“Akan datang suatu zaman, di mana seseorang tidak akan peduli lagi terhadap apa yang ia ambil, apakah itu halal ataukah haram.” (HR. Bukhari dan An-Nasa’i)
Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan kepada kaum muslimin supaya hanya memakan makanan yang halal dan juga thayyib. Jangan sampai makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang termasuk dalam kategori yang diharamkan dalam Islam, dan jangan pula memakan makanan sampai di luar batas kewajaran.
Pada umumnya, kebanyakan makan akan mengakibatkan lemahnya pikiran seseorang. Banyak makan dapat menyebabkan seseorang menjadi malas dan enggan berpikir. Oleh karena itu, memenuhi perut dengan makanan dapat menyebabkan terhalang dari ilmu. Namun sebaliknya, jika perut tidak terlalu kenyang, akan mudah menyerap ilmu.
Apa pentingnya makanan yang halal?
Manusia adalah ciptaan Allah yang terdiri dari jutaan sel. Sel-sel itu terbentuk dari sari makanan yang tiap hari kita konsumsi. Bila makanan yang dimakan statusnya halal, tentu saja sel-sel yang terbentuk dari sari makanan itu akan baik dan memengaruhi tubuh. Bukan hanya ruhani, tapi juga jasmani, akal, juga kejiwaan. Sebaliknya, bila makanan yang dikonsumsi adalah yang haram, akan sangat berpotensi untuk memengaruhi kehidupan kita.
Menjaga kehalalan makanan adalah buah ketaatan. Seksamailah bagaimana tatkala Abu Bakar mengetahui bahwa sebutir kurma pemberian pelayannya adalah hasil kerja si pelayan tersebut menjampi seseorang di masa jahiliyah, Abu Bakar segera memasukkan ujung jarinya ke tenggorokan agar kurma yang telah ia telan keluar lagi.
Ia terus berusaha mengeluarkannya dan berkata, “Andaikan makanan ini tidak keluar kecuali dengan keluarnya nyawa, maka saya akan mengeluarkannya.”
Maka, kita mengamini wejangan ini, “Seseorang tidak mungkin mencapai hakikat keimanan,” kata Sahal At-Tustury, “sehingga memiliki empat sifat: melaksanakan semua yang wajib ditambah yang sunnah, memakan yang halal dengan penuh wara’, menjauhi yang diharamkan baik yang lahir ataupun yang batin dan selalu melaksanakan semuanya sampai mati.”
Memakan makanan yang halal berarti mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, melindungi diri dari neraka, mendapat kebarakahan rezeki, juga dikabulkan doa.
Dari Ibnu Abbas di sampikan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash pernah berkata, “Ya Rasulullah, doakan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang di kabulkan doanya oleh Allah.”
Maka, Rasul bersabda, “Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal), niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu di kabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya. Sungguh, jika ada orang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari. Dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. Tirmidzi)
Selain itu, tentu saja, menjaga makanan dapat mencapai hakikat keimanan. Rasul bersabda, “Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sampai meninggalkan apa-apa yang halal karena khawatir terperosok pada yang haram.” (HR. Tirmidzi)
Atas dasar itu semua, wajarlah jika Abu Hurairah berkata, “Adalah lebih baik bagi salah seorang dari kalian memasukkan tanah ke dalam mulutnya daripada memasukkan barang yang haram.”
Mohonlah selalu petunjuk dan hidayah-Nya, agar selalu memberkahi dan menjagai makanan kita dengan kehalalan. Agar asupan dalam tubuh senantiasa bening dan jauh dari jilatan api neraka. []
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!