Kunci keberhasilan Nabi Muhammad saw dalam membina rumah tangga bukan hanya terletak pada kekuatan kepemimpinan juga kewibawaan dalam bersikap semata, karena hal itu dapat menyebabkan beliau menjadi pemimpin rumah tangga yang kaku, keras dan menyeramkan. Yang beliau lakukan dalam memimpin rumah tangga adalah menyeimbangkan antara kekuatan dengan kelemahlembutan, kewibawaan dengan kebersahabatan. Dengan demikian keluarga beliau merasakan kasih sayang yang tulus dari beliau, serta kedekatan fisik dan batin layaknya sahabat karib. Mereka merasa senang dan nyaman berdiri di hadapan dan berada di samping Rasulullah saw.
Rasulullah saw menghadirkan keseimbangan di atas dengan cara terus mengupayakan keharmonisan beliau terhadap istri-istri juga anak-anaknya. Dalam setiap kesempatan berinteraksi dengan anggota keluarga, beliau senantiasa memanfaatkannya untuk memupuk kemesraan, keharmonisan, dan kedekatan. Berikut ini ditampilkan beberapa upaya yang beliau lakukan untuk menyemai dan menjaga keharmonisan rumah tangga.
1 – Mencium Istri Sebelum Keluar Rumah
Diriwayatkan oleh Urwah ibn al-Zubair bahwa Aisyah mengatakan, “Rasulullah saw mencium sebagian istrinya lalu pergi untuk shalat tanpa memperbarui wudhu.” Urwah lantas menebak, “Pasti orang yang dicium itu kamu.” Aisyah hanya tersipu sembari tertawa kecil. (HR. Ibn Majah).
2 – Minum Dari Gelas Yang Sama Dan Tepat Pada Bekas Sentuhan Bibir Istri
Syuraih menuturkan pernyataan Aisyah sebagai berikut:
كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ
“Pernah saya minum dalam keadaan haid. Kemudian gelas minuman itu kuberikan pada Nabi saw. Beliau lantas meletakkan bibirnya tepat pada bekas sentuhan bibirku tadi dan meminum airnya.” (HR. Muslim).
3 – Makan Sepiring Berdua
Lanjutan dari penuturan Aisyah di atas:
وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ
“…Pernah juga saya makan daging yang menempel pada iga kambing, sementara saya dalam keadaan haid. Lalu iga itu kusodorkan pada Nabi saw, maka beliau meletakkan mulutnya tepat di bekas tempat gigitanku tadi.” (HR. Muslim).
4 – Setia Mendampingi Dan Melayani Istri Yang Sakit
Aisyah ra sendiri membeberkan, “Nabi saw adalah orang yang penyayang lagi lembut. Kelemahlembutannya itu kian bertambah ketika istrinya sakit sehingga beliau menjadi paling banyak menemani istrinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
5 – Menghadirkan Canda Di Tengah Keluarga
Aisyah ra memaparkan sebuah kejadian yang pernah mereka alami:
Suatu hari Saudah mengunjungi kami. Maka Rasulullah saw duduk di antara diriku dan Saudah. Satu kaki beliau berada di pangkuanku dan satunya lagi berada di pangkuan Saudah.
Setelah berbincang beberapa saat, saya berdiri mengambil makanan untuk Saudah. Saya katakan, “Silakan makan.” Saudah menolaknya dengan berkata, “Saya sedang tidak berselera.” Kusuruh makan lagi dengan sedikit memaksa, “Makan saja. Jika tidak akan kukotori wajahmu.” Saudah masih menolak dengan setengah bercanda, “Enggak. Aku tak akan mencicipinya.”
Segera kuambil makanan dari piring dan kulumurkan ke wajahnya. Nabi saw tertawa kecil melihat kelucuan itu. Beliau pun menurunkan kaki beliau dari pangkuan Saudah agar Saudah bebas bergerak untuk membalas. Beliau berkata pada Saudah, “Balas saja dia. Kotori juga mukanya.” Tanpa berpikir panjang Saudah mengambil makanan yang tersisa dan melumurkannya ke mukaku. Rasulullah saw pun tertawa menyaksikan tingkah lucu kami. (HR. Nasai).
