Unsplash adalah salah satu platform yang mengubah industri bisnis fotografi. Berkat Unsplash, kita sering mendapati para pekerja kreatif (yang berhubungan dengan jenis pekerjaan desain) berkreasi untuk menghadirkan presentasi mockup dengan baik.
Saya tahu Unsplash pertama kali saat di Product Hunt, di mana ada salah satu member yang mengunggahnya, dan langsung mendapatkan upvote yang banyak. Pertama kali langsung jatuh cinta, karena kualitas fotonya yang super bagus dengan ukuran yang kelewat gede.
Cerita tentang Unsplash ini menarik, karena awalnya tidak diniatkan sebagai sebuah entitas bisnis oleh founder-nya, namun justru sebagai sebuah project asik-asikan ajah.
Unsplash didirikan oleh para pendiri Crew—yang saat ini sudah diakuisisi oleh Dribbble. Saat itu, mereka menyewa seorang fotografer untuk memotret beberapa project. Dikarenakan ada sisa banyak foto yang tak terpakai, akhirnya mereka menemukan sepuluh foto terbaik dari yang tidak terpakai, dan daripada hanya ngendon di hard drive, mereka justru membuat website dengan berbasis Tumblr, dan menggratiskan foto tersebut untuk diunduh. Siapa tahu di luar sana, ada freelancer lain yang bekerja di industri kreatif yang membutuhkan foto-foto tersebut untuk digunakan dalam presentasi pekerjaan mereka.
Dan ternyata ide sederhana itu benar. Kini, Unsplash telah tersumbangi 250.000 foto dari para anggota, dan semuanya memiliki kualitas fotografi super bagus dengan resolusi super besar, dan 10 foto pertama yang diunggah oleh mereka telah dilihat 58 juta kali! Sekarang, banyak dari kita sering melihat materi presentasi berbasis desain, seperti mockup untuk website, presentasi slide, dan sebagai, menggunakan foto-foto yang diunduh dari Unsplash.
Jeff Sheldon, pendiri Ugmonk sekaligus penyumbang foto di Unsplash, bahkan portofolio foto-fotonya sudah dilihat 140.000.000 kali! Itu bahkan jumlah views yang jauh lebih banyak daripada ketika kita mengunggah di Instagram.
Unsplash dan Bagaimana Caranya Mengubah Industri
Kelahiran sebuah platform yang dirasa inovatif, sebenarnya tidak sedang membunuh industri yang sudah mapan. Hadirnya hanya mengubah cara distribusinya atau mengubah cara konsumsi masyarakat.
Seperti itu juga yang dilakukan oleh Unsplash. Memangnya, bagaimana sih cara Unsplash mengubah wajah industri fotografi?
Satu, pekerja seni butuh eksposur. Semakin sering, semakin bagus, karena berarti mendapatkan gegap gempita yang lebih stabil. Dari eksposur yang sering itulah, audiens akan terbentuk. Seorang pekerja seni memang membutuhkan audiens, karena memang di situlah para pengapresiasi karya suatu saat akan berubah menjadi ambassador dan die hard fans.
Nah, di sinilah peran Unsplash. Sebagai media agar para pekerja seni, khususnya fotografer, mendapatkan eksposur. Seorang fotograger andal hanya perlu mengunggah beberapa foto bagus saja. Give your best work for free. Dengan begitu, akan banyak yang mengunduh fotomu, dan eksposurmu makin tinggi. Kesempatan untuk mendapatkan klien, tentu juga makin tinggi.
Kita tak perlu repot-repot untuk mencari audiens, karena audiens datang sendiri ke Unsplash. Hal ini tentu berbeda ketika kita membuat website sendiri. Tentu akan sangat memakan waktu bahkan hanya untuk mendatangkan pengunjung atau traffic.
Kedua, seni monetizing. Kalau digratiskan, bagaimana monetizing-nya? Mungkin kita beranggapan begitu, saat ide give your best work for free saya paparkan di atas. Yaiyalah, sudah lah bikinnya susah, kok malah digratiskan. Dari mana dapat duitnya coba?
Sebelum marah-marah, mari kita renungi.
Tim Ferris, bukunya The 4-Hour Chef setelah ditolak Barnes & Noble untuk mendistribusikan bukunya, justru menggratiskan ringkasannya dalam format PDF lewat BitTorrents. Banyak orang kemudian tertarik membaca versi lengkapnya, dan buku cetakannya jadilah best-seller.
Leo Babauta, membuat semua karyanya di ZenHabits dengan embel-embel uncopyright, dengan tujuan agar buah pemikirannya tersebar lebih luas. Dapat duitnya dari mana? Dari kelas menulis yang diadakah, karena orang-orang sudah tahu kualitas menulisnya dan apa sumbangsihnya untuk dunia mindfulness.
Chance the Rapper, lewat albumnya Coloring Book, bahkan menjadi musisi pertama yang memenangkan Grammy itu pun bahkan tanpa menjual secara fisik albumnya, alias streaming-only. Lalu, dari mana Chance The Rapper dapat duitnya? Dari menjual merchandise dan tiket dari tur konsernya.
Paham kan polanya? Saat kita memberikan hasil karya terbaik dengan gratis, kita juga harus sudah menyiapkan “senjata lain” sebagai kanal monetizing. Industri kreatif memang membutuhkan kreativitas, gaes. Pendekatan dari pekerja seni memang harus kreatif dan berbeda, untuk mendapatkan aliran sumber uang.
Itulah juga yang terjadi ketika kita mengunggah karya terbaik di Unsplash. Klien akan berdatangan. Eksposur akan terwujud. Dan dunia online membuat kita mendapatkan eksposur yang demikian besar dan cepat dalam waktu yang relatif singkat.
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!