Personal Branding – Kuatnya personal branding berarti menjadi sangat mencolok di antara riuhnya jagad human capital. Semakin kuat brand-mu, akan semakin kuat kemencolokan itu. Dalam kenyataan dunia sekarang, personal branding lebih kuat dan berarti daripada apapun bentuk dari sebuah talenta yang dipunyai oleh orang lain.
Kenapa?
Karena mass market tak lagi bisa membedakan antara branding dan talent. Saat diri kita menjadi sebuah brand, berarti kita sedang menunjukkan sisi paling spesial kita kepada mass market. Artinya, kita harus memiliki hal-hal istimewa yang bisa ditawarkan, konsisten, dan juga meaningful di saat bersamaan.
“We are CEOs of our own companies: Me Inc,” kata Tom Peters, “to be in business today, our most important job is to be head marketer for the brand called: YOU.”
Segera temukan apa yang istimewa dari diri kita. Kembangkan sebaik mungkin. Entah itu bermusik, berolahraga, menulis, grafis. Ambil salah satu, kembangkan hingga maksimal. Setelah tahu kekuatan diri, tawarkan. Jangan hanya diam dan menunggu keberuntungan. Tawarkan kepada publik bahwa kita memiliki kemampuan istimewa. Tawarkan dengan cara yang unik, dan juga secara terus menerus.
Lambat laun, akan banyak orang menemukan dan menempatkan diri kita sebagai top of mind atas kemampuan itu. “If you’re good at something,” kata Joker dalam trilogi Batman-nya Christopher Nolan, “don’t do it for free.”
Apa Itu Personal Branding
Personal branding adalah merek diri. Jadi, seseorang yang memiliki personal branding yang kuat berarti memiliki merek atau citra diri yang kuat. Ada teman kita yang kita kenal sebagai desainer grafis andal. Ada teman kita yang kita kenal sebagai gitaris jempolan. Nah, itulah personal branding.
Contoh Personal Branding
Contoh personal branding yang bagus adalah yang digunakan oleh founder startup Elon Musk. Ia terkenal sebagai ahli teknologi, entrepreneur yang sukses, dan tentu saja iron man dalam dunia nyata.
Tujuan Personal Branding
Tujuan dari personal branding adalah untuk memudahkan orang-orang mengingat siapa kita. Semakin spesifik diri kita, akan semakin mudah kita dalam memasarkan diri kita. Aritnya, kita akan makin dekat dengan kesuksesan. Karena kalau kita tak dikenal memiliki keunikan atau merek tertentu, orang-orang akan sangat sulit mengenal kita.
Si Fachmy Casofa yang mana sih? Oh, itu lho, si Fachmy Casofa penulis biografi.
Nah, seperti itulah level mudahnya mengetahui tujuan dari personal branding.
Mengapa Personal Branding Penting?
Rebecca Van Dyck, memiliki jalan keren karier kreatif karena kredibilitasnya. Lihat saja track record-nya ini: mengurusi kampanye kreatif Just Do It-nya Nike ke seluruh dunia. Lalu, me-launching iPhone dan iPad-nya Apple. Kemudian menyuguhi kampanye global pertamanya Levi’s yang bertajuk Go Forth. Setelah itu, bergabung dengan Head of Consumer-nya Facebook sejak Februari 2012.
Kebiasaannya saat kuliah? Membaca tiga koran yang berbeda setiap harinya untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda. Kegemarannya? Bepergian ke banyak tempat untuk menantang dirinya sendiri. Menarik sekali jalan hidupnya. Tapi semua itu tak datang dengan sendirinya, ada usaha dan rencana yang ia lakukan menuju ke tempat impian.
Setiap orang selalu unik dengan pemikiran, kelebihan, dan juga pengalamannya yang dapat menjadi aset personal branding yang kuat. Dan orang yang berbakat disertai dengan bekerja keras dan rajin, tidak akan secemerlang yang berbakat, bekerja keras, rajin, dan yang mempunyai personal branding yang kuat.
Mengapa personal branding penting? Untuk menghadirkan alasan-alasan khusus pada orang-orang untuk menyematkan kesan khusus ke dalam diri kita sehingga kesempatan-kesempatan kebaikan semakin lebar.