6 – Tetap Romantis Saat Istri Haid
Aisyah ra menuturkan kebersamaannya dengan Nabi saw ketika ia sedang haid:
Suatu malam pada saat giliran malamku membersamai Nabi saw, aku mengalami haid. Aku membuat adonan dari tepung dan kubuat menjadi roti. Selepas isya’ Nabi saw masuk rumah dan menutup pintu. Beliau langsung masuk ke mushalla di dalam rumahku. Beliau mengikat tali geriba, membalikkan mangkuk, mematikan lampu, menutup pintu mushalla, lalu beranjak tidur.
Aku menunggu beliau di luar ruang mushalla, jika saja beliau terbangun aku akan memberinya roti di malam yang dingin itu. Namun beliau tidak kunjung keluar, hingga aku tertidur. Hawa dingin cukup mengusik Rasulullah saw. Beliau mendatangiku dan membangunkanku.
“Mendekatlah kamu. Aku kedinginan. Tolong hangatkan aku,” pinta beliau.
“Saya sedang haid,” jawab saya. “Kamu bisa menghangatkan aku dengan paha saja,” kata beliau.
Segera kubukakan kedua pahaku. Beliau lantas meletakkan kepala di antara keduanya, dan kuapit kepala beliau. Rasulullah saw bisa merasa hangat dan dapat tidur. (HR. Bukhari).
Dari penuturan Aisyah ini dapat kita lihat Rasulullah saw tetap dapat berlaku romantis walau istrinya sedang haid. Keromantisan tidak harus dilakukan dengan berhubungan badan suami-istri. Keromantisan dapat diraih dengan banyak aktivitas bersama tanpa harus berhubungan badan. Sehingga dalam kondisi istri sedang haid pun keromantisan bisa tetap tersemai tanpa melanggar aturan syariat.
7 – Mandi bersama
Aisyah menuturkan sebuah kejadian bersama Rasulullah saw:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ دَعْ لِي دَعْ لِي
“Saya pernah mandi bersama Rasulullah saw dari air sebejana (bersama-sama). Beliau mendahuluiku (menciduk) sehingga aku berkata, ‘Sisakan untukku. Sisakan untukku’.” (HR. Muslim)
8 – Mengajak Istri Makan Di Luar
Dari sahabat Anas ra dituturkan bahwa Rasulullah saw memiliki tetangga berkebangsaan Persia. Ia memasak kuah yang enak di rumahnya. Ia mendatangi Nabi saw dan mengundang beliau makan di rumahnya. Sebelum mengiyakan beliau bertanya lebih dulu, “Boleh bersama dia?” sembari beliau menunjuk pada Aisyah. Orang itu menjawab, “Tidak.” “Jika begitu, tidak,” kata Rasulullah saw, yang maksudnya beliau menolak pergi sendirian.
Setelah itu tetangga tersebut kembali dan mengundang beliau lagi. Karena Aisyah masih tidak diperkenankan ikut, beliau saw menolak lagi. Baru di kali yang ketiga tetangga tersebut membolehkan keikutsertaan Aisyah. Barulah saat itu Rasulullah saw mengiyakan. Lantas beliau berdiri menggandeng Aisyah, berjalan bersama mendatangi rumah tetangga Persia tadi. (HR. Muslim).
9 – Saling Membersihkan Setelah Berhubungan
Saling bergantian membersihkan badan pasangan satu sama lain setelah berhubungan suami-istri dapat melahirkan kasih sayang dan keharmonisan. Ibn Qudamah al-Hanbaly mengatakan di dalam al-Mughny, “Merupakan sunnah Nabi saw, seorang istri mengambil secarik kain untuk diberikan kepada suaminya setelah berhubungan. Lalu sang suami membersihkan tubuh istrinya dengan kain itu. Begitu pula sebaliknya.”
10 – Berbaring Di Atas Paha Istri
Aisyah ra menyebutkan:
كَانَ النَّبِيُّ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَرَأْسُهُ فِي حَجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ
“Pernah Nabi saw membaca al-Quran (mengulang hafalan) sambil meletakkan kepala beliau di atas pahaku. Padahal waktu itu aku sedang haid.” (HR. Bukhari).
