Infinite Game – Game terbagi dua, kata Simon Sinek. Finite game alias game yang ada ujung permainannya, seperti sepakbola, badminton, tenis, dlsb. Ada aturan permainannya. Bisa ditentukan siapa pemenangnya dan siapa yang kalah. Dan ada Infinite Game, alias game yang nggak ada ujungnya. Tak ada pemenangnya. Tak ada siapa yang kalah. Tak ada aturan resmi dalam permainannya. Contohnya adalah bisnis dan kehidupan.
Yap, bisnis masuk kategori infinite game. Tak ada pemenangnya. Tak ada yang kalah. Yang ada, siapa yang bisa bertahan hingga titik terakhir. Atau, siapa yang berada paling depan, dan yang tidak berada di paling depan. Bisnis adalah game tanpa aturan permainan yang jelas. Bisnis adalah tentang: bagaimana caranya sebuah organisasi bisa bertahan selama mungkin dalam permainan.
Jadi, jangan terlalu fokus pada profit bulan depan. Tetapi, juga harus memikirkan bagaimana jangka panjang bisnis ini bisa tetap bergerak dan bertahan dan berprofit.
Game yang berbeda, membutuhkan mindset yang berbeda.
Saat Amerika berperang dengan Vietnam, Amerika cenderung menang pada setiap pertempuran. Tetapi, pada akhirnya, justru Vietnam yang memenangkan seluruh peperangan. Mengapa? Karena Vietnam berpikir infinite: menjadi yang terakhir bertahan, karena itu tanah air mereka. Sedangkan Amerika, memilih untuk finite, alias hanya memenangkan setiap pertempuran. Padahal, perang adalah Infinite Game (permainan akan berhenti ketika salah satu pihak kehabisan sumber daya dan kehilangan semangat untuk terus bermain). Untuk menang di Infinite Game, butuh Infinite Mindset.
Baca juga: Jasa Penulisan Biografi Terbaik di Indonesia
Pebisnis yang memiliki Infinite Mindset, memandang dengan kemungkinan tanpa batas. Menggunakan Finite Mindset dalam bisnis, akan merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Hanya fokus menciptakan produk untuk jangka pendek, untuk keuntungan jangka pendek. Melupakan esensi bahwa ini adalah Infinite Game: sebuah permainan jangka panjang yang harus diisi dengan visi yang jernih. Apalagi di tengah kondisi VUCA, Infinite Mindset justru makin diperlukan.
Dalam Infinite Game, terpenting ada dua: semangat dan sumber daya.
Dalam kondisi sulit, seorang founder dengan Finite Mindset akan menganggap karyawan sebagai beban. Akhirnya, mudah untuk mem-PHK, menahan hak-haknya, mencederai kerja sama, yah …. menganggapnya tak lebih hanya seperti seorang budak.
Namun, dalam kondisi sulit, seorang founder dengan Infinite Mindset, akan melihat secara berbeda.
Victorinox, perusahaan yang memproduksi Swiss army, misalnya. Setelah kejadian 911, bisnisnya langsung ambles. Pisau dilarang masuk ke pesawat. Tak ada lagi orang yang membawa pisau serba guna. Dan tak ada lagi orang yang mengado momen kelulusan atau pensiun dengan Swiss army. Dalam kondisi sesulit itu, Victorinox justru tak memecat karyawan satu pun. Tetapi, malah meningkatkan anggaran untuk inovasi produk.
Terus, anggaran itu dari mana? Karena Victorinox sudah sejak lama menggunakan Infinite Mindset. Sadar sepenuhnya bahwa bisnis tidak akan selalu berjalan baik. Akan selalu datang keadaan sulit dan rumit. Dan Victorinox selalu mempersiapkan dana darurat untuk masa-masa sulit yang tak pernah bisa diprediksi kapan datangnya itu. Kata CEO-nya, “Kalau kita melihat sejarah, keadaan buruk pasti terjadi. Kami tidak melihat dalam triwulan saja. Tapi kami berpikir hingga generasi masa depan.”
Game yang berbeda, butuh mindset yang berbeda. Dan sebuah wejangan lama itu selalu saja benar adanya. Kuatkan akar-akar bisnismu. Kokohkan batang-batangnya. Solidkan cabang-cabangnya. Maka, daun-daun omset dan buah-buah profit akan membuat nyaman siapa pun yang berteduh di bawah pohonnya.
Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:
Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!
