Kopi Indonesia – Hampir di semua tempat, orang-orang menghadirkan kopi sebagai pelengkap beraktivitas. Mulai dari bangun pagi, di tengah-tengah pekerjaan, hingga pada saat bercakap hangat dengan kawan atau kolega. Bisa di rumah, di kantor, maupun gang-gang sempit di sudut kota.
Minuman legendaris ini bukan sekadar sebagai penghilang rasa dahaga saja, melainkan berisi kisah para peminumnya. Setiap orang memberikan makna tersendiri pada kopi yang ada di cangkirnya. Demikian pula cara menikmatinya yang tentu berbeda-beda.
Mungkin orang zaman dahulu tak menyangka tanaman misterius ini bisa menjelma menjadi minuman yang populer sejagat raya. Sekarang, kita akan mengenal lebih jauh tentang kopi, khususnya kopi di Indonesia.
Sejarah Kopi di Indonesia
Sejarah kopi di Indonesia sangat panjang dan penuh perjuangan. Sejak dibawa oleh VOC pada tahun 1969, industri kopi telah berkembang sangat pesat baik dari segi industri maupun konsumsi. Untuk menikmati lebih lengkap mengenai sejarah kopi di Indonesia, yuk kita simak fakta-fakta berikut.
Kopi adalah minuman hasil seduhan biji kopi yang telah melalui proses roasting dan dihaluskan menjadi bubuk. Jenis kopi yang beredar secara luas adalah arabika, robusta, dan liberika.
Kopi merupakan minuman ke-2 terpopuler di dunia setelah teh. Bagi banyak orang, kopi bukan sekadar minuman selingan, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup.
Sejarah kopi konon bermula pada abad ke-9 di Ethiopia. Namun, budidaya dan perdagangan kopi baru mulai populer pada abad ke-15 oleh pedagang Arab di Yaman.
Kopi mencapai Eropa pada abad ke-17, namun tidak dapat tumbuh baik di sana. Bangsa-bangsa Eropa lantas menggunakan daerah jajahannya untuk membudidayakan tanaman kopi. Indonesia, yang diduduki Belanda, memiliki andil yang besar dalam sejarah dan persebaran jenis kopi di dunia.
Tanaman kopi pertama kali ditemukan di daratan Afrika, tepatnya di daerah yang merupakan bagian dari negara Ethiopia, yaitu Abyssinia. Masyarakat Ethiopia mulai mengkonsumsinya sejak abad ke-9. Pada saat itu kopi belum dikenal luas di dunia.
Biji kopi menjadi komersial setelah dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman pada pertengahan abad ke-15. Kopi dipopulerkan menjadi minuman oleh orang-orang muslim. Istilah kopi juga lahir dari bahasa Arab, yakni qahwah yang berarti kekuatan.
Berkat peradabannya yang lebih maju dari Afrika, Arab membudidayakan kopi sendiri dan mengekspornya ke penjuru dunia. Orang-orang muslim mulai menyebarluaskan kopi melalui Pelabuhan Mocha, Yaman.
Berdasarkan literatur sejarah kopi, minuman ini sempat menjadi komoditas utama di dunia Islam. Minuman kopi sangat populer di kalangan peziarah kota Mekah meskipun beberapa kali dinyatakan sebagai minuman terlarang. Para peziarah meminumnya untuk mengusir kantuk dan tetap terjaga saat beribadah malam.
Pada masa kekhalifahan Turki Utsmani di abad ke-15, kopi menjadi sajian utama di setiap perayaan. Melalui Turki inilah, minuman pahit berwarna hitam kecokelatan ini mulai dikenal dan disukai oleh orang-orang Eropa.
Perbedaan budaya dan bahasa membuat bangsa Turki menyebut qahwah menjadi kahveh. Mulai dari sinilah kemudian orang-orang Belanda mengenal dan menyebutnya koffie.
Orang-orang Kristen Eropa mengadopsi kebiasaan minum kopi karena erat kaitannya dengan kemegahan dan kekayaan orang-orang Turki Utsmani. Pada saat itu, kopi arabika merupakan primadona bahkan menjadi minuman kelas menengah di Inggris pada tahun 1600-an.
Kopi lantas menjadi komoditas penting di dunia. Orang-orang Eropa mencoba membudidayakannya sendiri. Namun, seringkali upaya tersebut gagal karena tanaman kopi tidak bisa tumbuh baik di sana.
Oleh karena tidak bisa tumbuh baik di negerinya, beberapa negara di Eropa membawa tanaman ini ke daerah lain. Biasanya mereka memanfaatkan negara koloni atau jajahannya.
Kopi Masuk ke Indonesia
Indonesia termasuk salah satu negara penghasil kopi yang terbesar di dunia. Bahkan menurut catatan Direktorat Jenderal Perkebunan, sejak tahun 1996 hingga 2017 ekspor kopi Indonesia mencapai lebih dari 300.000 ton pertahun.
Keberagaman cita rasa kopi Indonesia sudah bukan cerita baru lagi di kancah perkopian dunia. Berdasarkan data tahun 2017, Indonesia berada pada peringkat keempat negara penghasil kopi terbesar di dunia dengan tingkat produksi mencapai 669.000 ton, berdasar dari laporan WorldAtlas.com. Oleh karena itu, tak berlebihan kiranya jika muncul pernyataan bahwa Indonesia merupakan surga kopi.
Sejarah kopi di Indonesia bermula pada tahun 1696. Pada saat itu, Belanda atas nama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mendarat di Jawa membawa kopi dari Malabar, India. Kopi yang pertama kali dibawa itu merupakan jenis arabika.
Belanda berusaha membudi dayakan tanaman kopi tersebut di Batavia, tapi gagal karena gempa dan banjir. Mereka tidak menyerah dan mendatangkan kembali bibit-bibit baru. Perkembangan budidaya yang cepat membuat Belanda membuka ladang-ladang baru di Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor, dan pulau-pulau lainnya di Hindia Belanda yang saat ini dikenal sebagai Indonesia.
Pada tahun 1700-an, kopi menjadi komoditas andalan VOC. Penjualan biji kopi dari Hindia Belanda (Indonesia) meledak hingga melebihi ekspor dari Mocha, Yaman ke beberapa negara di Eropa. Belanda pun memonopoli pasar kopi dunia pada waktu itu.