11 – Mengajak Istri Dalam Bepergian Jauh
Aisyah ra mengatakan, “Apabila hendak bepergian jauh Rasulullah saw biasa mengundi antara istri-istrinya. Suatu ketika undiannya jatuh pada Aisyah dan Hafshah. Keduanya pun pergi menempuh perjalanan menemani beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).
12 – Mencium Istri
Kemesraan bersama istri juga dipraktikkan Nabi saw pada saat-saat mendekatkan diri pada Allah. Salah satunya ketika sedang berpuasa. Nabi saw tidak hanya mencium pada satu tempat saja di wajah istri beliau, tetapi pada beberapa tempat.
Aisyah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw menciumnya padahal beliau sedang berpuasa. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya ciuman tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan puasa.” Aisyah menambahkan, “Beliau mencium wajahku di bagian mana saja, dan beliau tetap berpuasa, hingga nanti waktu berbuka.” (HR. Nasai).
13 – Mengantar Istri Keluar
Shafiyah binti Huyai menuturkan sebuah kejadian: “Rasulullah saw sedang beriktikaf. Aku mendatangi dan menjenguknya pada malam hari. Aku berbincang-bincang dengan beliau di dalam masjid. Setelah malam makin larut, kami menyudahi pembicaraan. Aku berdiri beranjak pergi, sementara Rasulullah saw ikut berdiri dan mengantarku (sampai pintu masjid).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Taqwa Itu Seperti Ini
14 – Suami-Istri Berjalan-Jalan Dan Berbincang Di Malam Hari
Aisyah ra meriwayatkan, bahwa pada beberapa malam Rasulullah saw berjalan dan berbincang-bincang bersamanya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Aktivitas berjalan dan berbincang bersama di malam hari dapat menguatkan keharmonisan suami-istri. Pada momen ini suami-istri bisa saling melepaskan keluh kesahnya, mendiskusikan permasalahan mereka, sekadar bercanda ria, atau bahkan mengambil kesepakatan kata untuk menyelesaikan problema yang mereka hadapi. Dengan demikian keutuhan bangunan rumah tangga dapat dipertahankan dan kesepahaman dapat diwujudkan.
15 – Meminta Istri Menyisirkan Rambutnya
Dalam sebuah riwayat Aisyah ra menuturkan, “Ketika beriktikaf, Nabi saw mendekatkan kepalanya kepadaku (Nabi saw tetap di dalam masjid sedangkan Aisyah di luar). Aku lantas menyisir rambutnya sedang aku dalam keadaan haid.” (HR. Bukhari).
Keteladanan ini menunjukkan pada kita bahwa dalam kondisi dimana suami-istri tidak boleh berkumpul bersama dalam satu tempat, kemesraan tetap perlu dipraktikkan. Nabi saw menjalani iktikaf sehingga beliau tidak boleh keluar masjid, sementara Aisyah mengalami haid sehingga sebaliknya tidak boleh masuk masjid. Namun beliau berdua tetap dapat bermesraan dengan cara Aisyah menyisir rambut Nabi saw sementara mereka tetap berada pada posisi masing-masing. Sebetulnya untuk urusan menyisir rambut, Nabi saw bisa melakukannya sendiri. Beliau bisa membawa sisir ke dalam masjid dan merapikan rambutnya kapan saja diperlukan. Namun, demi sebuah kemesraan, Aisyah tetap diminta menyisiri rambut beliau saw.
16 – Meminta Istri Menaburkan Parfum
Aisyah ra menuturkan dalam riwayat Bukhari bahwa dia meminyaki Rasulullah saw dengan sebaik-baik minyak. Di momen semacam ini kemesraan dapat dibangun. Aktivitas menaburkan minyak wangi tentu bukan sekadar rutinitas tanpa manfaat. Dalam aktivitas ini justru suami-istri dapat bercanda, membangun keakraban, bahkan jika waktunya panjang bisa membicarakan hal-hal penting terkait rumah tangga mereka dalam suasana yang harmonis dan penuh kedamaian.
