Mudamu untuk Kejayaan Agamamu – Ashabul Kahfi merupakan cerminan pemuda ideal yang konsisten dengan nilai Islam. Mereka melihat dunia dengan neraca iman. Taat kepada Allah dengan ketaatan optimal. Tak pula luntur dan larut dengan fenomena dan fakta yang terus menghimpitnya ataupun surut ke belakang karena belum mendapatkan hasil yang memuaskan.
Segala bentuk teror, intimidasi, tribulasi musuh menjadikannya semakin tegar dan semakin merasakan kemuliaan Islam. Imannya bertambah dan keteguhannya pada kebenaran ibarat batu karang.
“Banyak para pemuda yang masuk dalam pangkuan Islam. Mereka berasal dari keluarga dan kabilah terhormat. Dan pikiran utama yang bisa kita kemukakan dari sejarah kaum muslimin edisi pertama ialah bahwa Islam pada dasarnya adalah gerakan pemuda,” tutur Montgemory Watt.
Sayyid Quthb dalam Ma’alim Fith Thariq-nya menulis, “Ada suatu kenyataan sejarah yang patut direnungkan oleh mereka yang bergerak di bidang dakwah islamiyah di setiap tempat dan di setiap waktu. Mereka patut merenungkannya lama-lama, karena ia mempunyai pengaruh yang menentukan bagi metode dan arah dakwah. Dakwah ini pernah menghasilkan suatu generasi manusia, yaitu generasi sahabat. Suatu generasi yang mempunyai ciri tersendiri dalam seluruh sejarah Islam—dalam seluruh sejarah umat manusia. Lalu, dakwah ini tidak pernah menghasilkan jenis yang seperti ini sekali lagi. Memang terdapat orang-orang seperti itu di sepanjang sejarah. Akan tetapi, belum pernah terjadi sekalipun juga bahwa orang-orang seperti itu berkumpul dalam jumlah yang sedemikian banyaknya, sebagaimana yang pernah terjadi pada periode pertama dari kehidupan dakwah ini.”
Lihatlah, di zaman emas itu ada negarawan-negarawan besar macam Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Lisan kita sering menyebutnya dengan khulafa‘ur rasyidin. Yang kemudian kenegarawanan sahabat tersebut mengalir kepada: Umar bin Abdul Aziz, Harun Al-Rasyid, Nuruddin Zanki, dan pula Abdurrahman Ad-Dakhil.
Masih ada lagi? Tentu.
Baca juga: Menyala Lagi Cahaya Cordoba
Ada penakluk-penakluk musuh seperti: Hamzah bin Abdul Muthalib, Khalid bin Walid sang Pedang Allah, Saad bin Abi Waqqash, Amr bin Al-Ash, serta Usamah bin Zaid.
Ada pula ulama-ulama besar seperti: Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas‘ud, Zaid bin Tsabit, dan Muadz bin Jabal. Bahkan, secret agent-nya pun ada, merekalah intelijen-intelijen yang andal seperti: Al-Abbas, serta Salman Al-Farisi.
Ada perawi-perawi hadits yang brilian seperti: Abu Hurairah, dan Aisyah.
Di bidang profil pengusaha sukses pun ada pengusaha-pengusaha yang hebat seperti: Abdurahman bin Auf dan Thalhah bin Ubaidillah.
Di mana cahaya-cahaya kepribadian luar biasa itu terwariskan kepada Said ibnul Musayib, Hasan Al-Bashri, Atha’ bin Rabbah, Ibnul Mubarak, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‘i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, serta Al-Khawarizmi.
Dan keperkasaan mujahidin mengalir kepada darah Uqbah bin Nafi’, Thariq bin Ziyad, Musa Bin Nusair, Muzhaffar Quthz, Shalahuddin Al-Ayubbi, juga Muhammad Al-Fatih.
Sejarah Islam telah menorehkan tinta emasnya kepada generasi muda Islam untuk dijadikan contoh. Lihat saja, bagaimana kisah hidup Ali Bin Abi Thalib ketika masih remaja.
Peristiwa yang dialami oleh Ali bin Abi Thalib adalah sebuah kisah yang menarik, yakni tatkala ia menggantikan posisi Rasul yang tidur di ranjang. Padahal, di luar rumah sudah siap orang-orang kafir yang mengepung rumah Rasul. Padahal, ia tahu dengan segala konsekuensinya. Itulah pengorbanan seorang pemuda. Itulah Ali. Karena ia tahu peranan dalam Islam yang mesti digulirkan.
Ada juga Asma’ binti Abu Bakar. Mengirimkan bekal kepada Rasul dan ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq ke Gua Tsur. Berusaha sekuat tenaga melindungi jejak mereka berdua agar tidak diketahui oleh orang-orang kafir yang terus mengejar.
Ada pula si tampan yang senantiasa rapi dan wangi. Dialah Mush‘ab Bin Umair. Pemuda perlente dari kalangan jet-set kala itu. Mush‘ab terkenal dengan keharuman minyak wangi yang dapat tercium dari jarak yang amat tak dekat. Ketika sang ibu berusaha keras untuk mengajaknya kembali menyembah berhala, maka dengan tegas Mush‘ab menolak. Dan ia pun pergi dari rumah mewahnya. Tanpa bekal harta, dan hanya pakaian yang melekat pada dirinya. Namun, aroma semangatnya mengalahkan aroma minyak wanginya yang menjadi ciri khasnya semasa jahiliyah. Ketebalan imannya mengalahkan tebalnya pundi-pundi harta yang ia miliki. Cintanya pada Rasul dan agamanya mengalahkan semua rayuan gombal yang tertuju padanya.
Baca juga: Menjadi Muslimah yang Disayang Rasulullah
Ada juga Abu Ubaidah Al-Jarrah. Memeluk Islam di usia 25 tahun. Di kalangan Quraisy, ia terkenal memiliki pemikiran yang cerdas dan cemerlang. Analisisnya pun tepat karena luasnya pengetahuan. Untuk itulah pendapatnya senantiasa rasional. Dan semua kalangan geleng-geleng dibuatnya. Abu Bakar pun mendakwahkan Islam kepadanya. Atas izin Allah, dia masuk Islam. Lalu, ia pun masuk 10 sahabat yang dikabarkan masuk surga tanpa hisab.
Usia muda adalah usia emas yang harus kita manfaatkan untuk mengambil peran dalam dakwah Islam. Manfaatkan benar-benar usia mudamu, untuk kejayaan agamamu.[]
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!