Pada saat itu, salah satu pusat produksi kopi dunia ada di Pulau Jawa. Secangkir kopi kemudian lebih populer disebut dengan cup of Java atau secangkir Jawa.
Tahun 1876, hama Karat Daun menyerang hampir seluruh perkebunan kopi di Indonesia. Belanda kemudian mendatangkan jenis kopi lain, yaitu liberika. Namun, nasibnya sama, habis diserang karat daun.
Serangan hama tidak membuat Belanda kehilangan akal. Pada tahun 1900, mereka mendatangkan jenis kopi robusta yang lebih mudah perawatannya serta lebih tahan terhadap hama. Produksinya yang sangat tinggi membuat Indonesia sempat menjadi ladang pengekspor terbesar di dunia.
Pasca kemerdekaan, setelah pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, laju perkebunan kopi pun sedikit terhambat. Namun, berkat kegigihan para petani dan nasionalisasi perkebunan eks pemerintahan Hindia Belanda, akhirnya perkebunan kopi lambat laun mulai bangkit dan berkembang.
Setidaknya ada satu novel karya Douwes Dekker berjudul Max Havelaar yang membantu mengubah opini masyarakat tentang Sistem Tanam Paksa. Novel tersebut berkisah tentang seorang pedagang kopi dan sekaligus kritik terhadap kesewenang-wenangan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyat. Oleh karena peran novel itu, maka ada salah satu produk coffee blend dari Indonesia yang menggunakan kata Havelaar sebagai nama produknya.
Tahun 2000-an, kopi Indonesia kembali melejit. Indonesia masuk dalam negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Keanekaragaman cita rasa kopi yang tumbuh di berbagai daerah di Indonesia diakui oleh mancanegara.
Pada umumnya kopi nusantara yang tersebar di beberapa kawasan di Indonesia mempunyai kualitas rasa yang cukup baik. Hal itu dikarenakan Indonesia ialah negara yang mempunyai iklim tropis di mana tanaman kopi akan sangat cocok tumbuh di kawasan yang beriklim tropis.
Beberapa pegunungan di Indonesia yang di imbangi dengan curah hujan yang cukup, penetrasi cahaya matahari yang baik, dan juga kondisi suhu tropis yang sangat mendukung, tentu membuat tanaman kopi yang ada di negeri ini bisa tumbuh dengan kualitas terbaik. Bahkan untuk jenis kopi luwak yang paling mahal di dunia, Indonesia diakui sebagai kopi luwak terbaik di tingkat dunia.
Jenis Minuman Kopi di Indonesia
Produk kopi Indonesia adalah salah satu yang paling digemari, baik dari dalam maupun luar negeri. Di Indonesia, biji kopi diolah dan dikembangkan di berbagai daerah. Kreativitas dan cara hidup masyarakat Indonesia yang berbeda-beda ini yang melahirkan berbagai jenis minuman kopi khas Indonesia.
Kini sajian kopi khas daerah tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat lokal, tetapi juga turis dan masyarakat di daerah lainnya. Ini semua berkat perkembangan teknologi dan migrasi penduduk.
Perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya memungkinkan terjadinya pertukaran budaya, termasuk cara penyajian minuman legendaris ini. Jenis-jenis minuman kopi nusantara ada beragam, semuanya memiliki karakter yang berbeda, unik, bahkan aneh.
1. Kopi Tubruk
Metode tubruk merupakan penyajian kopi khas Indonesia yang paling populer di kalangan masyarakat karena sangat enak, mudah, dan praktis. Cara ini umumnya hanya melibatkan kopi dan air panas saja.
Cara penyajiasn ini awalnya populer di Jawa dan Bali, namun sekarang penyajian ini dinikmati hampir di seluruh Indonesia. Masyarakat Jawa dahulu biasanya meminum kopi tubruk sambil menikmati pisang goreng. Budaya ini terbawa ketika orang Jawa merantau ke daerah lain sehingga cara penyajian dengan tubruk menjadi populer.
Menyeduh dengan menggunakan metode tubruk sangat mudah. Biji kopi ditumbuk atau digilinglalu diseduh dengan air panas langsung di cangkir. Minuman ini dihidangkan beserta ampasnya seperti cara seduh di Turki.
Untuk metode tubruk, dapat menggunakan biji jenis apa pun sesuai selera. Selalu perhatikan bubuk kopinya, ada baiknya gunakan biji yang baru digiling dan tidak lebih dari dua bulan sejak di-roast.
Suhu air juga tidak kalah penting untuk diperhatikan saat menyeduh dengan cara tubruk. Pastikan air benar benar panas, idealnya adalah 93°C. Apabila tidak ada termometer, cukup diamkan air yang baru mendidih sekitar 2 menit sebelum menyeduh.
2. Kopi Kawa Padang
Minuman ini adalah kopi khas Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat. Meminum kopi kawa adalah bagian dari budaya lama masyarakat Minang. Seiring perkembangan zaman, warung kopi kawa dapat banyak ditemui di berbagai daerah di Sumatera Barat, khususnya di Kota Padang.
Nama kawa diambil dari qahwah, yang berarti kopi dalam bahasa Arab. Berbeda dengan jenis minuman kopi Indonesia pada umumnya, minuman ini tidak menggunakan biji melainkan daun dari tanaman kopi. Untuk menyeduhnya harus menggunakan daun dari tanaman jenis robusta, karena menurut orang Minang daun dari tanaman jenis arabika memiliki rasa yang hambar.
Cara membuat kopi kawa Padang adalah: daun dan batang diasapi hingga kering, kemudian diseduh dengan air panas. Ini menghasilkan minuman yang memiliki tekstur ringan seperti teh namun rasa dan aroma kopinya tetap terasa.
Tradisi meminum minuman ini lahir saat era kolonialisme ketika Belanda menerapkan tanam paksa di tanah Minang. Pada saat itu, kopi merupakan komoditas yang bernilai tinggi. Oleh karena itu, seluruh hasil panen kopi Indonesia harus diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Mirisnya, masyarakat Minang saat itu tidak diperbolehkan mencicipi hasil yang mereka tanam. Demi mengobati kekecewaan dan merasakan hasil kerja kerasnya, mereka menggunakan daun tanaman kopi dan mengolahnya. Hasilnya, lahirlah minuman khas Minang yang satu ini.
