Strategi Dakwah Rasulullah – Tugas utama Nabi Muhammad saw adalah mendakwahkan Islam kepada seluruh manusia. Beliau memanggul amanah agar seruan tauhid ini didengar, dipahami, dan mendorong manusia dari segala macam bangsa untuk mengambil sikap. Namun walau tugasnya menyampaikan, bukan berarti beliau sekadar bicara untuk menggugurkan kewajiban kemudian membiarkan orang-orang memilih seenaknya mau mengimani beliau atau tidak.
Bagaimanapun beliau harus memikirkan bagaimana agar dakwah ini dapat diterima oleh para pendengar dan penyimaknya. Untuk itu beliau tidak bisa melakukan penyampaian asal-asalan. Beliau harus merumuskan strategi yang betul-betul tepat agar dakwah ini menuai keberhasilan, bukan kegagalan. Sebab, apa gunanya beliau diangkat menjadi nabi dan rasul terakhir jika dakwahnya gagal. Kunci keselamatan dunia ini ada pada keberhasilan dakwah beliau.
Karena itulah kita mencoba memaparkan pola-pola dakwah beliau beserta sifat-sifat dakwahnya yang luhur, yang menjadi kunci keberhasilan dakwah beliau saw.
Pola Dakwah Nabi saw
Demi menuai keberhasilan dalam melaksanakan misinya, Nabi saw tidak serampangan menyampaikan dakwah. Beliau mempertimbangkan banyak faktor, seperti latar belakang sosial, struktur kemasyarakatan, kondisi perpolitikan, garis kekerabatan, dan sebagainya. Sebab itu beliau membuat pola-pola dalam berdakwah. Setiap pola cocok pada waktu dan momen tertentu. Dengan demikian hal ini pada akhir perjalanan mengantarkan beliau pada keberhasilan dakwah.
1. Dakwah Tertutup (Sirriyah)
Pola dakwah yang pertama kali dipakai oleh Rasulullah saw adalah dakwah diam-diam (sirriyah). Pola ini dilakukan oleh Rasulullah saw dengan cara mendekati secara personal kerabat dan sahabat dekatnya untuk diajak masuk Islam. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam melalui pola ini adalah Khadijah binti Khuwailid dan Aly ibn Abu Thalib.
Awalnya Abu Thalib tidak mengetahui kalau anaknya itu sudah mengikuti agama yang dibawa oleh Muhammad saw. Namun belakangan dia tahu akan hal itu. Dia sendiri tidak terlalu mempersoalkan pilihan hidup anaknya. Rasulullah saw pun mendekatinya untuk menyampaikan inti ajaran beliau kepadanya. Tetapi Abu Thalib tidak mau masuk Islam dan tetap berpegang pada agama lamanya. Kendati demikian ia berusaha melindungi keponakannya itu dari gangguan siapapun.
Selain kepada keluarga, dakwah sirriyah juga disampaikan kepada sahabat dekat Rasulullah saw, Abu Bakr al-Shiddiq. Abu Bakr tidak butuh waktu lama untuk menyambut dakwah Rasulullah saw. Bahkan secara diam-diam pula Abu Bakr berhasil menarik beberapa teman akrabnya untuk memeluk Islam.
Dakwah sirriyah berlangsung selama 3 tahun. Pada masa ini kaum Quraisy belum menunjukkan penentangan keras terhadap Muhammad saw meskipun beliau sering terlihat shalat di Kakbah. Itu karena mereka menilai Muhammad saw tidak memiliki pengaruh kuat untuk menggeser kepentingan dan pengaruh Quraisy di Mekah.
Selama tiga tahun ini belasan orang telah memeluk Islam. Mereka digelari dengan sebutan al-Sabiqun al-Awwalun. Tetapi berbeda dari Rasulullah saw, mereka mengerjakan shalat secara sembunyi-sembunyi.
2. Dakwah terbuka (jahriyah)
Tiga tahun menjalankan dakwah diam-diam dengan merekrut belasan orang pemeluk Islam, Allah kemudian memerintahkan Nabi saw menyampaikan dakwah secara terang-terangan (jahriyah). Dakwah secara terbuka ini sasarannya dimulai dari keluarga dan kerabat dekat. Tujuannya, meski kerabat yang dituju tidak menyatakan masuk Islam, setidaknya dengan pertalian kekerabatan yang ada tetap memberikan perlindungan bagi dakwah Nabi saw.
Sayangnya, jalan tidak mulus. Dakwah terbuka ini malah menandai dimulainya permusuhan masyarakat Quraisy terhadap Nabi saw. Abu Lahab, salah seorang paman sekaligus besan Rasulullah saw, menyatakan permusuhan secara terbuka pula. Ia bahkan menghasut kaum kerabat yang lain agar menghalang-halangi dakwah Muhammad saw. Di fase ini masyarakat Quraisy mulai khawatir pada pengaruh Islam yang bisa mengganggu stabilitas kekuasaan mereka terhadap Mekah.
