Sistem Hukum Rasulullah – Selama kurang lebih 10 tahun Rasulullah memimpin sebuah masyarakat di Madinah. Dalam masa itu diperlukan adanya perangkat peraturan dan hukum yang mengatur pola hubungan, hak dan kewajiban, serta penyelesaian konflik antar kelompok masyarakat yang ada. Hukum menjadi penting demi terciptanya kedamaian dan stabilitas masyarakat Madinah.
Peran Rasulullah saw dalam meletakkan hukum Islam di Madinah menjadi titik penting perjalanan sejarah. Bukan sekadar nilai-nilai teoritis, tapi sudah berkembang menjadi pembentukan perangkat-perangkat semisal lembaga peradilan untuk melaksanakan hukum tersebut. Hukum yang beliau ajarkan kemudian diajarkan pula oleh ulama muslim turun temurun dari generasi ke generasi. Bahkan besar kemungkinan hukum yang diajarkan oleh Rasulullah saw menjadi referensi dan acuan para sarjana Barat untuk mengembangkan dan memodifikasi hukum mereka sejak abad pertengahan sampai sekarang.
Peran Rasulullah SAW dalam Pembinaan Hukum
Idealnya, dalam suatu masyarakat ada aturan-aturan atau norma yang dipatuhi oleh semua anggota masyarakat. Aturan-aturan itu dapat berupa norma-norma akhlak dan norma-norma hukum. Norma-norma akhlak biasanya memiliki sanksi berupa pengucilan dari pergaulan masyarakat. Namun, dalam pelanggaran yang bersifat kriminal, normal akhlak tidak cukup menanganinya. Perlu adanya aturan-aturan yang bersifat hukum. Maka itu Rasulullah saw memainkan peran dalam membina hukum di masyarakat Madinah.
1. Pembinaan Aturan Hukum
Saat Islam didakwahkan di Madinah, masyarakat Arab sebelumnya sudah memiliki perangkat aturan sendiri. Tiap suku mempunyai perangkat aturan yang bersumber dari tradisi mereka. Kaum Yahudi pun memiliki perangkat aturan yang mengacu pada Taurat disertai beberapa perubahan. Dengan demikian hukum Islam berkembang di masyarakat yang tidak hampa hukum.
Oleh sebab itu hukum Islam tidak seratus persen baru, tetapi ada beberapa persentase yang diadopsi dan dimodifikasi dari tradisi-tradisi lama. Tradisi-tradisi lama yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dasar Islam, diadopsi. Yang bertentangan mutlak, ditolak. Yang ada unsur kemaslahatannya namun masih perlu dibersihkan dari kaidah-kaidah yang tidak benar, dimodifikasi sehingga selaras dengan kaidah-kaidah keislaman.
Alhasil, hukum Islam terbentuk dari perpaduan beberapa proses. Pertama, syariat yang murni baru, yang datang melalui wahyu. Kedua, aturan yang merupakan perpaduan, adopsi, juga modifikasi dari tradisi-tradisi lama Arab dan Yahudi. Ketiga, aturan-aturan ijtihadi yang lahir dari kesepakatan dan persentuhan sosial umat muslim dengan non-muslim.
Maka tampillah hukum Islam sebagai tata aturan paling sempurna di masa itu. Segala macam persoalan sosial dan politik dapat diselesaikan dengan mengacu pada hukum Islam. Hukum Islam masih terus memberikan pengaruh sampai sekarang. Hukum Islam bisa diterapkan dan diadopsi di mana saja karena selain prinsip-prinsip dasarnya mapan dan baku, dalam aplikasinya bersifat fleksibel menyesuaikan situasi sosial dan politik suatu masyarakat.
2. Pembinaan Lembaga Peradilan
Perangkat hukum tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya suatu lembaga yang menjalankan dan mengawasinya; lembaga yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pada pelanggarnya. Sebab itulah Rasulullah saw sudah membentuk lembaga peradilan di masanya. Beliau menjadi hakim tinggi di pusat kota Madinah, sementara untuk wilayah-wilayah yang jauh dari jangkauan Madinah beliau mengangkat sejumlah sahabat sebagai qadhi di sana.
