa materi lain, seperti Funnelology Masterclass serta Expert Upgrade yang di dalamnya terdapat materi Story Selling.
Nah, inilah yang akan kita bahas kali ini. Tema menarik mengenai seni bercerita yang menghasilkan penjualan (Story Selling).
Apa Itu Story Selling?
Salah satu hal fundamental untuk berjualan online adalah menggunakan satu framework sederhana yang bernama: Hook – Story – Offer. Semua aktivitas beriklan kita hanya terdiri atas tiga hal di atas. Kalau proses funneling kita tidak berjalan dengan baik, pasti salah hook-nya, story-nya, ataupun offer-nya. Sesimpel itu.
Lalu, apa itu story selling? Akan kita temukan jawabannya nanti. Lanjutkan saja membaca postingan ini, ya. Ini tampilan beberapa buku karya Russel Brunson yang saya baca.
1. Hook
Hook adalah apa pun yang menarik perhatian audiens. Ketika kita sedang scrolling nggak jelas, lalu terhenti sekita ketika melihat sebuah headline, atau image dengan stopping point yang begitu kuat, itulah hook.
Fungsi hook adalah sebagai mukadimah, agar audiens terhenti dan mau untuk menikmati strategi kedua yang bernama Story.
2. Story
Yap, inilah bagian krusialnya. Kabarnya sih, orang-orang sekarang gak suka dijualin, tapi suka belanja. Gak suka diiklanin, tapi suka diceritain. Apa pun itu, story menjadi komoditi panas sekarang ini. Semua orang membahas story (story telling). Yang terlupa, mereka tidak menjelaskan dengan detail bagaimana membuat story selling (istilah yang digunakan oleh Russel Brunson bukan story telling tetapi story selling).
Dalam membuat story, Russel memberikan tiga kaidah penting mengapa story penting untuk aktivitas selling.
Pertama, story secara dramatis akan meningkatkan value atas offer yang nantinya kita berikan.
Betapa bagusnya offer yang kita berikan, kalau audiens tidak terikat emosinya dan kita tak berhasil membangun story yang bagus untuk mengoyak-ngoyak caranya membuat keputusan, maka kita akan gagal. Oleh karena itu, story adalah elemen terkuat dalam framework ini.
Kedua, story berperan penting untuk membangun koneksi antara audiens dengan brand, bahkan dengan kita sebagai brand owner. Logikanya begini: bahkan ketika audiens tidak langsung mengiyakan offer kita saat ini atau hari ini, paling tidak audiens akan aware kepada kita, karena kita menawarkan koneksi yang kuat lewat story yang kita bangun tersebut.
Jadi, apabila kali lain kita melakukan offer, mereka sudah tahu ‘bahwa kita ada dan bisnis kita ada’. Langkah ini akan relatif memangkas usaha keras untuk memperkenalkan siapa diri kita atau apa bisnis kita kepada audiens.
Akan tetapi, sebelum membuat story, ada dua hal lagi hal penting yang harus kita perhatikan.
Pertama, siapakah dream customer kita dan yang kedua adalah di mana mereka ‘berkumpul’. Dalam dunia digital, berarti ada dua:
- Interest-based congregations: berarti di forum-forum media sosial tertentu.
- Search-based congregations: berarti di kata kunci yang berada di mesin peramban seperti Google.
Itulah mengapa, Russel Brunson selalu menyarankan kita membuat The Dream 100, sebuah list yang berisi di mana saja ‘dream customer’ kita berada. Misalkan: di media sosial apa saja, grup FB aja saja, dan sebagainya.
Cara Membuat Story Selling
Kembali lagi tentang bagaimana membangun story. Normalnya, ada delapan langkah menciptakan story yang bisa membangun koneksi dan menciptakan emosi sesuai dengan yang kita harapkan.
- The Backstory. Latar belakang mengapa kita tertarik untuk memulai journey ini.
- Your Desires. Apa yang ingin kita capai? Proses struggling secara internal dan eksternalnya apa saja?
- The Wall. Masalah apa yang kita hadapi dan menghalangi perjalanan?
- The Epiphany. Kesempatan baru apa yang dihadirkan dari segala permasalahan tersebut?
- The Plan. Apa rencana kita untuk menggapai kesempatan baru tersebut?
- The Conflict. Pengalaman apa saja yang sudah kita gapai untuk mewujudkan kesemaptan baru tersebut.
- The Achievement. Apa saja hasil yang sudah kita gapai?
- The Transformation. Transformasi apa yang sudah kita rasakan setelah berhasil menggapai kesempatan baru tersebut.
Saya yakin kamu masih bingung dengan cara menciptakan story tersebut. Lain kali kita bahas lebih rinci disertai beberapa contoh, ya. Karena setiap iklan, setiap story yang diusung atas sebuah konsep, baik untuk brand, brand owner, maupun secara parsial setiap iklan, akan membutuhkan penanganan yang berbeda. (Baca juga: Panduan Lengkap Belajar Copywriting)
3. Offer
Kalau Hook berfungsi untuk menjerat atensi audiens dan story berperan sebagai pengolah emosi audiens, maka offer tentu saja memiliki kegunaan sebagai senjata pamungkas: yakni melakukan penawaran.
Offer di sini bisa apa saja, tergantung dari kebutuhan iklan yang sedang kita lakukan. Bisa saja hanya berupa klik tombol subscribe, follow, masukkan alamat email, bahkan klik tombol beli. Jadi, offer tak melulu soal harus membeli. Karena terkadang kita hanya ingin building list, bukan agar barang kita laku terjual saat itu juga.
Ada beberapa kaidah dalam offer ini.
Pertama, audiens mengambil keputusan atas offer yang kita tawarkan ketika memenuhi dua hal: menjauh dari pain dan mendekati pleasure. Misalkan, capek miskin itu kategorinya menjauhi pain, ingin berpenghasilan Rp10 juta per bulan berarti kategorinya mendekati pleasure. Jadi, kita harus memahami kaidah ini dengan baik mengenai angle apa yang kita gunakan dalam beriklan.
Kedua, audiens menginginkan Kesempatan Baru, bukannya Pengembangan Diri ke arah yang lebih baik. Mengapa? Mengembangkan diri ke arah yang lebih baik itu berat, butuh proses, dan audiens tak ingin berada di fase itu. Mereka ingin Kesempatan Baru, yang akan membuat mereka bergairah untuk mengejarnya karena kesempatan yang baru tersebut memiliki harapan yang tinggi untuk membuat mereka hidup lebih baik.
Itu artinya, audiens lebih suka dengan Ambisi daripada sekadar Keinginan. Bagusnya lagi, ketika kita menawarkan Kesempatan Baru, kita akan terjauh dari penawaran yang bersifat komoditas alias harga yang murah. Dengan menggunakan formula Kesempatan Baru, kita akan bisa memberikan harga sesuai dengan keinginan kita dan rata-rata audiens tidak akan menolak dengan harga tersebut karena mereka tidak bisa membandingkan harga tersebut dengan produk lainnya.
***
Secara sederhana, bila iklan kita tidak berhasil, semua bermuara kepada tiga hal di atas. Pasti hook-nya tidak keren, story-nya nggak asyik, atau offer-nya tidak cukup menarik.
Incoming search terms:
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!