17 – Panggilan Sayang Untuk Istri Setiap Hari
Rasulullah saw seringkali memakai panggilan-panggilan sayang untuk memanggil istrinya. Sering beliau memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang artinya wanita muda berpipi merah delima, untuk menunjukkan betapa sayangnya beliau pada Aisyah yang cantik menawan. Di waktu lain beliau juga memanggilnya dengan sebutan Aisy; meringkas panggilan untuk lebih membangun keakraban dan menghilangkan sekat-sekat formalisme. Panggilan sayang semacam ini dapat membesarkan hati istri sehingga keharmonisan rumah tangga lebih terjalin erat.
18 – Saling Menempelkan Pipi
Di antara kebiasaan Rasulullah saw adalah mengajak istrinya melihat hiburan syar‘i sambil duduk berdampingan mesra. Aisyah menuturkan, “Ketika sedang bersantai, kami mendengar suara-suara indah dari anak-anak. Rasulullah saw berdiri mengajakku mendekati sumber suara. Ketika itu ada seorang wanita Habasyah menari dikelilingi anak-anak yang melantunkan nyanyian. Beliau bertanya, ‘Hai Aisyah, kemarilah, mau lihat tidak?’ Aku jawab, ‘Ya.’
Beliau mendekatkanku, membiarkan aku berdiri tepat di belakang beliau. Saat itulah pipi kami saling menempel, sementara daguku berada di atas bahu beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).
19 – Olahraga Bersama
Aisyah memaparkan pengalaman olahraganya bersama Nabi saw:
Ketika aku masih ramping, Rasulullah saw mengajakku berjalan-jalan. Kami berhenti di suatu tempat. Beliau berkata pada para sahabatnya, “Majulah kalian lebih dulu (saling berlomba lari).” Setelah itu para sahabat dipersilakan bubar. Beliau lantas menantangku, “Ayo sini, aku mau berlomba denganmu.” Singkat kata, kami pun berlomba dan aku dapat mengalahkan beliau.
Di lain kesempatan kami melakukan hal yang sama lagi. Kali ini tubuhku sudah gemuk, sehingga aku berkilah, “Bagaimana aku bisa berlomba denganmu, Rasulullah, sedang keadaanku seperti ini?” “Kamu pasti bisa,” jawab beliau coba meyakinkanku. Kami pun berlomba dan kali ini beliau yang menang. Beliau lantas menepuk bahuku sembari berkata, “Ini impas untuk lomba yang dulu.” (HR. Nasai).
20 – Menghadirkan Hiburan Untuk Istri
Dari Said ibn Yazid diriwayatkan bahwa ada seorang wanita menemui Rasulullah saw. Beliau menanyai Aisyah, “Hai Aisyah, tahu tidak siapa wanita ini?” Aisyah menjawab, “Tidak.” Beliau pun menjelaskan, “Dia budak suatu suku yang pandai bernyanyi.” “Kamu mau tidak jika dia bernyanyi untukmu?” lanjut beliau menawari Aisyah. Aisyah menjawab, “Ya.” Beliau lantas memberi talam pada wanita itu, dan wanita itu pun bernyanyi menghibur Aisyah. (HR. Ahmad).
21 – Memperhatikan Perasaan Istri
Anas ibn Malik ra meriwayatkan: Rasulullah saw mengadakan walimah ketika menikah dengan Zainab binti Jahsy. Orang-orang pun kenyang makan roti dan daging. Setelah itu beliau berjalan menuju beberapa bilik bangunan rumah istri-istri beliau sebagaimana yang biasa beliau lakukan pada pagi hari beliau menikah. Beliau mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka. Mereka pun membalas ucapan salam dan doa beliau. (HR. Bukhari).
Tidak dipungkiri kecemburuan pasti dialami oleh siapa saja. Demikian halnya istri-istri Rasulullah saw. Sebagai wanita, mereka merasa berat hadir dalam pernikahan suami mereka dengan orang lain. Mereka tetap berada di rumah. Suami yang pengertian membesarkan hati mereka dengan mendatangi mereka satu per satu, memberikan salam dan menyampaikan doa. Dengan demikian mereka merasa diperlakukan baik dan tetap dihargai.[]
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!