Menciptakan personal branding sama susahnya dengan membangun brand pada sebuah produk. Bedanya, dalam branding sebuah produk manusianya lah yang melakukan segala upaya untuk keberhasilan suatu produk. Sedangkan untuk personal branding, kita mem-branding diri sendiri.
Ciptakan brand untuk diri sendiri. Agar kesempatan-kesempatan baik tak lekas hilang begitu saja. Kalaulah kita jeli melihat kehidupan pribadi orang-orang besar, kita akan tersadar bahwa personal branding benar-benar mereka gunakan dengan sangat kuat dan hati-hati.
Mengapa?
Karena memang itulah strategi yang mereka gunakan untuk terus menapaki karier kebesaran dan keberlimpahan keberbaikan mereka. Ringkasnya, personal branding membuat diri menjadi sosok yang mudah diingat karena ‘sesuatu yang kita miliki’.
Di dunia ini banyak sekali orang berbakat. Akan tetapi, manakala mereka tidak mampu membangun personal branding yang kuat di benak orang lain, ia akan menjadi biasa-biasa saja dan tidak menjadi hebat sebagaimana seharusnya berdasarkan bakat yang ia miliki.
Dengan personal branding yang kuat, berarti kita membuat perbedaan pada diri sendiri dalam persaingan pasar di kehidupan penuh bakat di alam manusia. What others say about your brand is more important and more impactful than what you say about yourself.
Bila kita tidak memberikan definisi yang kuat pada diri sendiri, orang lain yang akan melakukan labelisasi kepada kita. Itulah gunanya personal branding: mendefinisikan diri sendiri sesuai yang kita ingini.
1. Define Who You Are
Aturan pertama dalam personal branding adalah kita harus mampu mendefinisikan diri sendiri sehingga mampu memetakan bahwa kita memiliki keunikan dan perbedaan dari orang lain.
Temukan dengan segera apa yang menjadikan diri kita berbeda dan unik dari orang lain. Lalu, jadikan itu modal.
Menemukan keunikan dalam diri berarti menerima diri apa adanya. Dan saat kita menerima diri apa adanya, orang lain pun akan menerima kita.
Ketika kita tidak membedakan diri dengan orang lain maka orang tak akan punya alasan untuk memilih kita.
What is your skills?
Petakanlah dirimu atas kemampuan-kemampuan apa yang kamu miliki sekarang dan ingin kamu kembangkan ke depannya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman-pengalamanmu dalam bidang itu bisa makin memperkuat posisi tawarmu bahwa kamu memang memiliki skill tersebut.
What is your unique selling point?
Lakukan serangkaian analisis pada diri: hal-hal apa yang kita sukai, hal-hal apa yang tak kita sukai, dan kesempatan apa di luar sana yang bisa kita masuki dengan berbagai kelebihan kita tersebut. Ketahui pula siapa pesaing utamamu. Kompetitor bukan untuk ditakuti, tapi untuk membuat perbedaan dengan mereka. Segera temukan perbedaan. Jangan berlari-lari bersama rombongan. Dan jangan pernah lalai dengan apa yang unik dan autentik dari diri karena itu adalah modal paling utama.
Many are concerned with what’s on the surface and not the depths. This is a mistake. Find the center. Let it shape the surface. This is the right first step towards building the brand of you.
2. How are You Perceived
Setelah mampu memetakan diri, sekarang saatnya menanyai orang-orang sekeliling kita. Mari membaginya menjadi tiga ranah.
Pertama, ranah personal relationship. Tanyalah teman-teman dekat dan juga keluarga, “Saya itu bagusnya di bidang apa?” Terkadang, kita terlalu ngotot bahwa kita jago dalam suatu hal, namun pandangan orang terkadang lebih jernih dari pandangan ngotot kita sendiri. Bukan kemudian suara-suara luar itu harus mengalahkan inner voice kita, akan tetapi, mendapatkan banyak asupan positif seperti itu akan membuat diri menjadi lebih yakin akan kemampuan diri.