Lembaga peradilan di masa Rasulullah saw berjalan transparan dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Lembaga peradilan menjalankan perannya secara adil tanpa membedakan suku dan agama. Siapa bersalah, dia pantas dijatuhi sanksi sesuai kadar kesalahannya sekalipun sahabat bahkan keluarga Muhammad saw. Tercatat sejumlah kasus sengketa antara sahabat Rasulullah saw dan orang Yahudi yang kemudian dimenangkan oleh Yahudi. Ini merupakan bukti betapa obyektifnya peran yang dijalankan oleh lembaga peradilan Islam.
3. Penegakan Hukum
Tata aturan sudah terbentuk dan lembaga peradilan pun sudah ada. Tinggal komitmen semua elemen masyarakat untuk patuh terhadap penegakan hukum. Dalam hal ini Rasulullah saw menyerukan bahwa setiap pelanggar harus mendapatkan sanksi sesuai aturan dan sesuai pelanggarannya. Itu tidak berhenti hanya pada seruan, melainkan betul-betul dijalankan oleh beliau selaku hakim di Madinah. Beliau tidak pandang bulu dalam membuat suatu keputusan. Dalam beberapa kasus beliau memenangkan Yahudi karena memang pantas mendapatkan kemenangan perkara.
Sikap konsisten Rasulullah saw dan para qadhi di berbagai wilayah dalam menjalankan hukum membuat masyarakat menaruh hormat pada beliau. Mereka senantiasa ridha atas keputusan beliau, tak peduli apakah komunitas mereka dimenangkan ataukah dikalahkan.
Baca Juga: Sudahkah Diri Bermanfaat untuk Dakwah
4. Pembinaan Masyarakat Hukum
Peranan Nabi saw tidak berhenti pada pembinaan hukum tetapi juga melakukan pembinaan terhadap masyarakat hukum. Sebab pembinaan kesadaran masyarakat terhadap hukum jauh lebih penting daripada hukum itu sendiri. Ketika masyarakat sudah taat terhadap hukum maka angka pelanggaran menipis, yang dengan demikian menekan biaya-biaya dalam penegakan hukum tersebut. Di samping itu masyarakat dapat berkonsentrasi meningkatkan kehidupan mereka tanpa mengganggu ataupun diganggu pihak lain.
Yang menarik adalah, setelah ditelusuri secara cermat, proses pembinaan masyarakat hukum sudah dilakukan oleh Rasulullah sebelum hukum itu ada, yakni sejak periode Mekah. Di Mekah beliau meletakkan dasar-dasar keimanan yang fungsinya agar seorang muslim tunduk dan patuh pada Allah swt apapun bentuk hukum yang diberikan nanti. Beliau juga mengajukan premis-premis akhlak yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya hidup di bawah aturan yang benar.
Walau hasil yang diraih tidak terlalu menggembirakan sebab mayoritas masyarakat Quraisy menolak ajaran beliau, namun masuk Islam-nya beberapa sahabat dan berbaiat setianya orang-orang Yatsrib menjadi pijakan penting berdirinya sebuah masyarakat yang taat hukum. Orang-orang yang sudah mengikhlaskan diri sepenuhnya pada Islam ini kemudian menjadi insan-insan yang taat hukum ketika hukum itu benar-benar diturunkan di Madinah.
Dalam fase Madinah, proses pembinaan masyarakat hukum ini terus berjalan. Sebab, di tengah dinamika politik dan sosial yang ada, yang ditandai dengan adanya banyak peperangan dan sejumlah perjanjian, pembinaan masyarakat hukum ini harus terus memainkan peranannya. Setiap kebijakan dan keputusan yang diambil Rasulullah saw dalam situasi perang maupun gencatan senjata bukan tidak mungkin dikritisi oleh masyarakat yang ada dalam wilayahnya, bahkan oleh para sahabat. Karena itu, terbentuknya masyarakat yang sadar hukum sangat penting agar semua pihak bisa menerima dengan lapang dada setiap keputusan hukum yang dibuat.
Karakteristik Hukum Islam
Hukum Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw memiliki karakter yang berbeda dengan hukum lainnya pada waktu itu, bahkan hingga sekarang. Karakteristik hukum Islam ini menggambarkan betapa sempurnya konsep yang dibangun oleh Rasulullah saw untuk mengatasi setiap problematika umat manusia.
