Panduan Menjadi Editor Andal – Saya, sebagaimana editor lain di Indonesia, menjadi editor adalah bukan perkara yang saya cita-citakan sejak mulanya. Sejak awalnya, saya lebih bercita-cita sebagai penulis dan penguasa media, atau memilki digital media network yang besar, dan memiliki peran yang krusial dalam ranah mindset pembaca.
Namun, saya mensyukuri, ketika saya terjerumus menjadi editor, berkat bimbingan dari suhu perbukuan Indonesia, yakni Bambang Trim. Saya menikmati betul menjadi editor, karena saya menjadi tahu bagaimana mengemas konten, membuatnya menarik, dan memiliki daya jual yang bagus.
I am on the track to my biggest dream.
Tak seperti mentor saya, Bambang Trim, yang menyelesaikan pendidikan editing-nya di Unpad, saya sebagaimana hampir 80% editor lainnya di muka bumi Indonesia, belajar autodidak pada awalnya. Namun saya beruntung, karena mendapatkan bimbingan langsung dari Pak Bambang Trim. Jadi, saya lebih baik dan lebih bermutu, tak seperti editor lainnya yang terpaksa karena keadaan, sehingga kurang paham apa sebenarnya yang diharapkan dari peran dan fungsi dari seorang dalam memajukan industri penerbitan. Padahal, editor adalah sosok yang paling dicari dalam industri perbukuan karena kerja profesionalnya sangat dibutuhkan sebagai jaminan kelanggengan sebuah institusi penerbitan.
Kok bisa?
Karena pekerjaan editor bukan soal membetulkan bahasa, melainkan manajemen proses segala hal mengenai penerbitan buku, mulai naskah hingga pruf siap cetak. Makanya, editor semestinya adalah problem solver, decision maker, communicator, dan effective people. Empat sarat wajib itulah yang harus dimiliki oleh seorang editor andal yang siap memajukan industri penerbitan dan perbukuan menjadi lebih baik. Di samping itu, seorang editor juga harus memiliki visi yang jelas, yakni menciptakan buku yang berkualitas, sehingga buku atau karya tersebut mampu mempengaruhi kehidupan banyak orang ke arah yang lebih baik.
Makanya, sangat-sangat salah, bila seorang editor adalah seseorang yang introvert, seperti kebanyakan orang sangka: yakni hanya bekerja dari balik meja, menunggu naskah datang, dengan tingkat komunikasi anterpersonal yang rumit. Karena pada dasarnya, mengolah dan menerbitkan buku yang buruk sama capeknya dan sama biayanya dengan mengolah dan menerbitkan buku yang bermutu.
Tidak seperti itu.
Seorang editor adalah seorang yang saya pastikan harus suka membaca, gemar menulis, ekstrovert alias suka bergaul, supel, ramah, memiliki manajemen konflik yang bagus, suka dengan detail, memiliki sense of art yang bagus, serta cepat dalam mengambil keputusan. Dan satu lagi, harus memiliki kemampuan untuk mengelola stres yang baik. Artinya, dia tidak temperamental dan susah diatur. Bila dirangkum, seorang editor harus memiliki kecerdasan kata, kecerdasan gambar, kecerdasan logika, kecerdasan pergaulan, dan kecerdasan diri yang mumpuni.
Biasanya, bagi seorang editor baru, hanya perlu waktu tiga tahun untuk mahir dalam editing, bila memang dia fokus belajar dan mengerjakan pekerjaannya dengan penuh passion dan kecintaan yang mendalam. Tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan saya kira tak masalah. Karena tak ada satupun hal yang bisa menghentikan seseorang menuju mimpinya, ketika seseorang itu memiliki passion, kedisiplinan, dan kerja keras.
“Editologi menjadi sebuah ilmu ketika kemajuan teknologi penerbitan begitu pesat dan di satu sisi publik makin membutuhkan bahan bacaan yang berkualitas serta mampu mengubah. Buku atau terbitan yang baik adalah yang mampu menggerakkan pikiran pembacanya untuk menuju pada kualitas hidup yang lebih baik. Karena itu, editing harus baik dan benar,” kata Pak Bambang Trim.
Dalam praktik kerjanya, editor tidak kemudian bekerja tanpa kode etik. Berikut ini adalah kode etik editor yang harus dipatuhi, demi lahirnya sebuah produk yang lebih bermutu.
Pertama, tidak boleh menghilangkan atau merusakkan bagian-bagian naskah.
Kedua, tidak boleh memulakan kesalahan justru dari sebuah teks naskah yang sudah benar.
Ketiga, tidak boleh mengubah secara ceroboh maksud dari pengarang.
Keempat, tidak boleh molor atau melebihi waktu kritis dari tenggat (deadline) yang telah ditetapkan.
Setiap naskah memiliki kadar kesulitan yang berbeda-beda. Makanya, editor pemula tidak boleh mengerjakan penyuntingan kelas berat. Begitu juga bila ada naskah yang hanya memerlukan penyuntingan ringan, editor senior tidak selayaknya mengerjakannya, namun cukup diserahkan kepada editor pemula.
Untuk lebih jelasnya, dalam pengerjaan editing, ada tiga klasifikasi jenis penyuntingan, yakni:
Satu, penyuntingan ringan (bisa dilakukan oleh copyeditor atau editor junior) yang mengerjakan naskah dengan karakteristik naskah dominan teks dengan topik ringan.
Dua, penyuntingan sedang (masih bisa dilakukan oleh copyeditor atau juga oleh editor senior) dengan karakteristik naskah dominan teks, dilengkapi dengan materi piktorial, tetapi topik agak berat.
Tiga, penyuntingan berat (harus dilakukan oleh editor senior) dengan karakteristik naskah banyak dilengkapi materi piktorial, dengan topik berat atau ditulis oleh penulis terkenal.
Seorang editor andal harus terus menambah wawasannya, menguatkan pengetahuan dasarnya tentang penulisan-penerbitan-penyuntingan, dan keahlian yang berhubungan dengan grafis, seperti tipografi.
Dengan begitu, seorang editor tersebut akan menemukan keandalannya dan mampu menaikkan derajat mutu produk sebuah penerbitan. []
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!