Kedua, ranah professional relations. Jikalau kita pernah mengerjakan proyek, bekerja sama dengan orang-orang yang lebih senior dan hebat dari kita, tanyalah kepada mereka apa pendapat mereka tentang diri kita? Sisi mana yang perlu kita tingkatkan dan sisi bagus apa yang kita punya. Ranah profesional berbeda dengan hubungan pribadi seperti teman dan keluarga. Bisa jadi ranah pribadi tersebut akan memberikan masukan blak-blakan. Akan tetapi, ranah profesional jauh lebih blak-blakan karena ini adalah hubungan yang “enggak peduli siapa elu” dan tanpa sungkan.
Ketiga, online reputation. Punya akun Facebook dan Twitter, tapi dengan nama yang alay maksimal dan lebay fenomenal? Trust me, it’s time to wake up!
3. Build Your Strategy
Ketika kita mengamati orang-orang besar, perhatikanlah bahwa bisa jadi mereka bukan orang yang terpintar atau yang paling berbakat. Akan tetapi, mereka punya suatu strategi untuk mengembangkan personal branding-nya.
Be the first! Menjadi yang pertama selalu menguntungkan. Paling pertama selalu dianggap sebagai yang terbaik. Tetaplah mencari celah di mana selalu terdapat kemungkinan kita bisa menjadi yang pertama dan pemimpin di celah tersebut. Jangan pernah menjadi follower. Karena kita takkan menjadi siapa pun.
Explain who you are. Agar strategi personal branding berjalan baik, kita harus memiliki atribut yang kredibel untuk memberikan kemampuan maksimum kepada brand. Sematkan atribut di belakang nama. Keduanya akan saling menguatkan dan membuat lekatan ingatan yang kuat di benak orang-orang.
Expert. Menjadi pakar dalam semua bidang bukanlah strategi yang cerdas. Menjadi pakar dalam satu area adalah cara yang cerdas. Fokus itu luar biasa. Semakin sempit fokus, semakin kuat pula suatu brand. The nicher, the richer. Kita berada pada era di mana para spesialis berkembang dan para generalis tidak. Satu pisau yang tajam lebih baik daripada seribu pisau yang tumpul, bukan?
Good track records. Tempat kampus berasal, kursus yang diambil, atau pun pernah bekerja di perusahaan besar mana, akan menjadi positive track record. Jangan pernah malu untuk mencantumkannya. Karena itu adalah penguat identitas. Intinya, kembangkan terus strategi yang dapat membuat orang mempunyai alasan untuk memilih kita. Kredibilitas kampus tempat kita belajar bisa mendongkrak identitas diri. Apalagi, jika latar belakang tersebut berkaitan dengan aktivitas profesional yang kita geluti sekarang.
Visual identity. Identitas visual akan menghubungkan apa yang terlihat dari luar dengan apa yang ada di dalam. Walaupun kita sering berkilah dengan, “Don’t judge a book by its cover,” akan tetapi penampilan menimbulkan kesan mendalam bagi penilaian atas suatu brand tersebut. Faktanya, penampilan yang menarik akan menampilkan banyak atribut positif yang bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan penampilan.
Segala sesuatu berkomunikasi secara visual. Mulai dari sepatu hingga jam tangan yang kita kenakan, tatanan rambut hingga cara kita tersenyum. Semuanya mengatakan tentang diri kita dan memberikan sumbangan pada persepsi orang lain tentang kita. Identitas visual memberitahukan kepada kita apakah suatu brand tersebut kelihatan murah ataukah mahal, menyenangkan ataukah serius.
Kita merebut persepsi orang lain dalam hitungan detik; baik atau buruk, diterima atau tidak diterima, sesuai zaman atau kuno, sukses atau pecundang, bahkan disukai ataupun tidak disukai. Dan semuanya bergantung pada kemasan visual. Semua itu terjadi dalam beberapa detik pertama. Kita semua pernah mengalaminya. Semuanya berdasarkan impresi visual sekejap. Bagaimana cara seseorang memasuki ruangan, penampilannya, pakaian yang dikenakannya, caranya membawakan diri, ekspresi wajahnya, dan juga bahasa tubuhnya. Kita memutuskan siapa dia dan seperti apa, padahal ia belum berbicara sedikit pun. Semua keputusan tersebut tebersit hanya dari kemasan visualnya saja.