3. Dakwah ke luar Mekah
Pertentangan yang keras dari masyarakat Mekah terhadap dakwah Muhammad saw mendorong beliau untuk membuka sayap dakwah sampai ke luar Mekah. Salah satu sasaran yang dituju adalah Thaif. Beliau pergi ke Thaif lantaran berpikir bahwa penduduk Thaif akan menerima dakwahnya dan melindunginya. Tetapi penduduk Thaif ternyata malah mengusir dan menganiayainya. Akhirnya beliau meninggalkan Thaif dan kembali ke Mekah.
Selain ke Thaif, beliau juga menyampaikan dakwah ke beberapa tempat lain. Tetapi sayangnya semua menolak apa yang beliau serukan.
4. Dakwah di musim haji
Selain dikenal sebagai pusat perdagangan, Mekah juga merupakan pusat spiritualitas dimana manusia dari berbagai bangsa mendatanginya untuk berhaji di Baitullah. Di sekitar Kakbah terdapat banyak patung yang menjadi obyek penyembahan manusia paganis saat itu. Maka Mekah menjadi tempat peribadatan universal bagi banyak kalangan termasuk mereka yang masih menganut agama tauhid warisan Ibrahim.
Dengan demikian, bila musim haji tiba, Mekah menjadi padat oleh kehadiran manusia dari berbagai tempat. Momen ini dimanfaatkan oleh Rasulullah saw untuk menyampaikan dakwahnya. Beberapa musim haji lewat, tanggapan yang diterima tidak begitu menggembirakan. Meski demikian, Nabi saw tidak putus asa. Walau mereka tidak menerima, setidaknya mereka telah membantu berita tentang kehadiran rasul terakhir ini tersiar kemana-mana.
Berita tersebut sampai juga kepada penduduk Yatsrib. Suku Aus dan Khazraj yang mendiami Yatsrib dan sudah lama terlibat dalam pertikaian dan pertumpahan darah, tertarik terhadap berita tentang ajaran nabi terakhir. Mereka sudah bosan hidup dalam genderang permusuhan yang berkepanjangan. Mereka butuh pemimpin yang dapat mempersatukan mereka. Maka mereka datang ke Mekah pada suatu musim haji. Dua belas orang dari suku Aus dan Khazraj lantas berikrar setia untuk memeluk Islam dan mengakhiri permusuhan di antara mereka.
Karena pintu masuknya ajaran Islam ke Yatsrib telah terbuka, Nabi saw mengutus Mush‘ab ibn Umair ke Yatsrib untuk menyampaikan dakwah Islam di sana. Hasilnya, jumlah jamaah haji dari Yatsrib pada tahun berikutnya meningkat. Kali ini mereka berjumlah 75 orang. Mereka menyatakan beriman pada Muhammad saw dan berikrar akan melindungi Rasulullah saw dalam dakwah.
5. Dakwah di Madinah
Dakwah di Mekah yang sifatnya “terapi kejut” itu tidak serta-merta diterima oleh masyarakat Quraisy. Maka dakwah tersebut tidak berkembang. Bahkan ketika gelombang permusuhan terhadap Nabi saw semakin menguat, beliau menyuruh para sahabat berhijrah ke Yatsrib. Ketika permusuhan telah sampai pada puncaknya dimana Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Nabi saw, beliau pun berhijrah ke Yatsrib.
Di Yatsrib perjalanan dakwah jauh lebih kondusif. Dakwah bukan lagi berisi tauhid dan akhlak semata, tapi mulai merambah pada pembentukan entitas kemasyarakatan baru beserta seluruh aturan-aturan yang menatanya. Untuk menandai peradaban baru ini, Rasulullah saw mengganti nama kota Yatsrib menjadi Madinah.
Di Madinah, dakwah berkembang dengan pesat hingga umat muslim menjadi komposisi mayoritas di kota tersebut. Dengan demikian dari segi perpolitikan umat muslim menjadi mendominasi di dalamnya. Sedikit demi sedikit kekuatan umat terus dibangun. Walau mendapatkan gangguan dari Yahudi, Quraisy, dan kaum-kaum lainnya, umat muslim mampu menghilangkan gangguan tersebut dengan baik. Hingga ketika kondisi umat sudah stabil, ajaran Islam tersempurnakan di fase Madinah ini.
Sifat Dakwah Nabi saw
Keberhasilan suatu dakwah harus dilandasi dengan sifat-sifat nan mulia. Sifat-sifat ini menjadi prasyarat diterimanya dakwah oleh orang-orang yang mendengarnya.
1. Orisinalitas wahyu
Sebagai Rasul, Nabi Muhammad saw sejatinya hanyalah penyampai apa-apa yang telah difirmankan Allah swt. Beliau tidak diperkenankan menambah ataupun mengurangi wahyu yang diturunkan kepadanya, semuanya harus disampaikan secara utuh dan orisinil. Beliau juga tidak diperbolehkan menyembunyikan sebagian wahyu sekalipun itu berupa teguran terhadapnya.
Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi saw. Beliau menyampaikan al-Quran apa adanya. Beliau tidak menyembunyikan satu kata pun dari al-Quran. Yang beliau lakukan adalah mengajarkan al-Quran itu secara orisinil seperti yang diturunkan pada beliau. Dengan demikian materi dakwah beliau adalah murni dari Allah swt.