3. Kopi Talua Bukittinggi
Kopi talua merupakan salah satu jenis minuman kopi khas Indonesia. Minuman ini banyak dijual di warung makanan Padang yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Sehingga untuk menikmati minuman unik ini tidak harus bepergian ke Sumatera Barat.
Kata talua dalam bahasa Minang memiliki arti yaitu telur. Karena itu, minuman ini dihidangkan dengan campuran telur. Telur yang digunakan bisa telur ayam, bebek, atau ayam kampung, namun yang sering digunakan di warung Padang adalah telur ayam karena lebih mudah dicari.
Untuk membuat minuman ini, bagian telur yang digunakan hanyalah kuningnya. Kuning telur dikocok sampai berbusa sambil diberi susu kental manis dan bubuk kayu manis. Kemudian dicampur dengan kopi panas. Ada baiknya menggunakan kopi yang memiliki body tebal, namun memiliki rasa asam.
Telur yang dikocok tidak lagi berbau amis, justru memberikan tekstur dan memberikan rasa gurih manis yang tinggal dimulut lebih lama ketika sudah dicampur dengan bahan lainnya. Apabila masih khawatir akan mual, kita bisa mencampurkannya dengan jeruk nipis yang telah disediakan.
4. Kopi Lelet Rembang
Kopi lelet termasuk ke dalam penyajian kopi hitam yang dibuat dengan metode tubruk. Minuman khas ini biasanya disajikan di atas tatakan piring kecil. Gunanya adalah untuk menampung ampas minuman dan susu kental manis yang akan digunakan untuk ngelelet.
Ngelelet adalah tradisi kopi khas Indonesia yang berasal dari Rembang, tepatnya di sebuah desa bernama Lasem. Tradisi ini pada dasarnya adalah seni membatik di atas rokok menggunakan ampas kopi. Saat ini tradisi lelet tidak hanya dilakukan oleh warga Rembang, namun juga tersebar di daerah lain, seperti Solo dan Jogja.
Sepintas minuman ini tidak ada bedanya dari jenis minuman kopi Indonesia lainnya, seperti kopi tubruk. Akan tetapi, ternyata pemilihan bahannya tidak bisa sembarangan. Harus menggunakan bubuk yang digiling dengan ukuran giling ultra fine. Maksudnya, biji yang telah di-roast digiling khusus hingga ukuran bubuknya sangat halus seperti tepung. Minuman ini rasanya sangat pahit dan meninggalkan after taste yang lama. Karena itu, biasanya disajikan dengan dicampur gula dan susu kental manis.
5. Kopi Joss Yogyakarta
Salah satu jenis minuman kopi khas Indonesia yang populer di kalangan turis adalah kopi joss. Minuman populer yang satu ini berasal dari Yogyakarta. Warung angkringan kopi joss dapat ditemui di sepanjang jalan di sekitar Stasiun Tugu Jogja saat malam hari.
Penyajian dengan cara ini dianggap ekstrim karena menambahkan arang panas ke dalam kopi panas sehingga mendidih saat disajikan. Kata “joss” sendiri berasal dari suara yang dihasilkan ketika arang panas dimasukkan.
Ada banyak perdebatan tentang khasiat minuman ekstrim ini. Ada yang percaya bahwa minuman ini memberikan khasiat yang baik bagi tubuh karena arang mampu menetralisir racun. Namun, ada yang tidak setuju karena arang mengandung karbon yang tidak baik bagi tubuh.
6. Kopi Durian
Salah satu jenis minuman kopi Indonesia yang tidak kalah ekstrimnya dengan kopi joss adalah kopi durian. Tradisi ngopi dengan durian berasal dari Sumatera. Masyarakat pedalaman Lampung, Bengkulu, dan Medan semuanya memiliki tradisi mengkonsumsi kedua bahan ini, namun caranya berbeda-beda.
Di Lampung, durian dicocol ke dalam kopi tubruk panas sebelum dimakan. Biasanya minuman ini dikonsumsi oleh laki-laki di Lampung. Mereka percaya bahwa kebiasaan ini dapat meningkatkan kejantanan dan libido.
Sementara di pedalaman Bengkulu dan Medan, kopi panas dicampurkan satu biji buah durian hingga larut sebagai pengganti gula. Durian yang digunakan adalah durian yang agak lembek agar mudah larut.
Jika ingin mencoba minuman ini sebaiknya berhati-hati. Belum ditemukan sebabnya, namun beberapa orang mengalami pusing bahkan pingsan setelah meminumnya. Aroma khas durian juga sangat dominan. Jika tidak tahan dengan bau durian, lebih baik tidak mencobanya.
7. Kopi Rarobang Ambon
Kopi rarobang adalah salah satu jenis minuman kopi khas Indonesia yang berasal dari Ambon. Ambon bukan daerah penghasil kopi, namun racikan ini menjadi minuman khas Ambon yang terkenal dikalangan turis. Sayangnya, untuk menikmati kopi Indonesia yang satu ini, harus berkunjung langsung ke Ambon karena minuman ini sulit ditemukan di luar kota.
Minuman ini disajikan dengan taburan biji kenari di atasnya sebagai pelengkap. Racikannya sendiri berasal dari rempah-rempah seperti jahe, cengkeh, kayu manis, dan madu yang direbus bersama dengan bubuk kopinya hingga mendidih. Bubuk yang digunakan adalah jenis arabika karena rasa yang tidak terlalu pahit dan getir.
Minuman ini memiliki cita rasa yang kaya dan menyegarkan, setelah meminumnya badan akan terasa hangat dan nyaman. Minuman ini memiliki aroma wangi manis cengkeh, rasa manis madu yang bercampur, dan after taste jahe.
8. Kopi Saring Aceh
Jenis minuman kopi Indonesia yang satu ini berasal dari daerah penghasil green bean yang terkenal hingga mancanegara, Aceh. Ada dua daerah penghasil kopi di Aceh, Gayo dan Ulee Kareeng. Biji yang diproduksi di Gayo sebagian besar berjenis arabika, sementara di Ulee Kareeng sebagian besar berjenis robusta.