Malcom Gladwell dalam bukunya Blink, berbicara tentang penilaian sekejap yang disebut oleh para pakar ilmu sosial sebagai Thin Slicing. Hal yang menarik adalah bahwa Thin Slicing yang berlangsung sekejap itu biasanya sama dengan apa yang kita dapatkan setelah pemaparan yang lebih lama. Dari hasil penelitian Gladwell, hanya butuh dua detik bagi seseorang untuk memberikan kesan pertama yang kuat. Maka, ciptakan kesan pertama yang baik.
Perbedaan penampilan bisa menjadi alat branding yang luar biasa, terutama jika dikemas dengan menarik. Kita harus membentuknya dari siapa kita dan seperti apa penampilan kita, tak peduli apakah identitas visual kita kuat atau lemah. Tapi, segala hal memiliki potensi. Untuk memulai, kita harus fokus pada diri sendiri. Jangan mulai dengan meniru identitas visual orang yang kita kagumi. Membuatnya menjadi inspirasi memang bagus, tapi kita takkan pernah diingat jika hanya menjadi tiruan seseorang.
Identitas visual yang kuat akan cepat terbaca. Pakaian adalah satu cara tercepat untuk menyampaikan pesan tentang siapa kita. Pakaian sering kali memberikan wawasan yang lebih banyak daripada daftar riwayat hidup kita. Pakaian menyampaikan apa yang kita kerjakan dalam hidup. Apakah kita golongan orang yang berekonomi tinggi atau tidak, tua atau muda, mengikuti perkembangan zaman atau kaku, bahkan profesional atau pekerja rendahan.
Dalam ranah yang lain, pakaian bahkan kadang menyampaikan situasi apakah kita sedang mencari teman, pekerjaan baru, atau justru sosok yang cuek dengan semua itu.
Identity sign. Bagian yang ini memang bersifat sekunder. Namun juga penting karena akan semakin memperkuat citra diri. Miliki logo untuk nama sendiri. Ini penting agar logo untuk nama pribadi tersebut bisa diaplikasikan ke berbagai channel and tools dalam personal branding seperti kartu nama, halaman depan saat presentasi di depan publik, brosur, kop surat dan amplop, blog, website, dan beragam lainnya yang dapat mendukung suksesi brand kita.
Selamat mencoba.
4. Create Your Good Name
Nama yang bagus adalah aset berharga. Nama merupakan sebuah label yang mengidentifikasi dan mendefinisikan sesuatu. Nama yang bagus bisa menciptakan brand. Dalam beberapa kasus, tidak banyak perbedaan antara dua produk, kecuali nama mereka. Jadi, koreksilah lagi nama yang kita punya.
Apakah ia sudah bagus, terlalu generik, ataukah justru terlalu aneh sehingga sangat sulit untuk diucapkan?
Pakar ilmu sosial menyebut ini sebagai expectancy theory atau pygmallion effect. Jika kita memiliki nama yang dianggap kurang menarik, orang tidak akan mengharapkan kita sebagai orang yang menarik, tak peduli apa yang mereka lihat. Nama asli kurang terlalu menjual?
Mungkin bisa diubah dengan nama baru yang lebih mudah diingat oleh orang. Tenang, nama itu hanya sebagai “nama panggung” saja. Nama di KTP tetaplah nama asli, tidak masalah. Nama ubahan hanya berfungsi sebagai elemen penguat brand saja.
Perhatikanlah bagaimana nama-nama berikut begitu sticky di otak: Tung Desem Waringin, Steve Jobs, Yoris Sebastian, Rene Suhardono, Guy Kawasaki, dan ehm, Fachmy Casofa.
5. Public Speaking Skill
Bagaimana cara kita mengatakan sesuatu, sama pentingnya dengan apa yang kita katakan.
Pelajarilah bagaimana menjadi seorang pembicara yang baik. Karena seseorang yang telah mencapai kemasyhuran dan kebesaran, akan selalu mendapat banyak undangan untuk berbicara di depan publik. Jadi, persiapkan diri sejak dini.
Presentasi bak sebuah pertunjukan: naik ke panggung untuk berbicara, berjalan dengan penuh percaya diri, penampilan yang menarik dan cerdas. Kemudian, tepuk tangan yang antusias dari audiens. Pembicara yang baik harusnya mampu mengunci hati dan pikiran audiens.