1. Rabbaniyah
Hal yang paling membedakan hukum Islam dengan sistem hukum lainnya terletak pada sifat rabbaniyah. Sumber hukum Islam adalah wahyu dari Allah swt, baik yang termaktub dalam al-Quran maupun yang tersampaikan lewat lisan Rasulullah saw. Hukum Islam tidak murni lahir dari buah perenungan logika, melihat bimbingan Allah swt terhadap Rasulullah saw.
Dengan demikian, hukum Islam adalah tata aturan yang paling sempurna untuk mengatasi segala macam problematika manusia. Alam ini diciptakan oleh Allah, manusia diciptakan pula oleh Allah, permasalahan manusia juga Allah yang membuat, maka tentu Allah-lah yang paling tahu perangkat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Dan perangkat itu telah dihadirkan ke muka bumi dalam wujud hukum Islam melalui Rasulullah saw.
2. Bertahap
Hukum Islam tersampaikan tidak sekaligus pada awal pertama Rasulullah saw dinobatkan sebagai rasul. Hukum Islam turun secara bertahap. Dalam periode Mekah, ketika nilai keyakinan tauhid masyarakat sangat lemah dan moral mereka berada pada titik terendah, tidak mungkin menghadirkan hukum di sana. Sebab itulah al-Quran dan dakwah Rasulullah saw lebih banyak berisi tentang akidah dan akhlak, serta tidak menyinggung hukum.
Pada periode Madinah pun hukum tidak turun sekaligus. Hukum Islam hadir menyesuaikan kondisi sosial yang ada dan kondisi iman para pemeluk Islam untuk mematuhi hukum tersebut. Dalam pengharaman khamr misalnya, ayat yang turun pertama kali tidak langsung mengharamkannya. Ayat pertama tentang khamr berisi tentang sedikitnya manfaat minum khamr, dan bahwa mudaratnya lebih besar. Setelah masa yang cukup lama, ayat berikutnya berisi larangan mengerjakan shalat di bawah pengaruh minuman keras. Hingga pada tahap akhir, khamr diharamkan secara tegas dan mutlak.
Penyampaian hukum Islam yang berangsur ini membuahkan efektivitas tinggi. Saat ayat paling terakhir diturunkan –setelah terlebih dahulu diawali dengan ayat-ayat “ringan” untuk masa yang lama— semua umat muslim menerima dan melaksanakan dengan sepenuh kesadaran. Mungkin akan berbeda ceritanya jika sejak pertama kali ayat yang terakhir langsung diturunkan.
3. Universal
Hukum Islam tidak hanya berlaku bagi orang Madinah maupun orang Arab. Hukum Islam berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi, sejalan dengan diutusnya Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul terakhir bagi semua manusia. Hukum Islam cocok diaplikasikan untuk bangsa apa saja dan bagi masyarakat mana saja.
4. Ideal dan Realistis
Sifat hukum Islam yang ideal artinya bahwa hukum tersebut sempurna untuk menata kehidupan seluruh manusia. Hukum Islam merupakan konstitusi paling ideal di muka bumi.
Namun demikian, idealisme hukum Islam bukanlah sesuatu yang “melangit” sehingga tak mungkin digapai. Hukum Islam adalah hukum yang membaur indah dengan realita dunia; menyikapi realita, mengubah realita, dan menghadirkan pemecahan atas problem realita kehidupan. Kita bisa mengaplikasikannya karena sifatnya sangat realistis.
5. Pertengahan
Karakteristik hukum Islam selanjutnya adalah wasathiyah (pertengahan/kemoderatan). Hukum Islam memberikan porsi yang seimbang dan proporsional bagi hal-hal yang saling bertentangan. Misalnya, seimbang dalam menyikapi materialisme dan spiritualisme, keduniaan dan keakhiratan, seimbang dalam menempatkan akal dan wahyu, juga dalam menempatkan kepentingan pribadi dan umum.
6. Fleksibel
Prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah universal hukum Islam dapat mengakomodasi semua tuntutan waktu dan tempat, kapan dan dimanapun. Karena dalam operasional dan aplikasinya, prinsip-prinsip tersebut bisa menghasilkan produk hukum nan beragam sesuai kondisi yang melatarinya.
Ini menunjukkan keistimewaan hukum Islam nan tiada taranya. Di satu sisi, kaidah-kaidah dasarnya baku. Tapi di sisi lain, bentuk aplikasinya bersifat fleksibel mengikuti kebutuhan dan kemaslahatan manusia.