Jika berkeliling jalanan Aceh, kita dapat menemukan banyak warung kopi saring. Warung ini sangat erat hubungannya dengan budaya masyarakat Aceh. Tidak hanya sebagai tempat bersantai, namun sebagai sarana berbagi cerita. Saat ini warung yang menjual minuman ini tidak hanya dapat ditemukan di Aceh, namun juga di kota-kota besar Indonesia.
Berbeda dengan metode seduh yang menggunakan saringan atau filter pada umumnya. Penyaring yang digunakan untuk membuat minuman ini adalah saringan kain. Saringan ini nantinya ditarik ke atas untuk disaring berulang kali, itulah kenapa di daerah lain minuman ini dikenal juga sebagai kupi tarik.
Biji yang digunakan masyarakat Aceh untuk membuat minuman ini adalah jenis robusta dari Ulee Kareeng, bukan jenis arabika dari Gayo.
9. Kopi Ijo Tulungagung
Kopi Indonesia berikutnya berasal dari Tulungagung, yaitu adalah kopi ijo. Di Tulungagung, Jawa Timur, kita dapat menemukan banyak sekali warung yang menjual minuman pahit ini. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pelestarian budaya tradisional Indonesia.
Kopi khas Indonesia yang satu ini berwarna hijau, berbeda dengan kopi kebanyakan yang berwarna cokelat tua atau hitam. Warna hijau yang terlihat pada minuman ini dikarenakan biji kopi yang tidak melalui proses roasting atau pemanggangan. Biji yang akan digunakan hanya diletakkan di atas wajan tanah liat lalu disangrai dengan kayu bakar sebelum ditumbuk.
Minuman ini cukup populer terutama di kalangan wanita baik di dalam dan luar negeri. Manfaatnya utamanya adalah sebagai suplemen penurun berat badan. Selain itu, minuman ini juga baik untuk mencegah diabetes.
10. Kopi Takar Mandailing Natal
Ada kopi khas Indonesia yang berasal dari Sipirok, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Apabila ingin mencobanya, tidak perlu ke Sipirok karena di kota-kota Sumatera Utara sudah banyak kedai yang menjual minuman khas Sipirok ini.
Kata takar berasal dari bahasa daerah Mandailing yang berarti batok kelapa. Sesuai namanya, kopi Indonesia yang satu ini disajikan dengan dalam batok kelapa yang dikeraskan. Uniknya lagi, minuman ini tidak diaduk dengan sendok, melainkan dengan kayu manis.
Dahulu, minuman ini diminum oleh masyarakat Mandailing sebagai penghangat tubuh dan penambah energi. Kopi takar dibuat dengan mencampur bubuk kopi dengan gula aren, kemudian diseduh, diaduk dengan kayu manis, dan disajikan selagi panas. Karena menggunakan gula aren, saat meminumnya akan terasa sensasi hangat di tenggorokan.
Jenis Kopi di Indonesia
Ternyata, banyak sekali daerah-daerah di Indonesia yang menghasilkan kopi berkualitas tinggi. Bagaimanpun, kopi adalah segelas minuman yang menjadi pengantar emosi bagi banyak orang di dunia. Bahkan, banyak pepatah dan ungkapan tentang kopi menjadi moto atau inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah fakta-fakta mengenai jenis-jenis kopi di Indonesia.
1. Kopi Gayo Aceh
Gayo adalah sebuah wilayah di lereng bukit yang mengelilingi kota Takengon dan Danau Tawar, di ujung utara Sumatra, di wilayah Aceh. Konon, tanah Gayo memiliki kesuburan tanah yang ajaib. Varietas tertentu akan menghasilkan karakter dan cita rasa baru jika ditanam di wilayah ini. Daerah ini pun menjadi penyumbang produksi kopi terbesar di Indonesia.
Kopi gayo telah mendapat Fair Trade Certified dari Organisasi Internasional Fair Trade Coffee pada tahun 2010.
Penamaan Kopi Gayo juga telah mendapat Sertifikat Indikasi Geografis di mana sebelumnya sempat terjadi gesekan dengan perusahaan Belanda, Holland Coffee. Perusahaan ini sempat menggugat eksportir kopi karena menggunakan merek dagang Gayo di mana hak paten merek ini telah dimilikinya. Namun, berkat proses panjang dan usaha yang keras, akhirnya masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
2. Kopi Sumatra
Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatra Utara. Iklim serta kondisi geografis Kabupaten Simalungun sangat cocok untuk ditanami kopi arabika.
Bagi mereka, tanaman tersebut merupakan komoditas utama. Apalagi mereka telah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis atas Kopi Arabika Simalungun. Hal ini tentu sangat membantu para petani untuk lebih berupaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas produksi kopinya.
Sidikalang adalah ibu kota Kabupaten Dairi, Sumatra Utara. Letaknya di daerah pegunungan yang sejuk. Sidikalang merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia yang namanya mungkin sudah tidak asing lagi bagi para pecinta single origin coffee.
Kopi Sidikalang merupakan jenis arabika turunan langsung dari varietas tertua yang diambil dari Ethiopia, yaitu typica. Dahulu dibawa oleh Belanda yang melancarkan Sistem Tanam Paksa di Indonesia.
Kenikmatan single origin Sidikalang sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Tingkat keasamannya rendah, serta memiliki aroma kacang-kacangan dan cokelat. Ketenarannya tidak hanya mencakup masyarakat dalam negeri, melainkan hingga ke luar negeri.
Kopi Arabika Pulo Samosir termasuk salah satu dari sekian banyak kopi nusantara yang sudah bersertifikat Indikasi Geografis. Produknya dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Samosir, Sumatra Utara. Jenis kopi yang ditanam di Samosir adalah arabika.
Nama Pulo Samosir kiranya diambil dari sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Danau Toba. Pulau tersebut terbentuk karena letusan yang dahsyat dari Gunung Toba berabad-abad silam. Oleh karena itu, tanahnya sangat subur dan cocok untuk ditanami kopi.
