Saya melalui masa kecil dengan kalimat yang begitu rutin saya dengar. “Heleh, opo iso …” Dalam versi bahasa Indonesia, kira-kira akan menjadi begini. “Halah, emangnya kamu bisa? Sok-sokan ….”
Lontaran itu memang terlihat simpel, tetapi sebenarnya mengandung fondasi yang berbahaya untuk masa depan. Anak-anak kecil yang terlalu sering diremehkan, tak mendapatkan dukungan, serta tak ditunjukkan jalan yang terang, akan membuatnya menjadi pribadi yang berantakan. Dalam bahasa sederhananya, dalam bahasa Tunisia: sudahlah nggak ngasih solusi, maido melulu.
Beruntungnya, saya bisa menata lagi semua serakan itu menjadi kepingan utuh. Masalahnya, tak semua orang seperti saya.
Usia-usia belia, begitu rentan. Peremehan-peremehan yang mengakrabi hari-harinya akan membuatnya rapuh, getas, mudah tergilir keadaan. Parahnya, menurut saya, justru ketika ia akhirnya menjadi pribadi yang tidak kreatif, tak berani mencoba sesuatu yang baru, dan mengerikannya lagi, ia begitu takut dengan yang namanya kegagalan.
Mengapa ia takut mencoba? Ya … karena ia tahu, kalau ia gagal, ia akan mendapatkan cemoohan berkali lipat. “Tuh, kan … sudah saya bilang ….” Dan kalimat-kalimat lain yang tidak membuatnya berkembang.
Kalimat-kalimat seperti itu lah yang sering saya hindari untuk Syaz. Saya terus mendorongnya untuk mencoba. Gagal? Ya udah, bangkit lagi. Hidup di dunia cuman sekali, kok dibikin … kata Gus Baha, ribet.
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!