Mari selalu menjadikan Rasulullah Muhammad sebagai teladan utama. Karena memang, beliau lah teladan yang patut untuk diikuti di setiap episode kehidupannya. Cara berkehidupan yang telah beliau contohkan adalah keteladanan yang melahirkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Cara-cara kemuliaan yang selalu diaksikannya, tak hanya menggetarkan umatnya saja, namun juga selainnya.
Hingga, menjelmalah dalam keabadian, Rasulullah senantiasa menjadi teladan. Dan terus nan tetap akan menjadi teladan. “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah [9]: 128)
Heraklius, penguasa Romawi Timur itu berkomentar kepada Abu Sufyan tentang Rasulullah Muhammad. Mereka adalah dua orang yang sama-sama belum masuk Islam. Sifat kebaikan yang tampak dari Abu Sufyan dalam episode percakapan ini adalah kejujuran Abu Sufyan yang bukan muslim dalam menjawab pertanyaanpertanyaan Heraklius.
“Aku sudah menanyakanmu tentang nasabnya,” kata Heraklius takzhim, “lalu engkau katakan bahwa dia adalah orang yang terpandang di antara kalian. Memang, begitulah para Rasul diutus pada suatu nasab dari kaumnya. Aku sudah menanyakan kepadamu apakah pernah ada di seseorang di antara kalian sebelumnya yang mengatakan seperti yang dikatakannya. Lalu, engkau mengatakan tidak ada. Andaikan ada, tentu kukatakan bahwa memang ada orang yang meniru-niru perkataan yang pernah disampaikan sebelumnya. Aku sudah menanyakan kepadamu apakah di antara bapak-bapaknya ada yang menjadi raja. Engkau katakan tidak ada, walaupun ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, tentu akan kukatakan memang ada di sana seseorang yang sedang mencari-cari kerajaan bapaknya! Aku sudah menanyakan kepadamu apakah yang mengikutinya orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang lemah. Engkau katakan orang-orang yang lemah yang mengikutinya. Memang, begitulah pengikut para Rasul. Aku sudah menanyakan kepadamu apakah ada seseorang yang murtad dari agamanya karena benci kepada agamanya itu setelah memasukinya. Engkau katakan tidak ada, begitulah, kalau iman sudah merasuk ke dalam hati. Aku sudah menanyakan kepadamu apakah ia pernah berkhianat, engkau katakan tidak pernah. Memang begitulah para Rasul yang tak pernah berkhianat. Aku sudah menanyakan kepadamu apa yang ia perintahkan. Engkau katakan, bahwa dia menuruh kalian untuk menyembah Allah, tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya, dan melarang kalian menyembah berhala, menyuruh kalian mendirikan shalat, bershadaqah dan menjaga kehormatan diri. Jika yang kau katakan ini benar, maka dia akan menguasai tempat kediaman kakiku berinjak ini. Jauh-jauh sebelumnya aku sudah menyadari bahwa orang seperti dia akan muncul. Tetapi, aku tidak menduga, bahwa ia akan muncul dari kalangan kalian. Andaikan aku bisa bebas bertemu dengannya, andaikan aku berdiri di hadapannya, tentu akan kubasuh kedua telapak kakinya ….”
Al-Amin, gelar prakenabian itu, adalah kebenaran yang tak bisa di cacatkan para pengingkar ayat-ayat-Nya. Maka kita mendapati, orang-orang musyrik itu tidaklah sedang mendustakan bukti nyata sosok mulia Muhammad yang sedang berada di hadapannya, mereka hanyalah gerombolan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya.
“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’am [6]: 33)
Dari segi fisik, Rasul memang sangatlah menarik. Hingga penampilan fisik beliau sangatlah sulit untuk diuraikan dengan kata-kata. Tirmidzi dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang lebih bagus dari Rasulullah. Seakan-akan sang mentari merambah di wajahnya.”
As-Syaikhani meriwayatkan dari Al-Barra’, ia berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling bagus wajahnya. Paling baik dari ciptaan-Nya. Beliau tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek.”