Lintong adalah salah satu jenis kopi arabika yang di tanam di Sumatra, tepatnya di kecamatan Lintong Nihuta, sebelah barat daya Danau Toba. Kecamatan ini berada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.
Kekhasan dari kopi Lintong adalah aroma rempah-rempah, kacang, dan cokelat. Varietas yang paling banyak ditanam di Lintong adalah Sigararutang, Lasuna, dan Garunggang.
Sepanjang pegunungan Bukit Barisan merupakan wilayah yang subur untuk ditumbuhi tanaman kopi. Salah satunya adalah Sipirok, sebuah kecamatan sekaligus pusat pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Kopi Arabika Sipirok merupakan salah satu produk kopi yang telah mendapat Sertifikat Indikasi Geografis. Kopinya diambil dari berbagai wilayah penanaman di Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar, Dolok, Aek Billah, Angkola Timur, dan Marancar.
Kopi Mandailing merupakan salah satu jenis arabika yang berasal dari kabupaten Mandailing Natal. Tepatnya adalah di pegunungan Bukit Barisan, Sumatra Utara.
Daerah penghasil kopi Indonesia ini sudah melanglang buana sejak tahun 1800-an. Bermula dari bibit yang dibawa oleh Belanda pada tahun 1835 dari Jawa. Bibit-bibit tersebut kemudian menyebar ke beberapa daerah di Mandailing. Tidak hanya ditanam di daerah Mandailing Natal saja, melainkan juga di Tapanuli dan Pakpak.
Kopi liberika jika dibandingkan dengan robusta dan arabika memang paling sedikit produksinya di dunia. Produksi liberika di dunia ini hanya sekitar 2% saja. Salah satu produsen liberika tersebut ada di Indonesia, yaitu di Kepulauan Meranti.
Kepulauan Meranti ini berada di Provinsi Riau. Daerah penghasil kopinya berada di Kecamatan Rangsang dan telah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis.
Kuala Tungkal adalah sebuah kota di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Sama seperti Rangsang Meranti, kopi yang ditanam di Kuala Tungkal adalah jenis liberika. Selain itu, kopinya juga telah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis dengan nama Liberika Tungkal.
Sumatra memang tanah subur di mana banyak perkebunan yang menghasilkan kopi-kopi dengan rasa yang menarik. Salah satunya adalah kopi kerinci yang di tanam di kaki-kaki Gunung Kerinci, Jambi. Wilayah perkebunan kopinya berpencar di tiga kecamatan, yaitu Kayu Aro, Kayu Aro Barat, dan Gunung Tujuh.
Kopi kerinci memiliki body yang tebal, aroma rempah, dan after taste yang manis. Lantaran kopinya arabika, cita rasa asam sangat kentara. Keasaman atau acidity yang dihasilkan menyerupai rasa lemon.
Kabupaten Muara Enim di Sumatra Selatan juga tidak ketinggalan dengan daerah lain soal produksi kopinya. Meskipun namanya kurang begitu dikenal jika dibandingkan dengan Gayo, Mandailing, dan Kerinci, cita rasa kopinya boleh diadu. Terlebih para petani di daerah ini telah mengupayakan Sertifikat Indikasi Geografis untuk produksi Kopi Robusta Semendo.
Wilayah pembudidayaan kopinya berada di Semende Darat Laut dan Semende Darat Tengah. Jenis yang dikembangkan adalah robusta dengan karakter body yang kuat.
Jenis kopi Indonesia yang dibudidayakan oleh petani di Lampung adalah robusta. Lampung juga merupakan provinsi yang paling banyak menyumbang produksi kopi robusta di Indonesia. Perkebunannya terletak di wilayah dataran tinggi Kabupaten Lampung Barat, yaitu Tanggamus dan Way Kanan. Kopi robusta yang ditanam di Lampung sudah banyak diekspor ke mancanegara. Tekstur kopinya halus tapi memiliki rasa yang kuat serta pahit yang unik. Selain itu, telah memperoleh pula Sertifikat Indikasi Geografis dengan nama Kopi Robusta Lampung.
3. Kopi Jawa
Berdasarkan literatur mengenai sejarah masuknya kopi di Indonesia, Jawa memiliki peran penting dalam persebaran kopi Indonesia. Pada tahun 1696, Belanda atas nama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mendarat di Batavia (sekarang Jakarta) membawa kopi arabika dari Malabar, India. Kiranya inilah kopi pertama yang ditanam di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, istilah a cup of Java menjadi dikenal di kalangan internasional.
Salah satu daerah penghasil kopi yang punya nilai sejarah yang besar bagi Indonesia adalah Priangan, Jawa Barat. Wilayah ini Priangan secara tradisional mencakup Kabupaten Ciamis, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Tanah Priangan atau dikenal pula dengan parahyangan sangat subur karena merupakan daerah vulkanis yang dibentuk dari gunung-gunung berapi.
Karena kesuburan tanahnya, Priangan digunakan Belanda untuk melancarkan Sistem Tanam Paksa. Di Priangan inilah Belanda mulai membudidayakan kopi arabika pertama yang mereka bawa dari Malabar.
Priangan ini dikenal pula dengan sebutan Preanger oleh Belanda sehingga muncullah istilah kopi Java Preanger. Selain nama java preanger, terkadang kopi priangan ini juga disebut dengan kopi malabar.
Karakter kopi java preanger terletak pada body dan acidity-nya yang sedang dengan aroma dan cita rasa yang kaya. Kopi ini juga dikenal sebagai kopi malabar karena diambil dari salah satu nama gunung di daerah perkebunan kopi tersebut. Alasan lainnya adalah karena berasal dari bibit yang dibawa oleh Belanda dari Malabar, India.
Karakter kopi Java Preanger terletak pada aroma dan rasanya yang sangat kuat. Aroma yang menjadikannya unik adalah wangi bunga. Membuat peminumnya merasakan relaksasi tubuh saat menghirup aromanya.
Rasa manis juga ditemukan saat menyesap kopinya. Jika ingin lebih spesifik dalam merasakan rasa aslinya, dianjurkan untuk tidak menambahkannya dengan gula. Dengan begitu kita akan bisa merasakan cita rasa aslinya.
Kopi Java Preanger memiliki body dan acitity yang sedang. Tingkat keasaman yang tidak terlalu tinggi ini sangat cocok bagi penikmat kopi yang sensitif pada lambungnya.
