Terciptanya kita di dunia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Tentu saja dengan benar sesuai dengan petunjuk-Nya, dan yang telah dicontohkan oleh Rasul-Nya.
Bila kita mengenal Rasulullah sebenar-benar, tak kan ada tata cara peribadahan yang menyimpang dan membuat-Nya murka. Tak akan ada ceritanya penyembahan yang berbentuk kesyirikan. Ataupun beragam bentuk peribadatan lain yang menyesatkan dari jalan ibadah yang telah digariskan oleh-Nya.
Dengan begitu, kecukupan untuk senantiasa hanya bertaat-taat kepada-Nya, dan bukan selain-Nya, akan senantiasa dilazimi diri.
“Sesiapa berbuat baik di siang hari, dia kan dicukupi pada waktu malamnya. Sesiapa berbuat baik pada malam hari, ia kan dicukupi pada waktu siangnya. Sesiapa jujur nan tulus meninggalkan syahwat, Allah kan menghilangkan syahwat tersebut dari hatinya. Allah terlalu mulia bila menyiksa hati yang ditinggalkan oleh syahwatnya,” kata Abu Sulaiman Ad-Darani.
Hadirnya Rasulullah Muhammad sebagai hamba yang mulia di tengah umat manusia merupakan karunia Allah yang amat besar bagi kaum muslimin. Beliau adalah Nabi sekaligus Rasul yang terakhir yang diutus untuk seluruh umat manusia di dunia. Risalah yang dibawa beliau tidak hanya diperuntukkan kepada wilayah, ras, suku atau bangsa tertentu saja. Akan tetapi, untuk seluruh manusia di bumi tanpa tersekat oleh wilayah, bangsa atau warna.
Baca juga: Apakah Seseorang Masuk Surga karena Amalnya Semata?
Dengan hadirnya Rasulullah di tengah-tengah kita, beserta Al-Qur’an dan tata cara hidup yang telah dipraktikkannya, membuat kita mampu membedakan antara yang hak dan bathil, serta jalan menuju Allah menjadi sangat jelas dan terang.
Dua puluh tiga tahun lamanya beliau bersungguh-sungguh, tanpa mengenal lelah, berdakwah terus-menerus tanpa sekejap pun berhenti, mengajak manusia kepada Islam.
Rasulullah sebagai hamba Allah yang mulia bukan berarti luput dari ujian, dan cobaan yang terus menghadang selama perjalanan dakwahnya. Justru tantangan terberat hadir dalam hari-hari yang telah beliau upayakan untuk menyerukan kebenaran dari Allah.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah [9]: 128)
Maka, bilalah hari ini kita tengah tertimpa ujian, sungguh, itu adalah kewajaran. Saat kesulitan menerpa, saat itulah kita harusnya mulai berkhusnuzhan kepada Allah, karena Allah memberikan kesempatan untuk berdekat-dekat kepada-Nya. Sebuah aktivitas yang jarang sekali kita lakukan, ketika kita tak tersapa ujian-Nya.
Shalat terasa begitu nikmat. Tilawah Al-Qur’an terasa begitu lezat. Berdzikir terasa begitu menagih. Shalat Dhuha terasa begitu tenteram.
Subhanallah. Lewat ujian itu, Allah mengajarkan hal sederhana namun mendasar untuk bekal kehidupan; bersabar kala mendapat ujian, dan di sana terkandung hikmah bahwa kita akan mendapatkan banyak kesempatan untuk begitu intim kepada-Nya; bersyukur kala mendapat nikmat, dan itu akan menambah sayang-Nya dan kucuran nikmat-Nya lagi, lagi dan lagi.
Sabar dan syukur adalah kunci, yang keduanya akan menegakkan pijakan kaki iman di bumi-Nya ini.[]
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!