Pastikan kita tahu pesan apa yang hendak disampaikan sehingga kita dapat berbicara dari dalam hati. Tidak ada audiens yang ingin menjadi bosan. Oleh karena itu, jangan membeberkan fakta yang memusingkan kepala tanpa kaitan emosi atau kejutan-kejutan penyampaian yang membuat audiens merasa terhibur sekaligus teredukasi.
Mengapa ada orang yang mampu menginspirasi orang lain agar bisa meningkatkan kinerja, sementara yang lain tidak? Ternyata jawabannya terletak kepada kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan pesan. Kemampuan memakai kata-kata adalah keandalan berkomunikasi. Komunikasi yang efektif adalah manakala gagasan-gagasan kita dengan sukses melekat di benak orang lain. Caranya?
Sederhana. Seperti peribahasa atau kata-kata bijak. Selalu sedikit, tapi memberikan arti mendalam. Itulah sederhana.
Tak terduga. Kita harus melawan perkiraan orang lain. Kita harus bergerak ke arah yang berlawanan dari intuisi orang lain. Menghadirkan sesuatu yang tak pernah mereka sangka-sangka, tentu akan mereka ingat selamanya.
Konkret. Berkomunikasi dengan baik berarti gagasan kita harus konkret. Artinya, membumi dan terjangkau. Dengan begitu, kita memastikan bahwa gagasan kita memiliki makna yang sama bagi setiap orang di antara para pendengar kita.
Kredibel. Kredibilitas kita selalu berperan ketika menyampaikan gagasan. Seorang dokter berbicara tentang kesehatan tentu lebih dipercayai daripada seorang tukang becak.
Emosional. Bagaimana kita membuat orang lain peduli dengan gagasan kita? Kita perlu mereka ikut merasakan sesuatu.
Cerita. Bagaimana kita membuat orang-orang bertindak sesuai dengan gagasan kita? Kita menceritakan cerita. Cerita akan membuat mereka ikut masuk ke dalam gagasan yang kita buat. Saat mereka sudah masuk ke gagasan itu, mereka akan merasakan kebersamaan dan kepedulian. Lalu, lekatan gagasan akan makin menguat.
Guy Kawasaki memberikan tipnya yang berkaitan dengan komunikasi yang disebutnya sebagai The Three Pillars of Enchantment. Tiga pilar ini bisa diaplikasikan di mana saja: berbisnis, bersosial media, dan lain sebagainya.
Satu: Likeable
Syarat pertama orang-orang akan memerhatikan dan mendengarkan pada setiap apa yang kita tulis dan ucapkan adalah mereka harus menyukai kita. Itu tidak bisa disangkal. Jika mereka menyukai, mereka akan melakukan apa pun yang kita inginkan. Jika tidak, hal kesebalikannya. Jadi, cara terbaik untuk membangun hubungan dengan orang-orang adalah kita harus menjadi sesuatu yang mereka sukai.
Dua: Trustworthiness
Orang-orang akan terpikat dengan kita, manakala kita melaksanakan apa yang sudah kita janjikan. Setelah kita disukai, kita harus bisa dipercaya. Dengan begitu, mereka takkan segan-segan menaruh harapan yang besar pada kita. Di sanalah, kita bisa memberikan pengaruh kebajikan dengan mudah.
Tiga: Quality
Setelah disukai, bisa dipercayai, terakhir tentu saja adalah kualitas. Apa pun yang kita tawarkan kepada orang-orang harus berkualitas. Sehingga, mereka memiliki alasan untuk membelinya atau sekadar mengganggu pikirannya agar mampu memilikinya.
6. Your Network is Your Net Worth
“Everyone should build their personal brand. Your goal doesn’t need to be to be famous, just figure out how to be known for being awesome at one single thing. Everyone has a brand, whether you intended to have one or not—good or bad, the people who know you have an image of you in their head. Your goal should be to be in control of this. Think to yourself—what can I be best in the world at and develop that skill, and be known for that.”
—Matt Willson
Seberapa luas networking kita? Bukan. Bukan seberapa banyak mengenal orang. Tapi, seberapa banyak mereka mengenal kita dan sudah bisa memetakan dengan jelas apa keahlian kita.