Daerah penghasil kopi di Jawa Tengah yang terkenal adalah Temanggung dan Wonosobo. Wilayah perkebunannya berada di lereng Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Nama Sindoro-Sumbing pun digunakan sebagai trademark dan sudah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis.
Berbeda dengan Sindoro-Sumbing yang memproduksi serta memasarkan jenis arabika, Beberapa petani Temanggung juga mengupayakan Indikasi Geografis untuk jenis kopi robustanya sendiri. Nama yang dipakai untuk trademark adalah Kopi Robusta Temanggung.
Hampir setiap wilayah pegunungan di Pulau Jawa terdapat perkebunan kopi. Hal ini mungkin dikarenakan Jawa merupakan tanah di mana kopi pertama kali didatangkan dan ditanam. Baik Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa timur, memiliki kekhasan sendiri atas kopinya masing-masing.
Kopi Ijen Raung merupakan kopi arabika Indonesia yang telah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis. Namanya diambil dari dua gunung di Jawa Timur, yaitu Gunung Ijen dan Gunung Raung.
Perkebunan kopinya tersebar di beberapa wilayah di lereng kedua gunung ini. Wilayah pengembangannya secara administratif terletak di Banyuwangi dan Bondowoso.
4. Kopi Bali
Bali selain terkenal dengan pariwisatanya yang mendunia ternyata juga terkenal dengan kopinya. Ada satu tempat wisata dataran tinggi di Bali yang ternyata juga berperan penting di kancah perkopian dunia, yaitu Kintamani. Kintamani terletak di antara gunung berapi Batukaru dan Agung. Daerah ini merupakan daerah utama penghasil kopi di Bali.
Banyak petani kopi di Kintamani yang tergabung dalam sistem pertanian tradisional subak abian. Subak adalah semacam organisasi petani dengan sistem pengairan sawah yang diatur oleh pemuka adat yang juga seorang petani. Sistem subak memang untuk pertanian lahan basah atau sawah, sedangkan untuk lahan kering dikenal dengan istilah subak abian.
Sistem tradisional ini didasarkan pada filosofi Hindu, yaitu Tri Hita Karana. Filosofi ini mengajarkan tentang keharmonisan hubungan dengan lingkungan yang mendorong para petani untuk mengurangi penggunaan agrokimia sehingga didapatkan kopi yang organik.
Sistem subak abian mengorganisir para petani kecil dengan sangat baik. Hal ini berbanding lurus dengan sistem Fair Trade Coffee di mana kesejahteraan para petani kecil sangat diutamakan.
Para pemodal dan petani yang termasuk dalam subak abian telah mengupayakan Sertifikat Indikasi Geografis yang akhirnya keluar pada tahun 2008. Tujuannya adalah untuk memasarkan dan membedakan kopi kintamani dengan kopi-kopi produksi daerah lain.
Selain Kintamani yang kopinya sudah beredar ke mancanegara, Bali punya satu andalan lagi yang tak kalah nikmat, yaitu Pupuan. Berbeda dengan Kintamani yang memproduksi jenis arabika, Pupuan memproduksi robusta.
Pupuan adalah sebuah kecamatan yang berada di Kecamatan Tabanan. Pupuan berasal dari bahasa Bali, yaitu pupu yang berarti paha, karena letaknya di paha Gunung Batukaru. Oleh karena letaknya yang berada di paha atau lerang gunung inilah kopi bisa tumbuh subur di sini. Menyusul Kintamani, Kopi Robusta Pupuan pun mendapat Sertifikat Indikasi Geografis pada tahun 2017.
5. Kopi Lombok
Hampir sama seperti Bali, Pulau Lombok juga kerap jadi destinasi wisata baik wisatawan domestik maupun asing. Keindahan alam serta tradisi-tradisi masyarakatnya memang mempesona. Tidak hanya itu, pulau ini juga boleh diadu dengan daerah-daerah lain dalam hal produksi kopinya.
Prabe merupakan sebuah dusun di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Daerah ini terkenal dengan kopinya yang ditanam dengan cara organik. Perkebunannya dikelola dengan cara tumpang sari, yaitu penanaman yang melibatkan dua jenis tanaman atau lebih pada satu lahan dalam waktu bersamaan.
Selain Prabe, ada satu wilayah lagi yang cukup terkenal sebagai penghasil kopi di Lombok, yaitu Sembalun. Daerah penanamannya berada di lereng Gunung Rinjani, Lombok Timur.
Sebelum terkenal, jenis kopi yang banyak dibudidayakan oleh penduduk Sembalun adalah robusta. Orang-orang Sembalun menyebutnya kopi jamaq atau kopi biasa dalam bahasa Sasak. Namun, karena mengetahui besarnya permintaan pasar dunia akan jenis arabika, petani Sembalun pun mulai mengembangkan perkebunan arabika.
Tidak hanya di Pulau Lombok saja, beberapa kabupaten di Nusa Tenggara Barat juga turut meramaikan produksi kopi nusantara. Sebutlah satu nama, yaitu Kopi Robusta Tambora yang sudah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis lebih dahulu dari kopi-kopi di Lombok.
Tanah vulkanis dasi Gunung Tambora menjadikan daerah ini sangat subur untuk ditumbuhi kopi. Jenis kopi yang ditanam di sini adalah robusta.
6. Kopi Toraja
Toraja terkenal dengan ritus-ritus dan budaya tradisionalnya sehingga dijuluki sebagai the Land of Heavenly King. Selain itu, Toraja juga terkenal akan kopinya. Kopi-kopi di Toraja terkenal nikmat dengan tingkat keasaman yang relatif tinggi.
Sebagian besar kopi di Sulawesi ditanam oleh petani kecil. Cara mereka memproses kopi-kopinya pun masih tradisional, yaitu dengan cara giling basah atau wet hulling. Proses ini juga dikenal dengan istilah semi washed. Metode semi washed memang biasanya menghasilkan karakter yang memiliki body tebal dan keasaman yang rendah.