2. Bahasa keteladanan
Strategi dakwah Rasulullah berikut adalah menghadirkan keteladanan. Nabi Muhammad saw bukanlah seorang mubaligh yang pandai berceramah saja. Beliau adalah juru dakwah yang komprehensif. Tingkah lakunya sejalah dengan tutur katanya. Perintahnya terlebih dahulu ia praktikkan untuk dirinya sendiri. Ketika beliau memerintahkan untuk mengerjakan shalat Tahajud, maka beliau adalah sosok yang paling rajin shalat Tahajud.
Keteladanan jua yang mampu menembus relung hati orang yang keras kepala, bukan kata-kata. Orang yang menghina beliau dengan melemparkan kotoran hewan kepada beliau, bukan tunduk karena tutur kata tapi karena kelapangan hati beliau memaafkannya dan justru memperlakukannya dengan baik. Beliau memberikan suri teladan yang mulia; membalas kejahatan dengan kebaikan. Inilah salah satu kunci sukses dakwah Rasulullah saw.
3. Komunikasi efektif
Strategi dakwah Rasulullah berikut adalah komunikasi yang efektif. Seorang juru dakwah yang baik adalah yang mampu mengkomunikasikan materi dakwahnya kepada pendengar secara utuh. Apa yang dia ucapkan bisa dipahami dengan jelas, tanpa distorsi makna. Nabi saw memenuhi kualifikasi untuk hal ini. Di dalam masa penyusuan beliau tumbuh di lingkungan yang bahasa Arabnya bersih, Bani Saad. Sejak kecil beliau terkenal fasih dalam berbicara.
Bukti kepiawaian komunikasi beliau ketika dewasa terlihat dari keberhasilan beliau mendidik murid-muridnya. Murid-muridnya menjadi dai penyebar Islam yang hebat. Mencetak murid-murid yang hebat seperti itu tidak terlepas dari kemampuan mengkomunikasikan diri dengan murid-muridnya. Komunikasi yang beliau bangun sangat efektif. Pesan-pesan beliau dipahami secara jelas hingga diabadikan dalam kitab-kitab hadits.
Baca juga: Penulis Biografi Terbaik di Indonesia
4. Dekat dengan umat
Strategi dakwah Rasulullah berikut adalah dekat dengan umat. Nabi Muhammad saw bukan pemimpin yang duduk angkuh di atas kursi singgasana raja tanpa memperhatikan nasib umatnya. Beliau bukan dai elit yang datang menyampaikan ceramah di suatu tempat kemudian terbang lagi untuk mengisi kajian di tempat lain dengan bayaran selangit, tanpa mempedulikan apakah para obyek dakwahnya sudah mengamalkan dengan baik apa yang disampaikan ataukah belum.
Beliau adalah pemimpin sekaligus dai yang membersamai umatnya. Beliau turut duduk di atas tikar lusuh bersama murid-muridnya. Beliau menikmati kesulitan hidup bersama umatnya. Beliau turun ke jalan-jalan menyeka kepala anak yatim, memberi makan fakir miskin, dan berderma untuk masyarakat dhuafa. Kedekatan beliau dengan umat ini adalah kunci beliau mendapatkan kecintaan yang tinggi dan tulus dari umat. Dengan kecintaan tersebut dakwah beliau mampu membuka pintu gerbang keberhasilan.
4. Pengkaderan dan pendelegasian wewenang
Strategi dakwah Rasulullah berikut adalah pengkaderan. Menjadi nabi terakhir bukan berarti ajaran Islam ini berhenti masa berlakunya dengan meninggalnya Nabi saw. Ajaran Islam akan terus berkumandang sampai hari kiamat, jauh setelah Rasulullah saw meninggal dunia. Untuk itu Rasulullah saw perlu menyiapkan kader pengganti setelahnya. Dalam hal ini beliau memiliki kepiawaian yang diakui. Murid-murid beliau menjelma menjadi kader-kader militan pengusung dakwah Islam yang berhasil menorehkan prestasi menyebarkan Islam ke 2/3 belahan dunia. Itu buah dari didikan tangan dingin beliau.
Dalam hal pendelegasian wewenang beliau juga sangat pandai. Tidak mungkin beliau bersafari mendatangi setiap tanah di muka bumi untuk menyampaikan dakwah Islam karena itu akan memakan waktu lama dan hasilnya tidak efektif. Untuk wilayah-wilayah tertentu beliau delegasikan wewenang menyampaikan dakwah Islam kepada sahabatnya. Misalnya, Mush‘ab ibn Umair yang dikirim ke Yatsrib untuk menyampaikan dakwah di sana. Beliau terbukti mampu menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat.
Pendelegasian semacam ini sangat penting peranannya dalam mempercepat penyebaran Islam. Maka tidak mengherankan hanya dalam waktu 23 tahun Nabi saw telah mampu menyelesaikan amanah dakwahnya dengan sempurna. Bukan karena beliau bekerja seorang diri kesana-kemari, tapi karena kerja tim yang melibatkan banyak sahabat dan tentunya dengan pendelegasian wewenang. []
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!