Sepuluh singa lebih baik daripada seribu domba. Network yang sedikit, tapi pengelolaannya baik, tentu akan lebih baik. Karena toh, pada dasarnya kita tidak bisa meng-handle semua networking itu. Tentu saja ada yang harus kita lepaskan dan ada yang harus dijaga. Sehingga, yang sedikit itu bisa menjadi network yang ikatannya emosional, bukan transaksional. Bukan yang satu selesai, sudah. Tapi bisa repeat, hingga berkali-kali. Karena memang ada value yang diusung bersama-sama.
Mengambil hal yang bukan keahlian kita itu berbahaya. Kredibilitas dibangun bukan dengan sok tahu, tapi dengan, “Memang benar-benar tahu akan hal itu.” Kredibilitas tidak membuat mata terkesima, tapi membuat hati terngiang-ngiang, “Wah, orang ini memang jagonya.” Oleh karena itulah, tidak ada ceritanya kredibilitas dibangun dalam satu-dua hari.
Berjejaring, memerlukan kredibilitas. Cara membangunnya tentu dengan sincerity yang dijaga baik-baik. Berikanlah peluang kepada orang yang memang seharusnya menerima peluang itu. Bukan semuanya kita ambil, padahal itu bukan wilayah keahlian kita. Hasilnya? Selain kredibilitas akan tergerus, kita tak memiliki mental keberlimpahan. Percayalah. Saat dengan tulus kita memberikan sebuah peluang kepada orang lain yang memang seharusnya menerimanya, di lain hari kita akan menerima perlakuan serupa. Bahkan, seringnya lebih besar. Itulah rumus sederhana menggandakan rezeki.
Lebih banyak orang yang kita kenal, lebih banyak kesempatan akan datang, dan akan lebih banyak pula bantuan ketika kita membutuhkannya. Semakin besar jejaring, ia akan memberi kita nilai tambah dan semakin berharga nantinya. Tapi, perlu diingat bahwa tujuan membuat jejaring adalah untuk memperluas cara berpikir, mendapatkan gagasan-gagasan baru untuk pekerjaan atau hidup, bahkan membuat pertemanan seumur hidup. Bukan sekadar jejaring biasa. Tapi lebih emosional dan terjadi ikatan erat. Bukannya “siapa memanfaatkan siapa.”
Ciptakanlah jejaring untuk belajar. Lebih mudah membuat pertemanan yang bertujuan untuk belajar daripada dengan tendensi tertentu. Perkenalan dengan berbagai ragam orang dengan latar belakang yang beragam akan memperkaya wawasan dan lebih mudah untuk memasuki wilayah mana saja.
Berjejaring adalah berhubungan dua arah. Kita sering berhadapan dengan seseorang yang hanya menelepon ketika mereka sedang mencari pekerjaan baru atau tanpa basi-basi menawarkan bisnis MLM. Itu bukan jejaring. Itu namanya memanfaatkan orang.
Dasar kesamaan. Berjejaring adalah seni berhubungan dengan manusia. Buatlah pembicaraan yang menarik dan personal dan jangan terlalu banyak berbasa-basi. Nanti bisa jadi basi beneran. Galilah dasar-dasar kesamaan. Misalnya, musik, bola, film, dan lain sebagainya. Saat dasar kesamaan sudah ditemukan, pembicaraan akan lebih cair dan menarik.
Penjemput bola. Daripada menunggu seseorang untuk memperkenalkan diri kita, perkenalkanlah diri sendiri lebih awal kepada orang lain. Menjemput bola akan mendapatkan bola. Menunggu bola terkadang justru terebut pemain lawan.
Berbagilah. Usahakan membantu dan memberikan lebih banyak terlebih dahulu. Pada akhirnya, kita pun akan menerima dan mendapatkan lebih banyak. Berilah sesuatu, walau hanya berupa forward-an artikel menarik lewat e-mail. Inilah reciprocity rule: orang akan merasa perlu melakukan sesuatu bagi kita ketika kita melakukan sesuatu untuk mereka terlebih dahulu.
Kartu nama. Banyak orang membuat kesalahan dengan tidak membawa kartu nama mereka. Parah lagi bila tidak punya. Konsekuensinya adalah mereka tidak punya kartu nama untuk ditawarkan kepada seseorang yang baru mereka temui agar terbangun hubungan lebih lanjut. Mengingat nama seseorang itu cukup sulit. Dan jangan membuatnya menjadi semakin sulit dengan tidak memberikan kartu nama.