Pada kisaran tahun 1970-an, Indonesia sempat kesulitan mengekspor kopi dengan nama Toraja. Hal ini dikarenakan nama Toraja telah dipatenkan menjadi merk dagang oleh perusahaan Jepang, Key Coffee Co. Namun, itu semua bisa teratasi dengan adanya Sertifikat Indikasi Geografis untuk Kopi Toraja.
Karakter kopi Toraja yang khas adalah body yang tebal dan keasaman rendah. Rasanya dominan cokelat dan earthy. Rasa kopi Toraja yang sangat kuat membuatnya menjadi favorit dan dijual dengan harga tinggi di negara-negara Eropa Utara. Bahkan, minuman ini dianggap sebagai minuman mewah.
Kopi Toraja berasal dari Tana Toraja yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di sebelah utara Makassar. Perkebunan di daerah ini umumnya tidak terlalu luas dan dimiliki oleh perorangan, namun tersebar dan sangat banyak. Mayoritas perkebunan kopi berada di Toraja Utara, tapi proses dan pusat jual beli green bean berada di Makale, Tana Toraja.
Karakter khas dari kopi yang dihasilkan di daerah ini adalah body-nya yang tebal dan keasaman yang rendah. Ketika meminumnya, mulut akan mendapat sensasi rasa yang menempel di langit-langit.
Selain itu, flavor note yang terasa saat menyicipi rasa kopi toraja adalah beri dan rempah yang sangat kaya. Aroma didominasi oleh wangi rempah dan kayu manis. Sementara after taste yang terasa dari kopinya adalah rasa dark chocolate.
Rasa yang dihasilkan dari kopi Toraja sangat disukai terutama di negara-negara di Eropa Utara seperti Denmark dan Islandia. Green bean dari Sulawesi Selatan menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia terutama ke Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Karakter dari kopi toraja yang sangat kaya rasa membuatnya nikmat meski diseduh dengan metode apa pun. Jika ingin rasa yang pekat, sajikan dengan cara tubruk atau espresso. Sementara jika suka rasa yang agak ringan, seduh dengan cara pour over.
Ada dua jenis kopi yang ditanam di Toraja, yaitu arabika dan robusta. Jenis arabika kebanyakan dijual sebagai green bean, sedangkan robusta diolah sebagai bahan kopi instan dan oleh-oleh khas.
7. Kopi Gorontalo
Kopi yang dihasilkan di Pinogu, Gorontalo, berjenis robusta. Wilayah penghasil kopi yang terkenal di Sulawesi kiranya mencakup dataran tinggi Sulawesi Selatan (Toraja dan Enrekang) dan di Gorontalo (Pinogu). Wilayah Mamasa dan Gowa sebenarnya juga menghasilkan kopi, hanya saja kurang dikenal.
8. Kopi Flores
Selain dapat memanjakan mata, Flores juga memiliki kopi yang khas dan dikenal di penjuru nusantara maupun dunia. Dataran Flores mengandung tanah yang berasal dari abu gunung berapi (andosol) yang sangat subur dan ideal untuk produksi kopi organik.
Kopi Flores Bajawa berasal dari Bajawa, sebuah ibu kota Kabupaten Ngada, NTT. Perkebunan kopi bajawa berada di lereng Gunung Inie Rie. Sebuah gunung berapi yang ikut andil terhadap kesuburan tanah di Bajawa.
Kopi Flores Bajawa ini memiliki karakter rasa yang tidak kalah dengan kopi-kopi nusantara lainnya. Body-nya tebal dengan tingkat keasaman yang sedang. Keunikannya adalah aroma nutty dan after taste tembakau.
Selain Bajawa, ada lagu satu nama yang terkenal sebagai single origin dari Flores, yaitu Manggarai. Daerah ini terbagi menjadi tiga kabupaten, yaitu Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Ketiganya merupakan daerah yang terkenal dengan produksi kopinya.
Iklim tropis Indonesia dengan angin dari Australia sangat mempengaruhi keunikan cita rasa kopi manggarai. Seperti kopi bajawa, kopi manggarai pun ditanam secara organik sehingga aroma kopinya sangat autentik.
9. Kopi Papua
Kekayaan kopi di Indonesia membentang jauh dari ujung Sumatra hingga Papua. Ada dua daerah penghasil kopi utama di Papua. Pertama adalah Lembah Baliem, Wamena, dan yang kedua adalah Lembah Kamu di Nabire.
Kedua wilayah tersebut sama-sama menghasilkan jenis arabika yang organik. Cita rasanya tidak kalah dengan jenis-jenis kopi nusantara lainnya. Acidity-nya cenderung rendah sehingga tidak menyebabkan sakit lambung bagi peminum awam.
10. Kopi Luwak
Kopi luwak adalah minuman yang berasal dari biji kopi yang dipanen dari feses luwak liar yang dibersihkan. Minuman ini memiliki rasa yang lebih halus dari kopi pada umumnya, diduga hal ini disebabkan oleh proses fermentasi dalam perut luwak. Kopi luwak Indonesia adalah salah satu minuman mewah yang diekspor dengan harga yang sangat tinggi.
Kopi luwak adalah salah satu kopi termahal di dunia karena minuman ini memiliki nilai eksotis dan ketersediaanya sangat langka. Kopi luwak Indonesia laku keras dan sangat digemari di lingkungan pecinta kopi karena dianggap memiliki rasa yang ramah di lambung.
Tidak semua orang dapat mengapresiasi minuman ini karena banyak yang merasa jijik dengan bahan dasarnya yang berasal dari kotoran hewan luwak. Karena itu, minuman ini juga mendapat julukan buruk di berbagai negara. Istilah yang paling banyak digunakan oleh media Amerika adalah ‘cat poop coffee‘.
Ada tiga faktor utama yang membuat kopi luwak Indonesia lebih mahal dari kopi pada umumnya. Ketiga faktor itu adalah proses produksi yang panjang, jumlah panen yang tidak sebesar biji kopi biasa, dan rasa kopi yang tidak pekat.
Awalnya, kopi luwak ini ditemukan saat pemerintah kolonial Belanda menerapkan tanam paksa kopi. Masyarakat yang penasaran dengan rasa kopi menemukan biji yang masih utuh dalam kotoran seekor hewan mirip musang. Mereka mengolah biji dari kotoran tersebut, memanggang, lalu menyeduhnya. Tak disangka, rasanya sangat nikmat. Bahkan, kenikmatan minuman ini terdengar oleh pemerintah Belanda. Mereka kemudian mengumpulkan dan menjual kopi luwak Indonesia dengan sangat mahal.