Ar-rasulu Qudwatuna; Rasulullah adalah teladan kita. Dan, ketika kita begitu merindukan untuk bertemu dengan beliau, sesungguhnya, beliau mempunyai rindu yang lebih menggelegak daripada kita. Apa sebab? Dalam sebuah hadits di jelaskan, bahwa ini semua dikarenakan kita belum pernah bertemu dengan beliau tapi dengan sangat yakin kita mengimaninya dan mau mengikuti sunnahnya.
Maka, sangat bodoh dan hinalah, yang Rasulullah begitu merindukannya, namun dengan cueknya, selalu menyelisihi sunnahnya. Ahli-ahli bid’ah itu memang sangat menjengkelkan. Ada banyak sunnah beliau yang belum kita jalankan.
Ada banyak keteladanan dari Rasulullah yang belum sempat kita ikuti, tapi mengapa banyak yang malah mengambil hal-hal bid’ah yang bukan hanya membuat kita lelah tanpa upah dari Allah, tapi juga harus memaksa kita untuk mempersiapkan tempat duduk di neraka. Janganlah heran, ketika para salafus shalih selalu menangis tersedu-sedu ketika melihat atsar dari peninggalan Rasulullah di Madinah dan tempat-tempat bersejarah di sekitarnya. Bukan apa-apa, tapi karena kerinduan untuk bertemu dengan beliaulah yang mendasarinya.
Di sana, ada napak tilas perjuangannya yang amat menyentuh. Suatu kali, Imam Hasan Al-Bashri mengatakan, “Sungguh sangat aneh kalian ini, batang kayu saja rindu kepada Rasul. Sementara kalian, tak pernah merindukannya!”
Apa sebab Imam Hasan berkata seperti itu? Pada suatu hari, Rasul berdiri di atas mimbar baru dan menyampaikan khutbah di atasnya. Sedangkan di samping beliau, ada sebatang kayu yang tak lain adalah mimbar lama. Tiba-tiba, di tengah khutbah, kayu tersebut mengeluarkan suara seperti rengekan anak kecil. Demi melihat hal tersebut, Rasul kemudian turun dan menenangkannya.
Ah, betapa mengharukannya. Sebatang kayu saja sedemikian rindunya. Sekebas apa iman kita hingga kalah dari sebatang kayu tersebut?
Allahumma shalli ’ala muhammad ….
Duhai diri yang masing sering terjerat maksiat. Masih saja telat berjamaah menghadap kiblat walau di masjid terdekat. Selalu saja mengeluh akan nikmat. Dan senantiasa menjauhi agendaagenda ketaatan padahal waktu masih sempat dan badan yang masih sehat.
Buku ini terhadir, sebagai sarana pengingat diri, bahwa hidup di dunia sungguhlah hanya sekali, ada akhirat yang menanti, tempat di mana diri berhidup abadi. Mari mempersiap bekal dan memerbanyak amal, dengan energi terbaik.
***
Buku ini saya hadirkan, semoga bisa menjadi sarana kontemplasi bersama. Agar ilmu-ilmu agama senantiasa mengalir deras dalam telaga iman kita. Agar pemaham-pemahaman yang sesuai dengan keinginan-Nya terus terjagai hingga khusnul khatimah.
Buku ini saya hadirkan, agar kita senantiasa mampu untuk saling berdekap mesra dalam ikatan saudara seiman, seaqidah, dan setanah air. Semoga bisa lagi menjernihkan hati, membeningkan nurani, menguatkan cinta, dan mengukuhkan taqwa kepadaNya.
Karena di tengah gempuran hidup yang makin membuat kita tergesa-gesa, kita lupa untuk membeningkan diri lagi, seolah tak sempat bersejenak bermesra-mesra lagi dengan-Nya.
Buku ini, sebagai sarana kita lagi, untuk setapak demi setapak menjejaki tangga kelezatan beribadah kepada-Nya. Selamat membaca, semoga ada banyak ilmu, serta amal-amal yang akan kita aksi menuju jiwa yang lebih dicintai-Nya.
Amin, insya Allah.
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!