Jaga bara api. Kirim pesan pendek atau e-mail untuk jejaring yang baru kita temui. Bara api akan mati jika mereka tidak dirawat sejak mulanya. Jangan pernah biarkan seseorang menghilang sepenuhnya dari jejaring, kecuali memang ada alasan kuat di belakangnya. Beri juga sentuhan-sentuhan magis dengan cara menyapa di sosial media ataupun SMS dan telepon di satu hari yang tidak pernah dia duga. Kejutan selalu menyenangkan, bukan?
7. Top of Mind
Menjadi yang teratas dalam pikiran orang-orang (top of mind), berarti brand kita menjadi pemimpin pasar. Orang akan membuat asumsi yang selalu baik tentang kita.
Mengapa menjadi begitu penting berada di jalur top of mind? Karena orang-orang selalu mengasumsikan bahwa hal-hal yang terkenal lebih baik daripada hal yang belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Contohnya adalah lukisan Monalisa. Di antara jutaan lukisan di dunia, hanya beberapa lukisan yang terkenal. Dan Monalisa berada di puncaknya. Monalisa berada di jalur top of mind orang-orang sebagai lukisan terbaik.
Setiap hari orang-orang berkerumun untuk melihat Monalisa. Lukisan ini satu-satunya yang memiliki galeri tersendiri di Museum Louvre. Pertanyaannya, apakah Monalisa benar-benar lukisan terbaik di dunia?
Tak ada yang tahu.
Tapi, saat ia berada di jalur top of mind orang-orang, ia akan merajai status dan menjadi ikon terbaik.
8. Menjadi Hyperconnector
“So my advice for anybody who hasn’t achieved his or her dream job is this: take courage, believe in yourself, take the leap, and don’t give up. You’ve only got one life. Become the person you’re meant to be. But don’t assume the time you’ve spent doing something else is time wasted. It’s all part of the plan.”
– GEOFFEREY JAMES
Maria Popova. Menjuluki dirinya sendirinya dengan Curator of Interestingness. Ia menjalani hari-harinya penuh dengan asupan ilmu untuk kemudian ia peras dan timang-timang sebelum disajikan lagi ke pembaca blognya yang fenomenal: brainpickings.org.
Berawal dari kegelisahannya akan satu tempat di mana orang-orang bisa mendapatkan konten yang bermutu dan timeless mengantarkan Maria pada blognya yang menjadi rujukan insan kreatif di seluruh dunia. Maria Popova adalah Hyperconnector.
Hyperconnector adalah menjadi mencolok dalam lautan data di social knowledge.
Kita semua online. Akan tetapi, hanya yang menjadi konektor bermakna sajalah yang membuat aktivitas online itu berarti. Ketika kita menjadi hyperconnector, ribuan orang akan menonton film yang kita rekomendasikan, dan membaca buku yang kita anjurkan.
Di era berkelimpahan data seperti sekarang, menjadi sumber tepercaya untuk sebuah informasi adalah sebuah kelangkaan. Pengetahuan terlalu sempit bila hanya dikuasai oleh Wikipedia dan Google saja. Semua orang bisa mengunggah video ke Youtube, atau men-tweet hal-hal bermutu, akan tetapi hanya hyperconnector sajalah yang bisa dipercaya dan memberikan pengaruhnya.
Hyperconnector adalah sosok kreatif karena di era yang berkelimpahan pengetahuan seperti sekarang, ia mengkurasi pengetahuan-pengetahuan yang penting saja untuk disajikan kepada banyak orang.
Ketika orang-orang mengkreasi konten, hyperconnector memilih mana saja yang pantas untuk kita konsumsi.
Masa depan kita bergantung kepada kemampuan untuk menjadi sebuah brand, agen perubahan, dan sebagai sosok link yang memberikan informasi berguna.
Memberikan perhatian penuh pada ide-ide hebat kita dan mewujudkannya demi kepentingan orang banyak akan menjadikan kita agent of change. Sedangkan menjadi jembatan antara social knowledge dan social interest akan membuat kita menjadi hyperconnector.
GRATIS: E-BOOK PERSONAL BRANDING
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!