7. Adil
Hukum Islam berlandaskan pada keadilan dan dijalankan seadil-adilnya. Dalam naungan hukum Islam, manusia diperlakukan sama. Tidak ada diskriminasi atas dasar kekayaan, suku, ras, golongan dan agama. Tidak ada “orang penting” yang bebas dari jerat hukum bila memang bersalah. Rasulullah saw menegaskannya di hadapan orang-orang Quraisy yang berusaha melepaskan seorang wanita Quraisy dari hukuman mencuri.
Beliau saw berkata lantang, “Hai segenap manusia! Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang dahulu sebelum kalian tidak lain ialah: apabila orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya; dan apabila orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukuman atasnya. Demi Dzat yang menguasai diri Muhammad di tangan kekuasaan-Nya, sekiranya Fatimah anak perempuan Muhammad yang mencuri, pasti aku akan memotong tangannya.”
8. Tidak Menyulitkan
Segala bentuk pembebanan hukum dalam Islam berada dalam batas-batas kemampuan manusia. Dengan demikian berarti karakteristik sebenarnya dari hukum Islam adalah menghendaki kemudahan bagi umat, bukan menyulitkan mereka. Dalam suatu riwayat pada Bukhari dan Muslim disebutkan, jika dua urusan dihadapkan kepada Nabi saw, beliau memilih yang lebih ringan, selama itu bukan perbuatan dosa.
9. Meminimalisir kewajiban hukum
Dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 101 disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu….”
Ayat di atas secara tegas melarang sekaligus mencela perilaku “banyak tanya” dalam pelaksanaan hukum, terutamanya dalam hal-hal yang tidak diterangkan. Sebab perilaku banyak tanya bisa menyebabkan hal-hal yang semulanya tidak diharamkan menjadi diharamkan. Orang yang berperilaku semacam ini dinyatakan oleh Nabi saw sebagai muslim yang paling berdosa bagi muslim yang lain:
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ فِي الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَحُرِّمَ عَلَيْهِمْ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Muslim yang paling besar kejahatannya terhadap umat muslim adalah orang yang menanyakan sesuatu yang semula tidak diharamkan atas orang-orang muslim, namun kemudian hal itu diharamkan atas mereka lantaran pertanyaan dia.” (HR. Muslim).
Dengan demikian, karakteristik hukum Islam adalah meminimalisir kewajiban hukum bagi umat. Hal-hal yang tidak dijelaskan keharamannya semestinya mubah sehingga kaum muslim tidak perlu memberatkan diri mereka bertanya-tanya yang akan menyebabkan hal mubah tadi diharamkan atas mereka.
10. Mendatangkan Maslahat
Tujuan inti dari pelaksanaan hukum Islam adalah menghadirkan kemaslahatan bagi manusia. Menghadirkan kemaslahatan juga berarti meminimalisir bahkan melenyapkan kemudaratan. Ketika para pelanggar aturan kriminal dihukum dengan hukuman tertentu sesuai kadar kesalahannya, itu dalam rangka memberikan efek jera serta memutus tersebarluasnya perilaku jahat tersebut pada orang lain. Dengan demikian kemaslahatan umum lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi.
Sejumlah larangan dalam hukum Islam pun bertujuan untuk hal di atas. Dalam perdagangan, misalnya, Rasulullah saw pernah melarang perilaku pedagang yang mencegat para petani dari luar Madinah di luar kota sebelum mereka mengetahui berapa harga pasar sesungguhnya. Hal ini bertujuan agar transaksi perdagangan berlangsung secara fair sehingga tidak ada pihak yang terlalu diuntungkan, dan sebaliknya, tidak ada pula pihak yang dirugikan. Selain ini masih banyak aturan-aturan lain yang semuanya hadir demi menghadirkan kemaslahatan bagi manusia.
11. Komprehensif
Karakteristik terakhir adalah syumuliyah (komprehensif). Ini berarti, hukum Islam merupakan suatu perangkat yang lengkap, utuh, sempurna, all in one, terkumpul di dalamnya semua kebutuhan dan kepentingan yang baik. Hukum Islam mengakomodir kepentingan duniawi dan ukhrawi, spiritual dan material, serta memberikan peran yang berimbang antara akal dan wahyu. Singkat katanya, semua identitas kebaikan berkumpul dan bermuara pada hukum Islam. []
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!