Proses pembuatan kopi luwak dimulai ketika tanaman kopi memasuki masa panen. Buah yang siap dipanen akan mulai berubah warna menjadi kemerahan. Luwak memiliki kebiasaan dan kemampuan untuk memilih buah kopi dengan kualitas yang terbaik, sehingga hewan ini akan memakan buah dengan biji yang bagus saja.
Buah yang dimakan akan dicerna oleh hewan ini, anehnya pencernaan hewan ini tidak dapat menghancurkan lapisan kopinya, hanya daging buah dan kulit ari saja. Dalam pencernaan hewan mirip kucing ini, biji akan mengalami proses fermentasi.
Kotoran atau feses dari luwak ini nantinya akan dikumpulkan untuk dibersihkan. Tidak main-main, proses pencucian bisa berlangsung hingga 5-7 kali. Proses pencucian juga dilakukan di air yang mengalir untuk menjaga kebersihannya.
Setelah bersih, proses berikutnya adalah roasting atau pemanggangan. Proses pemanggangan hanya hingga tingkat medium roast. Alasannya adalah untuk mempertahankan karakter rasa yang unik.
Biji yang sudah dipanggang selanjutnya dikemas dalam bentuk utuh (whole beans) maupun bubuk untuk dijual. Beberapa daerah penangkaran bahkan membuka kafe kopi luwak sehingga pengunjung dapat menikmati kopi termahal ini segera setelah dipanggang.
Biji kopi luwak liar berwarna coklat muda kekuningan, sedangkan biji hasil penangkaran berwarna coklat muda pucat. Secara visual, perbedaan itu tidak akan tampak apabila biji sudah dipanggang karena warnanya sudah berubah kecoklatan. Namun, saat masih berbentuk green bean, dapat dilihat perbedaan pada warna bijinya.
Dari segi rasa, kopi luwak liar terasa lebih halus namun memiliki body yang lebih tebal daripada hasil penangkaran. Bahkan, beberapa orang merasa kopi luwak hasil dari penangkaran membuatnya mual.
Perbedaan antara keduanya disebabkan oleh pola makan yang berbeda. Di alam liar, musang ini memakan buah kopinya sebagai cemilan, bukan sebagai makanan utama. Sedangkan di penangkaran, buah kopi menjadi makanan yang selalu diberikan kepada hewan ini.
Faktor berikutnya adalah perbedaan kualitas buah yang dimakan oleh hewan ini. Hewan nocturnal ini memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk hanya memakan kopi yang matang dan berkualitas baik langsung dari pohonnya. Di penangkaran, makanan mereka disiapkan oleh manusia.
Sekilas dari tampilan, tidak ada yang berbeda dengan minuman ini, warna yang dihasilkan sama dengan kopi biasanya, hitam kecoklatan. Namun, jika sudah bicara mengenai aroma dan rasa tentu tidaklah sama.
Rasa kopi luwak sangat halus, tidak ada rasa getir, dan ada sedikit asam buah yang menyegarkan. Rasa akhir atau after taste dari kopi termahal ini sangat clean, tidak meninggalkan getir.
Kopi luwak Indonesia hampir selalu memiliki rasa fruity yang unik. Padahal, biji kopi tiap daerah memiliki karakter rasa yang berbeda-beda. Proses fermentasi alami di perut luwak inilah yang memunculkan rasa fruity yang kuat saat sudah diseduh.
Persentase kadar kafein kopi luwak robusta 1,77% dan luwak arabika 1,74%, sedangkan pada kopi robusta biasa 1,91% dan arabika biasa 1,85%.
Persentase protein terkandung dalam kopi luwak robusta 16,23% dan luwak arabika 14,84%, sedangkan pada kopi robusta biasa 18,34% dan arabika biasa 16,72%.
Kadar lemak pada kopi luwak robusta 18,45% dan luwak arabika 19,76%, sedangkan pada kopi robusta biasa 16,41% dan arabika biasa 17,37%.
Secara singkat, kadar kafein dan protein pada biji kopi luwak sedikit lebih rendah dari kopi biasa. Sedangkan, kadar lemak pada kopi termahal ini sedikit lebih tinggi dibanding dengan kopi pada umumnya. Kedua hasil ini berlaku pada biji arabika dan robusta, di mana biji arabika lebih rendah kafein dari robusta.
Penutup
Pada mulanya, budaya ngopi bukanlah budaya asli orang Indonesia. Jauh sebelum tanaman ini didatangkan oleh Belanda ke Indonesia, minum kopi sudah jadi budaya masyarakat Timur Tengah. Oleh Turki, minuman legendaris ini kemudian diperkenalkan kepada orang-orang Eropa dan pada akhirnya meluas ke penjuru dunia.
Jenis minuman kopi Indonesia yang sangat beragam memiliki keunikan cita rasa, karakter, dan penyajian. Sulit menentukan mana yang paling enak karena sajian berkembang mengikuti selera masyarakat lokal.
Kini tidak hanya sebagai komoditas, minuman pahit ini sangat lekat dengan budaya dan masyarakat Indonesia, bahkan menjadi daya tarik wisata. Karena itu, alangkah baiknya kearifan lokal seperti ini dilestarikan agar tidak hilang.
Referensi:
- Olivia, Femi. 2014. Khasiat Bombastis Kopi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
- Panggabean, Ir. Edi. 2019. Buku Pintar Kopi. Jakarta: Kawah Media.
- Publishing, Tim Tempo. 2018. Kopi, Aroma, Rasa, Cerita. Jakarta: Tempo Publishing.
- Rahadian, Beng. 2016. Mencari Kopi Aceh. Penerbit Octopus Garden.
- Syukri, Syukri Muhammad. 2016. Hikayat Negeri Kopi. Jakarta: Gramedia.
- https://www.sasamecoffee.com/kopipedia/
- https://coffeeland.co.id/
- https://www.coffindo.id/
- https://www.bekraf.go.id/kopiindonesia/
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!